Steva mulai menguap, malam semakin larut, dan secara biologis tubuhnya lelah, membutuhkan waktu untuk beristirahat, hingga tanpa sadar Steva mulai terpejam hingga ia menyambut lelap dalam ketenangan.
Steva menyapu lantai kamar Asha, merapikan ruang sempit yang kini menjadi tempat tinggalnya sementara, ikut hidup menumpang pada adik seorang teman lama.
Asha datang menaiki motor maticnya saat Steva baru saja selsai menyapu dan meletakkan kembali benda panjang berambut hitam lurus kaku itu di pojokan dinding.
Asha baru saja pulang dari pasar, ia menentang sebuah plastik kresek berisi makanan 2 nasi bungkus untuk ia lahap sebagai menu sarapan bersama Steva. Dan juga dua kantong plastik berisi teh hangat yang rasnya hambar meski berkali-kali Asha mengatakan minta yang manis, namun tetap saja penjual itu tak melebihkan kadar gulanya, ya sudahlah, positif thinking saja, mungkin dia melihat Asha yang sudah manis takut diabetes kalau ditambah manis lagi.
"Udah siap?" tanya Asha melihat Steva yang sudah rapi memakai bajunya. Sebuah rok pendek selutut dan kemeja lengan pendek, mencetak lekuk tubuh Steva yang seksi. Tadinya Steva meminta dipinjami celana panjang saja, namun karena tinggi Steva yang tak sama dengan Asha membuat celana Asha terlihat cingkrang kalau Steva yang pakai. Sedangkan kalau rok span yang kini Steva pakai, biasanya masih di bawah lutut Asha.
Steva dan Asha mulai melahap menu sarapan mereka, jam sudah menunjukan pukul 6:15 pagi, mereka harus segera berangkat ke rumah besar nan mewah tempat kerja Asha, apalagi ini hari Steva baru akan melamar.
"Aku udah kabarin kak Afnan tadi pagi, dia mendoakan semoga Kak Steva bisa keterima, dan bekerja di tempat yang sama denganku," Asha memasukkan lagi satu sendok nasi sambal ke dalam mulutnya setelah ia selesai mengatakan kalimatnya pada Steva.
"Aamiin!" jawab Steva atas doa yang Afnan panjatkan.
"Sha, kalau kamu di sana kerjanya sebagai apa? Kenapa nggak kamu saja yang jadi pelayan pribadi Tuan besar itu?" tanya Steva penasaran, mendengar gaji yang ditawarkan sedikit lebih besar dari pelayan rumah biasa. Apalagi pekerjaannya terbilang santai dari pada mengurus seisi rumah.
"Aduh,,, nggak sanggup aku, Kak. Nih ya, aku pernah siapin sepatu dia saat mau kerja, langsung kena semprot, ngeri banget Kak kalo Tuan besar itu sudah mode marah. Makanya Asha nangis sama kepala pelayan untuk beralih pekerjaan,"
"Semengerikan itu? Lah gimana nanti sama aku yang hanya orang baru, Sha? Jangan-jangan langsung digantung di pohon anggur!" seloroh Steva membayangkan keseraman calon Tuannya.
Asha terkekeh mendengar ungkapan Steva.
"Mana ada digantung di pohon anggur, ha ha ha...."
Steva tersenyum kecut menangapi Asha yang terpingkal.
"Enggak kok kak, sebenarnya yang bisa kerja sama Tuan besar itu hanya tentang kesiapan mental, sampai saat ini, Tuan besar itu tidak pernah memecat pekerjanya, para pekerja itu sendiri yang pada mengundurkan diri setelah merasa ia tidak sanggup. Yah, Kak Steva coba dulu saja lah, kalau dirasa itu terlalu berat, Yasudah tidak usah. Kak Steva bisa berhenti dan cari pekerjaan yang baru, Asha bakalan bantu," Ucap Asha panjang lebar menenangkan hati Steva, dan Steva mengangguk setuju.
Steva berdiri berhadapan dengan seorang laki-laki yang bertubuh tinggi nan tegap, dengan pakaian rapi serba hitam, hanya kemejanya satu-satunya lembaran kain yang berwarna putih.
Laki-laki itu mengamati penampilan Steva dari ujung kaki hingga ujung kepala, lalu dia mengangguk. Di sampingnya berdiri seorang wanita paruh baya yang Asha sempat sebutkan tadi sebagai kepala pelayan, biasa dipanggil Nyonya gulnora. Sedangkan laki-laki yang kini berdiri berhadapan dengan Steva adalah Pak Tan. Assisten pribadi Tuan besar.
"Berikan dia seragamnya, Ny. Gulnora! Dia akan bekerja mulai hari ini. Dan kau bisa jelaskan semua pekerjaannya sebelum ia menemui Tuan besar. Juga tentang gaji dan sistemnya. Oh ya, untuk seharian ini berikan dia training terlebih dulu, Tuan sudah siap saat ini, dia akan mulai bekerja nanti sore saat Tuan pulang dari kantor." ujar Pak Tan yang mendapat anggukan dari Ny. Gulnora dengan sopan. Dan pria yang dipanggil Pak Tan itu pun akhirnya melangkah pergi meninggalkan mereka.
"Pakai ini, gajimu akan dibayar diakhir bulan, jika kamu berhenti bekerja sebelum akhir bulan selesai, maka kamu tidak akan mendapat pesangon apapun, apa sudah jelas?" Nada suara Ny. Gulnora memang terdengar ketus, tapi wanita paruh baya itu sesungguhnya adalah wanita yang baik, hanya saja memang sangat tegas dan taat akan tugas serta perintah yang diberikan.
