Pukul lima pagi, Larasati dan Bi Narti sampai di sebuah terminal bus di kampung halaman Bi Narti.
Seorang pemuda berusia sembilan belas tahun sudah menunggu di sana, dia terlihat duduk sambil memangku dagunya dengan kedua tangannya.
Melihat kedatangan Bi Narti dan Larasati, dia langsung bangun dan berlari.
"Ibu! Angga kangen," kata Angga.
Angga terlihat menubrukkan tubuhnya ke tubuh Bi Narti, Bi Narti terlihat tersenyum sambil mengelus lembut punggung Angga.
"Ibu juga kangen sama kamu," ucap Bi Narti.
"Angga apa lagi, kangennya ngga ketulungan. Ibu sudah lama nggak pulang, Angga kangen banget," kata Angga.
"Iya, Ibu tahu. Terus kenapa jemput? Kan sudah Ibu bilang kamu nggak usah jemput, nanti Ibu naik angkutan umum saja. Kenapa kamu jemput juga? Pasti kamu masih ngantuk," ucap Bi Narti.
"Nggak apa-apa, Bu. Ngantuk juga Angga rela, yang penting bisa cepat ketemu ibu," ucap Angga dengan sorot mata penuh rindu.
Tak lama kemudian Bi Narti pun melerai pelukannya, Bi Narti lalu mengenalkan Angga kepada Larasati.
"Nak, kenalin. Ini majikan Ibu selama bekerja di Jakarta," ucap Bi Narti.
Untuk sesaat Angga memindai penampilan Larasati, badan Larasati terlihat begitu besar di mata Angga.
Karena memang Angga mempunyai badan yang kecil, namun badannya sangat tinggi.
"Loh, kok Ibu pulang sama majikan Ibu? Kenapa?" tanya Angga.
Angga seperti mencurigai kedatangan Larasati ke kampungnya karena diusir, dia bisa melihat hal itu dari koper yang dia bawa.
Bi Narti pun tahu apa arti dari pandangan Angga terhadap mantan majikan tersebut, namun tidak mungkin bukan jika dia mengatakan kalau Larasati telah dikhianati dan diusir oleh suaminya sendiri.
"Beliau ingin berlibur di kampung kita, Nak," ucap Bu Narti beralasan.
"Oh," jawab Angga dengan mengangguk-anggukan kepalanya.
Sebenarnya Angga tidak merasa percaya dengan apa yang diucapkan oleh Ibunya, namun dia tak berani menyanggahnya.
"Ya sudah, kalau begitu kita pulang sekarang," ajak Bi Narti.
"Ya, Ibu benar. Ibu pasti sangat capek setelah semalaman naik bis," ucap angga seraya menuntun Ibunya. "Ayo, Bu. Biar aku aku yang bonceng," ajak Angga.
"Tunggu dulu, Ibu mau mencari kendaraan untuk Laras," kata Bi Narti.
Mendengar Ibunya memanggil nama bosnya dengan sebutan nama saja, Angga pun menjadi bertanya-tanya.
"Loh, kok manggilnya nggak pakai Ibu atau Nyonya? Kenapa? Panggil namanya saja kan ngga sopan," ucap Angga.
"Nggak apa-apa, Sayang. Larasati sudah Ibu anggap sebagai putri Ibu sendiri," ucap Bi Narti.
"Baiklah, terserah apa pun kata Ibu," ucap Angga.
Setelah Angga menimang-nimang tak mungkin jika dia memesankan ojek untuk Larasati, karena tubuh Larasati terlihat besar.
Dia juga membawa dua koper besar bersama dengan seorang putra di dalam gendongannya. Akhirnya Angga pun memutuskan untuk memesan taksi online untuk Larasati.
"Naik taksi online saja, ya?" tanya Angga.
"Iya, itu lebih baik." Bi Narti terlihat mengusap lengan putranya.
Setelah mendapatkan persetujuan dari Ibunya, Angga pun langsung mengambil ponselnya dan memesankan taksi online untuk Larasati.
Tak lama kemudian taksi online pun datang, Angga langsung menghampiri Larasati.
"Nyonya, saya sudah memesankan taksi online untuk anda. Anda' kan orang kaya, bayarnya sendiri ya?" ucap Angga seraya nyengir kuda.
Larasati langsung tersenyum saat mendengar ucapan dari Angga, ternyata anak Bi Narti itu sangat lucu tingkahnya.
"Ya, Angga. Nanti saya bayar sendiri uang taksinya, terima kasih," kata Larasati.
"Sama-sama, Nyonya. Saya duluan ya, Nya," kata Angga.
Setelah mengatakan hal itu, Angga pun segera pergi menuju rumahnya dengan membonceng Ibunya. Sedangkan Larasati menaiki mobil online yang sudah dipesan oleh Angga.
Setengah jam kemudian, mereka pun sampai di depan rumah sederhana milik Bi Narti. Suasananya terlihat sangat asri dan menenangkan.
