"Menurutku..."
Resty tak langsung melanjutkan bicaranya, ia terlalu asyik menyorot serius pada lelaki yang tetap fokus memainkan ponselnya.
"Woii! Ditanyain malah ngelamun." Ika sengaja meraup wajah Resty dengan tangannya.
"Iiih.... Ika!" Resty tentu merasa terganggu, dan saat itu pula Alex langsung melempar pandangan ke arah mereka.
Seketika Resty mengalihkan pandangannya dengan berpura pura memainkan ponselnya, dan Ika hanya bisa terkekeh sendiri mendapati sahabatnya yang tiba tiba aneh.
"Kenapa kau?" tanya Ika, jiwa kepo gadis itu tiba tiba muncul.
"Nggak papa." sahut Resty, mencoba setenang mungkin. Padahal sebenarnya dadanya terasa berdebar tak karuan, takut ketahuan oleh Alex saat dirinya diam diam mencermatinya.
"Pesanannya, Kak..."
Beruntung seorang karyawan cafe itu datang sambil membawa makanan dan minuman yang mereka pesan tadi. Jadi Resty bisa mengalihkan rasa gugupnya itu dengan langsung menyantap sarapannya.
Lima belas menit, selama itu juga Resty dan Ika menghabiskan waktu untuk menikmati sarapannya. Diselingi dengan obrolan random dari keduanya, hingga sama sekali melupakan adanya Alex yang duduk tak jauh dari mereka.
Pria itu sedari tadi hanya memperhatikan dua orang perempuan yang berhasil membuatnya merasa seperti bodyguardnya. Senyum tipisnya sesekali menyungging tanpa ia sadari, tatkala melihat sosok Resty yang tertawa riang saat terlibat obrolan seru dengan Ika.
Manis dan imut. Dua kata itu yang pantas ia kagumkan pada diri Resty. Dan entah sejak kapan pria itu seperti merasa candu bila melihat senyum riang itu dari Resty.
"Berapa, Kak?" tanya Resty pada seorang karyawan cafe itu, saat ia akan membayar pesanan mereka.
"Sudah dibayar, Kak." jawab karyawan itu begitu ramah.
"Siapa yang bayar?" Resty bertanya penasaran.
Karyawan pria kisaran berusia delapan belas tahun itu hanya tersenyum tipis, tak mau berterus terang, sepertinya memang disuruh bungkam oleh orang yang sudah membayar sarapan Resty dan Ika.
"Oh, ya sudah. Makasih ya.." Resty akhirnya pasrah. Anggap saja ini rejekinya saat ini.
"Yuk, Ka.." Resty beranjak berdiri, mengajak Ika beranjak juga dari sana.
"Eh, mana Alex?" Ika baru teringat dengan keberadaan Alex yang tiba tiba sudah menghilang ditempatnya.
"Ah, iya ya. Dimana dia?" Resty turut celingukan ke sekitar, mencari keberadaan Alex yang rupanya tidak ada di cafe itu.
Mereka berdua berpencar mencari Alex. Ika mencari di toilet cowok, bukan masuk ke dalamnya, melainkan hanya menunggu diluar area toilet cowok. Sedangkan Resty mencari diluar cafe. Gadis itu tak berani berpencar terlalu jauh mencari Alex takutnya nanti malah dirinya yang dicari cari.
Beginilah jadinya kalau mereka tidak menyimpan nomor ponsel Alex, hanya bisa kebingungan sendiri mencari keberadaannya. Andai saja barang belanjaan mereka tadi tidak dipegang Alex, mungkin kedua perempuan itu pergi saja. Membiarkan dan tak mempedulikan kemana Alex pergi.
"Resty." Suara Alex berseru begitu dekat, sambil menepuk pelan pundak Resty yang berdiri membelakanginya.
"Alex." Resty memutar badannya menghadap Alex, akan tetapi pria itu seketika menarik tangan Resty.
"Ikut aku bentar," serunya, sambil menggandeng tangan Resty dalam genggamannya. Pria itu langsung menarik tangan Resty, tanpa menunggu persetujuan darinya dulu.
"Mau kemana?" tanya Resty, yang berjalan sedikit cepat, mengimbangi langkah kaki Alex yang lebar.
Alex tak menyahut, pria itu kelewat enjoy menggandeng tangan Resty sampai memasuki stand penjualan tas branded khusus cewek.
Resty masih tertegun, saat Alex hanya terdiam sambil melihat beberapa tas buatan import itu.
"Pilih yang mana ya?" ucapnya, sambil menggaruk garuk kepalanya yang sama sekali tak gatal.
"Buat siapa emangnya?" Resty bertanya penasaran.
"Buat mama." sahutnya santai.
