Setelah satu minggu mendapatkan perawatan dari Bi Narti, keadaan Larasati pun kini sudah berangsur baik.
Walaupun dia merasa tak nyaman kala sakit, walaupun dia merasa tak enak hati karena putranya Satria lebih banyak menghabiskan waktu dengan Bi Narti dan jugaaq Angga. Akan tetapi, ada hikmah di balik sakitnya Larasati, karena ternyata berat badannya kini berkurang sebanyak 10 kilo.
Namun, ada rasa takut kala Larasati akan diet kembali, dia takut jika dia akan kembali sakit. Saat sedang asyik bergelut dengan pikirannya, dia melihat Angga yang sedang duduk terpaku di teras rumah.
Angga terlihat seperti orang kebingungan, sesekali dia terlihat mengusap wajahnya dengan kasar.
Dari bibir tipisnya juga terdengar desahh pasrah, dia seperti sedang kalut. Larasati yang penasaran pun langsung menghampirinya, dia duduk tepat di samping Angga.
"Kamu sedang apa? Ini sudah malam, loh! Ngga tidur?" tanya Larasati.
Untuk sesaat Angga memalingkan wajahnya untuk menatap Larasati, namun kemudian dia kembali menatap gelapnya malam.
"Ngga bisa tidur, Kak. Mata aku kayanya susah banget biat diajak meremnya," kata Angga.
"Galau? Diputusin pacar?" tanya Larasati seraya terkekeh.
Angga terlihat tersenyum kecut, lalu dia pun kembali menatap Larasati.
"Aku memang sedang galau, Kak. Tapi bukan karna diputusin pacar, namun karena aku kehilangan pekerjaanku," sahut Angga.
"Kok bisa? Kenapa?" tanya Larasati.
Angga terlihat menengadahkan wajahnya, lalu dia menatap langit malam yang terlihat temaram, karena cahaya rembulan dan juga bintang.
"Bos' ku berniat menjual tokoh kuenya, karena dia akan membuka toko kue yang baru di kotak B. Dia akan ikut bersama suaminya, karena suaminya dipindah tugaskan ke sana," ucap Angga.
"Lalu?" tanya Larasati.
"Angga bingung, Kak. Kuliahku baru semester lima, masih banyak biaya yang harus dikeluarkan. Aku tidak mungkin membebankan semuanya kepada Ibu," ucap Angga.
"Memangnya berapa harga toko kue tersebut?" tanya Larasati.
"Bangunannya tidak terlalu besar, Kak. Namun sangat ramai, karena posisinya yang strategis," kata Angga.
"Yang aku tanyakan harganya berapa? Bukan masalah tempatnya," kata Larasati.
"Dia akan menjualnya seharga dua ratus lima puluh juta, Kak," jawab Angga.
"Kalau begitu besok Kakak ingin bertemu dengan pemilik toko kue tersebut," kata Larasati.
"Untuk apa?" tanya Angga terlihat kaget.
"Kakak ingin membeli toko kue tersebut, nanti kamu yang mengelolanya bersama dengan teman-teman kamu," kata Larasati.
"Memangnya Kakak punya uang?" tanya Angga dengan wajah berbinar.
"Tentu dong, kalau aku tidak punya uang aku tidak berani menanyakan harga toko kue tersebut," kata Larasati.
"Kakak benar," kata Angga.
"Sebelum ke rumah pemilik toko tersebut, besok antar Kakak ke toko perhiasan dulu. Kakak ingin menjual perhiasan-perhiasan milik Kakak," ucap Larasati.
"Jadi, Kakak mau membeli toko kue tersebut dengan uang hasil penjualan perhiasan?" tanya Angga.
"Iya, itu akan lebih baik. Dari pada perhiasan Kakak tidak pernah digunakan, lagian kalau dipakai modal pasti akan menghasilkan. Kalau Kakak simpan saja, perhiasan Kakak tidak akan beranak," ucap Larasati seraya terkekeh.
"Kakak lucu," ucap Angga saya tertawa.
Larasati pun ikut tertawa, dia merasa keputusannya untuk menjual perhiasannya adalah hal yang tepat.
Karena, jika dipakai modal untuk usaha maka akan menghasilkan dan dia bisa memakai hasil dari untung penjualan kue tersebut untuk kehidupan sehari-harinya.
Larasati pun mulai memikirkan untuk menyewa rumah, agar tak merepotkan Bi Narti dan juga Angga.
"Ehm, Kak. Maaf banget nih, jangan tersinggung ya?" kata Angga ragu.
"Ada apa?" tanya Angga.
"Bagaimana kalau Kakak juga ikut mengelola toko kuenya, biar Kakak punya kegiata. Siapa tahu kalau Kaka sering bergerak bisa membuat tubuh Kakak kembali langsing," kata Angga.
Untuk sesaat Larasati terlihat berpikir, namun beberapa detik kemudian dia pun tersenyum hangat pada Angga.
"Kamu benar, aku harus menyibukkan diri. selain agar bisa menurunkan berat badan, aku juga jadi mempunyai kegiatan. Supaya aku tidak terlalu banyak melamun, tapi... bagaimana dengan satria?" tanya Larasati.