Walaupun rumahnya terlihat sederhana, namun terasa sangat nyaman dan juga udaranya terasa sangat segar.
Banyak bunga-bunga yang ditanam di halaman rumah Bi Narti, di sekelilingnya juga masih banyak pepohonan.
Jarak dari satu rumah ke rumah lainnya juga masih sangat jauh, untuk sesaat Larasati terlihat menghirup napas banyak-banyak, seakan dia mengisi paru-parunya dengan oksigen agar terasa lebih segar.
Melihat kelakuan Larasati, Angga langsung tersenyum seraya menggelengkan kepalanya.
"Masuk, Nya. Kasihan anaknya, nanti sakit kalau terlalu lama di luar," kata Angga.
"Terima kasih, Angga. Tapi, kalau bisa kamu jangan panggil saya Nyonya. Panggil saya kakak saja," ucap Larasati.
Mendengar permintaan Larasati, Angga terlihat mengatupkan mulutnya menahan tawa. Menurutnya panggilan Kakak itu tidak pantas untuk Larasati, dia lebih pantas dipanggil tante.
Namun, karena dia tak ingin mengecewakan Larasati. Dia pun menuruti keinginannya.
"Baiklah, Kakak. Kalau begitu mari masuk," ajak Angga sekali lagi.
Larasati lalu tersenyum, kemudian dia pun masuk ke dalam rumah Bi Narti beriringan dengan sang pemilik rumah.
Angga dengan setia mengekori kedua perempuan berbeda generasi tersebut, tiba di dalam rumah Bi Narti langsung mengajak Larasati menuju kamar tamu.
"Istirahatlah dulu, Laras. Kamu pasti cape, Bibi akan membuatkan teh hangat untukmu," ucap Bi Narti.
"Terima kasih, Bi. Terima kasih untuk semuanya dan maaf, karena aku hanya bisa merepotkan," ucap Larasati.
"Tidak apa-apa, sekarang Istirahatlah terlebih dahulu," kata Bi Narti.
"Iya, Bi," jawab Larasati.
Setelah mengucapkan hal itu, Bi Narti pun langsung melangkahkan kakinya menuju dapur, di dapur terlihat Angga sudah duduk sambil menunggu kedatangan Ibunya.
"Bu, Angga boleh nanya engga?" tanya Angga.
"Nanya apa?" tanya Bi Narti
"Itu, bosnya ibu itu usianya berapa sih, Bu? Kok maunya dipanggil Kakak?" tanya Angga.
Mendengar pertanyaan dari putranya, Bi Narti nampak tersenyum. Lalu, dia pun duduk tepat di samping putranya.
"Laras itu masih muda, usianya baru dua puluh lima tahun. Namun karena badannya yang sangat besar, hal itu membuat dirinya terlihat lebih tua," kata Bi Narti
Angga terlihat mengangguk-anggukan kepalanya, dia sudah mulai paham sekarang.
"Kamu tahu, sebenarnya dulu dia sangat cantik. Badannya ramping dan bodinya sangat bagus. Namun karena saat hamil dia harus bedrest, badannya pun langsung membengkak," jelas Bu Narti.
"Kasihan sekali dia," ucap Angga.
"Tapi, Bu. Aku nggak percaya kalau dia ke sini hanya untuk berlibur saja," ucap Angga.
Mendengar ucapan putranya, Bi Narti terlihat menghela napas panjang. Lalu, menghembuskannya secara perlahan.
Akhirnya Bi Narti pun menceritakan kejadian yang menimpa Larasati, Bi Narti menceritakan semuanya tanpa ada yang ditutup-tutupi.
Angga terlihat kesal sekali saat mendengarnya, antara kasihan, marah dan juga tak habis pikir karena ternyata di dunia ini ada lelaki yang begitu kejam terhadap perempuan.
Menurutnya lelaki itu harus mengayomi perempuan, menyayangi dan mengasihi juga melindungi. Bukan seperti Yudha, mantan suaminya Larasati.
Bisanya hanya menyakiti dan meraup harta milik Larasati, di mana letak harga diri sebagai lelaki, pikirnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 277 Episodes
Comments
fitriani
noh yudha belajar tuh dr angga dy taw kl perempuan itu jarus d ayomi bukan d kuras hartanya... gak malu apa sm anak kecil
2022-10-13
1
ℤℍ𝔼𝔼💜N⃟ʲᵃᵃ࿐ⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈
bener Angga,, laki2 harus mengayomi melindungi dan menjaga wanita nya,, harus bertangung jawab.. kelakuan Yudha itu sangat Big No..
2022-09-06
1
❤️⃟Wᵃf🍁Ꮮιͣҽᷠαͥnᷝαͣ❣️🌻͜͡ᴀs
lah jangan kan angga aku yg baca aja rasa pe gampol tuk lakik modal gondal gandul aja sok 🤣🤣
2022-09-06
0