Bab 2. Pingsan

Biru masuk ke dalam lift yang tidak terlalu penuh itu, karena bukan jam sibuk sebagian para karyawan sedang berada di ruangan nya. Ia memencet angka 10, kemudian menunggu sebentar hingga akhirnya sampai di lantai 10. Biru keluar dari lift dan langsung menghampiri Siska sekertaris pak Raon. "Assalamu'alaikum Teh, Pak Raonnya ada?" Biru menyapa Siska terlebih dahulu lalu menanyakan Raon dengan senyum lebarnya. Hatinya mulai tidak tenang, dadanya sangat berdebar karena ini pertama kalinya ia naik ke lantai keramat.

"Waalaikum salam, Biru ya?" Siska menjawab salam Biru sambil menanyakan kebenaran. Biru mengangguk mengiyakan. "Silahkan langsung masuk saja, Pak Raon sudah menunggu," ujar Siska memberitahu, dengan ramah mempersilakan Biru.

Biru mengangguk sambil tersenyum. "Terima kasih Teh," ucap Biru kemudian berjalan ke arah pintu yang terlihat menghitam, aura kegelapan mulai terasa, dengan pelan Biru mengetuk pintu. Terdengar dari dalam Raon mempersilakan. "Masuk!"

Mendengar itu, Biru cepat-cepat masuk karena tidak mau membuat Raon menunggu lama. "Assalamualaikum." Biru mengucapkan salam saat masuk ke ruangan Raon. Raon menoleh merasa aneh karena biasanya tidak ada yang mengucapkan salam terlebih dahulu saat masuk ruangannya.

"Apa kau Biru?" Tanya Raon, ia berdiri dari duduknya. Biru mengangguk mengiyakan, tangannya mulai berkeringat menahan takut juga menahan lapar, ia teringat tadi siang melewatkan makan siang karena terlalu fokus pada pekerjaannya yang harus segera di selesaikan. "Mana saya lihat." Raon menengadahkan tangannya meminta Biru segera menyerahkan amplop coklat ke tangannya.

Biru yang tahu dari teman-temannya bahwa Raon seorang bos yang tidak sabaran pun segera ia serahkan. Setelah Raon menerimanya, ia bersiap pamit dengan membungkukkan badannya. Namun, langsung di cegah dengan suara Raon yang berat. "Mau kemana kamu?"

Biru terperanjat saat mendengar suara berat Raon yang bertanya, tetapi seperti membentak. 'Aduh pak ampun saya lapar pengen makan,' jerit Biru dalam hati.

"Saya belum selesai, main pergi saja!" Raon mengomel dengan mata yang masih fokus pada kertas-kertas di tangannya, yang berisi gambar-gambar. "Duduk!" Raon menyuruh Biru duduk di kursi depan meja kerjanya dan Raon duduk di seberangnya.

"I-iya Pak." Dengan takut-takut Biru duduk. Sementara Raon bersiap memasukan flashdisk pada CPU komputer, setelah tersambung dengan komputer Raon melihat-lihat file lalu bertanya, "apa nama file nya?"

"Putri dan Pangeran katak Pak." Dengan suara lemah Biru menjawab, ia sudah merasa lemas dan tubuhnya mulai berkeringat antara takut dan lapar bercampur menjadi satu.

Mendengar suara Biru yang lemah Raon memalingkan wajah melihat ke arah Biru. Ia nampak terkejut melihat wajah Biru yang pucat. "Apa kamu sakit?" Tanya Raon dengan acuh tak acuh.

Biru tahu itu hanya formalitas. Ia menggelengkan kepalanya. "Tidak pak."

Raon mengangguk. "Ya sudah." Ia kembali fokus pada layar monitor komputer dan membuka file yang bernama Putri dan Pangeran katak. Raon masih memperhatikan layar monitor yang sedang menampilkan video animasi Putri dan Pangeran katak, "apa kamu yang membuat ilustrasi ini?" Tanya Raon tanpa menatap ke arah Biru, perhatiannya masih fokus pada video yang sedang di putar.

"Iya Pak." Mendengar pengakuan Biru, Raon langsung memalingkan wajahnya melihat Biru antara percaya dan tidak percaya. "Kalau begitu kerjakan secepatnya! Saya tidak ingin kejadian seperti tadi terulang lagi."