"Oh, iya, aku belum ngomong ya.. Gini, Res, mama aku lusa ulang tahun, bantu aku cari kado buat mama ya?" pintanya sedikit memohon.
Memang Alex baru teringat tadi saat berada di cafe. Makanya ia menghilang begitu saja karena berencana mencarikan kado untuk mamanya, sekalian berada di mall. Karena sebenarnya Alex tidak terlalu suka terus terusan pergi ke mall.
"Kenapa harus melibatkan aku?"
"Karena kamu cewek. Kamu kan sedikit banyak pasti tahu lah bagaimana yang enak dan bagus buat perempuan."
"Ya, maksudku kenapa harus meminta bantuanku, bukannya kamu punya pacar? Kenapa kamu nggak minta bantuannya, pasti pacar kamu bisa bantu."
Sorot mata Alex berubah jengah tatkala Resty menyinggung tentang pacarnya. Namun segera ia alihkan dengan menyibukkan diri memilah dan memilih beberapa tas yang berada didepannya.
"Ini bagus nggak?" Alex memegang tas berwarna maroon, meminta pendapat Resty.
Kening Resty sedikit berkerut. Tentu ia mulai kebingungan juga harus memilih yang mana, secara ia sendiri tidak tahu bagaimana selera mamanya Alex.
"Aku bingung, Lex." Lebih baik berterus terang kan?
"Kamu juga bingung, apalagi aku?" Alex meletakkan tas itu ke tempat semula.
"Mama kamu suka tas?"
"Iya. Sepertinya mama juga suka tas warna maroon, kebanyakan tas mama warna itu setahu aku."
"Kalau suka warna maroon kenapa nggak pilih yang tadi?" Resty memandang ke arah tas yang semula.
Alex turut memandanginya juga. "Jadi menurut kamu ini bagus?" Tas jinjing berukuran sedang itu berada ditangan Alex lagi.
"Ada yang bisa saya bantu, Kak.." tetiba seorang karyawan toko itu menyapa Alex dan Resty.
"Buat si mbak ya?" goda karyawan itu, sambil melirik genit pada Resty.
"Ah, bukan Mbak." Resty langsung menjawab tegas.
"Buat mamaku, Mbak. Tapi kalau mau sih sekalian aku mau belikan buat dia juga." Alex berkata begitu santainya, tanpa mempedulikan sorot Resty yang menganga tak percaya.
Karyawan cewek itu hanya tersenyum simpul sambil mengangguk ramah. "Kalau begitu, mari ikut saya, Mbak. Disana banyak pilihan yang cocok buat gadis muda seperti Mbak."
"Ah, tidak usah. Aku beneran nggak mau beli. Makasih, Mbak. Beneran loh." Resty sampai menangkupkan kedua tangannya didepan dada, berharap karyawan itu mempercayainya.
"Kalau begitu pilihkan yang menurut mbak, mana yang bagus buat dia." Alex turut menyahut, masih bersikeras ingin membelikan Resty tas juga.
"Alex!" hentak Resty, menyorotnya penuh tanya juga rasa kesal. Sama sekali ia tak menyangka pria itu akan begini dengannya.
Dan Alex pura pura tak peduli dengan Resty yang jelas merasa tak enak hati. Ia melangkah meninggalkan Resty yang masih terpaku ditempat, menuju kasir untuk membayar tas yang ia beli.
"Nih, buat kamu." Alex menyodorkan paper bag berisikan tas branded yang tadi dipilih oleh karyawan toko itu untuk Resty.
Resty tak langsung menerima, ia masih terdiam keheranan dengan cowok nggak jelas macam Alex. Ia dan Alex baru saling kenal siang kemarin, itu pun karena sedang menjalani hukuman dari dosen Budi. Dan sekarang pria itu malah membelikannya tas yang harganya lumayan mahal. Dalam rangka apa coba?
"Jangan menolak suatu hal yang bagus, pamali entar." Alex menyerahkan langsung ke genggaman Resty, tak mau tahu, pokoknya apa yang sudah dibelinya itu harus diterima oleh Resty. Perkara nanti Resty tak mau memakainya, Alex tidak terlalu memikirkan itu.
"Ehem!" Suara deheman terdengar lantang dari sekitar mereka berdiri.
"Jadi kalian disini rupanya. Enak ya?"
*
Jangan lupa tinggalkan like dan jejak komentar kalian. Dukungan kalian sangat berarti bagi othor. Semangatin othor yuk... Hiks😢
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
Utiyem
baygon ka???🤣🤣🤣🤣
2023-10-25
2
🫧Alinna 🫧
Semangat nulisnya thor, semoga sehat selalu
2022-11-03
1
Bintang Laut
Beliin tas buat mama, nanya pendapat ke wanitanya, ,
2022-08-21
0