"Kita minta Ibu buat jaga Satria, jadi ibu tak perlu repot jualan sayur lagi kepasar. Cukup mengasuh Satria saja," usul Angga.
"Ide yang bagus," kata Larasati.
...****************...
Sesuai dengan yang sudah Larasati dengan Angga rencanakan, setelah sarapan Larasati meminta Angga untuk mengantarnya menuju pusat kota.
Dia ingin menjual perhiasan emas dan juga berlian milikinya, dia sudah bertekad ingin menjalani usaha barunya bersama dengan Angga.
Sudah pasti Bi Narti pun ikut terlibat, dia sudah setuju akan mengasuh putra Larasati, Satria.
Tentunya, di toko kuenya nanti Larasati akan membuatkan satu kamar khusus untuk buah hatinya.
Karena dia tak mau meninggalkan buah hatinya di rumah berdua saja dengan Bi Narti, hal itu dia lakukan bukan karena dia tak percaya kepada Bi Narti.
Namun, dia ingin putranya menjadi penyemangat untuk dirinya. Karena dengan menatap wajah tampan putranya, bisa membuat mood Larasati berubah baik.
Awalnya dia ingin menyewa rumah, namun menurutnya lebih baik dia membuat kamar saja di toko kue yang akan dikelola nanti.
"Bunda pergi dulu ya, Sayang." Larasati terlihat mengecup pipi gembil Satria.
Bayi berusia 2 bulan itu terlihat menggeliatkan tubuhnya, lalu dia terlihat mengembangkan senyumnya.
Dia seolah memberikan kekuatan kepada Bundanya.
"Hati-hati di jalan," ucap Bi Narti seraya mengelus lembut tangan Larasati.
"Iya, Bi. Titip Satria, maaf karena aku selalu merepotkan," ucap Larasati.
"Tidak, Laras. Kamu tidak pernah merepotkan Bibi, karena kamu sudah seperti anak Bibi sendiri," ucap Bi Narti tulus.
Setelah berpamitan kepada Bi Narti, Larasati dan juga Angga langsung pergi menuju pusat kota dengan menaiki sepeda motor milik Angga.
Saat mereka pergi, banyak warga yang menggunjing dirinya. Namun, Larasati mencoba untuk menutup telinganya.
"Si Angga bawa gembolan segede gaban, nggak takut apa kalau ban motornya nanti kempes," ucap si A.
"Eh, itu buntelan lemak kenapa ikut naik motor? Nggak kasihan nanti kalau motor si Angga rusak," kata si B.
"Waduh! Karung beras ikut naek motor, gelinding baru nyaho," kata si C.
Banyak lagi gunjingan yang dilontarkan oleh para tetangga julid netizen +62 yang selalu merasa maha benar.
Namun, Larasati seolah tak mengindahkannya, dia berpura-pura tak mendengar karena tak ingin mencari keributan dengan siapa pun juga.
Sampai di toko perhiasan terbesar di pusat kota, Larasati pun langsung menjual semua perhiasan yang dia punya.
Dari mulai emas murni, emas biasa, berlian, sampai dengan emas batangan yang dia punya.
Pemilik toko perhiasan tersebut sampai geleng-geleng kepala melihat Larasatu, Larasati sudah seperti seorang perampok yang menyerahkan hasil rampokannya yang sangat banyak.
Dia menyerahkan tas tersebut kepada pemilik toko yang isinya semuanya perhiasan.
"Ini banyak sekali, Nyonya. Apa Nyonya yakin mau dijual semua?" tanya pemilik toko tersebut.
"Tentu, Tuan. Aku ingin membeli toko kue untuk aku usaha, aku butuh uang yang banyak," ucap Larasati jujur.
Angga terlihat tersenyum saat melihat kegigihan Larasati, dia merasa senang karena Larasati bisa langsung bangun dari keterpurukannya.
"Kalau begitu tunggu sebentar, saya akan cek keaslian dari perhiasan anda dulu. Saya juga akan timbang barat semua perhiasannya," ucap pemilik toko tersebut.
"Ya, silahkan saja," ucapnya.
Angga dan Larasati terlihat duduk di bangku tunggu, sedangkan pemilik toko tersebut langsung mengecek keaslian perhiasan milik Larasati.
Setengah jam kemudian, pemilik toko tersebut pun langsung datang menghampiri Larasati dan juga angga
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 277 Episodes
Comments
antha mom
segendut apa sich kog sampai dikatai si Laras buntelan lemak
2022-10-11
1
ℤℍ𝔼𝔼💜N⃟ʲᵃᵃ࿐ⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈
jgn smpe di sangka perampok aja bawa emas dan berlian 1 tas🤣🤣🤣
2022-09-06
1
❤️⃟Wᵃf🍁Ꮮιͣҽᷠαͥnᷝαͣ❣️🌻͜͡ᴀs
nanti kalo udh berhasil nah bisa ga tuh warga yg banyak b***t ngoceh lagi🤣🤣
2022-09-06
0