"Iya, Nyonya!" jawab Steva mengangguk.
"Apa masih ada pertanyaan tentang pekerjaanmu?" Ny. Gulnora kembali memastikan.
"Tidak, Nyonya!" jawab Steva yakin.
Steva cukup memahami pekerjaannya yang telah Ny. Gulnora jelaskan tadi. Ia harus datang jam 6 pagi, satu jam lebih awal dari para pekerja lain, karena pada jam itu Tuan besar bangun tidur, maka Steva harus menyiapkan seluruh kebutuhan mandinya, mulai dari air hangat, sabun, handuk dan peralatan mandi yang lain, lantas menyiapkan baju ganti yang akan Tuan besar kenakan, termasuk pakaian dalamnya, sepatu, dan membawakan sarapannya ke dalam kamar, untungnya Steva tak perlu memasak, karena sudah ada koki di rumah ini.
Dan pekerjaan serupa berulang saat sore hari ketika Tuan besar pulang dari kantor, Steva harus menyiapkan semuanya persis seperti yang ia lakukan di pagi hari tadi. Jam pulangnya lebih lambat dari Asha, yakni Steva harus pulang pada pukul 8 setelah Tuan besar makan malam. Selebihnya, seluruh waktu itu menjadi jam istirahat Steva, ia bebas mau melakukan apa saja, yang paling penting, ketika Tuan besar ada, dia sudah harus siap sedia.
Terdengar ringan, namun kenapa sampai saat ini begitu banyak yang memilih mengundurkan diri dan tidak sanggup? Pertanyaan itu yang selalu mengganggu pikiran Steva selama perjalannya menjalani training dari Ny. Gulnora sang kepala pelayan yang menunjukkan tata letak seluruh barang pribadi dan keadaan kamar Tuan besar.
"Kau bisa istirahat sekarang Steva," ujar Ny. Gulnora setelah menjelaskan semuanya pada Steva.
'Hah? Istirahat? Apa tidak salah? Aku kan belum bekerja?'
"Terserah mau apa saja, tapi aku sarankan, kau simpan tenagamu untuk melayani Tuan besar nanti saat dia pulang!"
'Glek.'
Ny. Gulnora melangkah pergi keluar dari kamar utama rumah. Meninggalkan Steva yang mematung dalam keheningan.
"Melayani? Udah kayak mau melayani apaan saja? Hiiihh...." Steva bergidik ngeri memikirkan hal-hal yang positif, plus plus maksudnya.
Steva memilih menemui Asha yang tengah menyetrika baju di ruang laundry. Ia pun membantu Asha dengan santai.
"Pekerjaan di sini dikerjakan dengan santai banget ya, Sha?" Steva sudah mengamati tindak tanduk semua orang yang bekerja tak begitu memforsir tenaga mereka. Terkesan santai.
"Iya, Kak Stev, makanya pada betah. Apalagi gajinya besar. Yang paling berat ya cuma jadi Pelayan pribadi Tuan besar," jawab Asha jujur.
"Bentar deh, aku tuh beneran nggak ngerti, yang berat itu apanya sih, Sha? Orang kerjanya malah santai banget, jam istirahatnya lebih banyak dari jam kerjanya,"
"Ya kak Stev rasain aja nanti sendiri, kalo Asha sih nggak sanggup, mana mukanya serem banget lagi, dia itu buta, tapi seakan tahu semua gerak gerik sekitarnya, udah gitu dia itu perfeksionis, kalau nggak sama persis seperti yang dia inginkan dia akan langsung marah, hiih,,,, pokoknya mengerikan," celoteh Asha yang pernah merasakan pada posisi itu.
Steva nampak berpikir sebelum akhirnya ia kembali bertanya.
"Tapi dia orangnya nggak mesum kan, Sha?"
"Hah?" Asha terbengong mendengar kalimat pertanyaan Steva.
"Emm? Enggak sih kak, selama ini setahu Asha dia itu justru sangat galak seperti monster," jawab Asha.
'Ok, berarti yang jadi masalahnya adalah karena dia buruk rupa, wajahnya rusak, galak, dan seorang yang buta namun seakan mengetahui semua yang ada di sekitarnya, sehingga terkesan mistis dan menyeramkan, gitu kali ya?'
"Nama Tuan besar siapa sih, Sha? Semua orang hanya memanggilnya Tuan besar tanpa ada yang menyebut namanya,"
"Dia tidak suka dipanggil dengan namanya, entahlah, kami juga tidak tahu, tapi Ny. Gulnora sudah memperingati kami untuk hanya memangilnya Tuan besar saja. Kalau nama aslinya sih Tuan Fabio Cannavaro Razolla. Katanya dulu dipanggil dengan Razz, sebelum akhirnya ia mengalami sebuah kecelakaan yang mengakibatkan wajahnya rusak dan matanya buta. Bahkan aku juga pernah dengar kalau dulu wajahnya itu sebenarnya sangat tampan, tapi satupun tak ada foto lamanya yang terpajang di rumah ini." jelas Asha panjang lebar sambil memaju mundurkan setrikaannya.
"Tuan Razz." lirih Steva termenung.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Yuli Ana
🤣🤣🤣
2023-01-19
0
Imas Maela
penasaran..
2022-12-09
0
chia99
masih nyimak 😃😃
2022-06-21
3