Biru nampak kaget dengan ucapan Raon yang keras seperti membentak, di kepalkan tangannya agar tidak menangis namun pandangannya mulai memudar, Biru malah pingsan karena kelaparan. Melihat kepala Biru yang tiba-tiba terkulai lemas di atas meja kerjanya Raon kaget. 'Kenapa dengan orang ini?' tanya Raon dalam hati memperhatikan Biru.

Setelah merasa yakin bahwa Biru hanya pingsan, akhirnya Raon menggendong Biru dan menaruhnya di sofa. "Masa cuman di bentak segini aja udah pingsan, badannya kecil tapi kok berat." Raon menggerutu tetapi tetap merawat Biru. Raon buka sepatu Biru lalu meraih gagang telepon dan menghubungi Ammar yang berada di ruangannya menyuruh Ammar untuk membawakan kayu putih keruangannya.

***

"Ini Pak." Ammar menyerahkan kayu putih yang ia bawa kepada Raon. Raon menerimanya kemudian berjalan ke arah sofa di ikuti Ammar. Ammar yang baru menyadari kehadiran gadis yang terbaring di sofa memelototkan matanya. "Bapak, apa yang sudah Bapak lakukan?" Ammar tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya dan memilih langsung bertanya dengan nada sedikit tinggi.

"Berisik! saya tidak melakukan apa-apa kepadanya, tiba-tiba dia langsung pingsan saat saya berbicara," ujar Raon dengan wajah datarnya. 'Pak itu pasti karena Bapak berbicara dengan suara keras,' ujar Ammar dalam hati.

Raon membuka tutup kayu putihnya dan bersiap akan di sodorkan pada hidung Biru. Namun, di cegah Ammar. "Biar saya saja Pak." Ammar menawarkan diri membantu Raon. "Tidak perlu, kau pergi lah kerjakan tugasmu." Raon malah mengusir Ammar sekarang.

Tidak banyak kata atau suara yang keluar dari mulut Ammar, ia memilih menurut dengan apa yang di sampaikan Raon, dari pada kena amukan Raon lebih baik pergi. Itu pikir Ammar. Ammar pun meninggalkan bosnya yang seorang duda beranak dua dengan seorang gadis yang terlihat sangat polos.

Ammar mencoba mengerjakan tugasnya namun tidak fokus dan berakhir dengan tidak mengerjakan apapun, pikirannya tertinggal di ruangan Raon si bos songong. "Tidak biasanya Pak Raon bersikap peduli pada sesama manusia, apalagi ini karyawan yang masih training," gumam Ammar sambil menengadahkan kepalanya ke atas dengan bersandar di sandaran kursi.

***

Sementara di ruangan Raon, setelah beberapa saat menunggu akhirnya Biru sadar juga. Biru membuka mata perlahan dan memperhatikan kesekeliling, betapa terkejutnya ia saat netranya menangkap Raon yang juga sedang menatapnya dengan pandangan yang sulit di artikan. Biru beranjak dari tidurnya dan berdiri, refleks Raon mundur saat Biru berdiri.

"Maaf Pak," ucap Biru sambil menundukan kepalanya dalam-dalam. Raon hanya mengangguk dan mempersilahkan Biru pergi dengan isyarat tubuhnya. Ia tidakmengucapkan sepatah kata pun.

Saat biru berjalan melewati Raon tiba-tiba perutnya berbunyi. Ia semakin menundukan kepalanya karena merasa malu, perutnya tidak dapat di ajak kompromi, ia memilih langsung pergi dengan sedikit berlari dari ruangan Raon tanpa mengucapkan terima kasih. Raon tersenyum melihat tingkah Biru. 'Oh jadi dia pingsan karena lapar,' ujar Raon dalam hati.

🌻

"Biru kok lama, ada masalah apa?" tanya Farrah yang sudah menunggu Biru dari tadi, Gia dan Nafisa langsung berdiri saat Biru masuk, Gani terlihat cemas. Mereka berpikir Biru di marahi karena pekerjaan mereka lelet di tambah Biru yang kembali sangat lama.

"Gak kok Bu, semuanya aman terkendali," jawab Biru sambil tersenyum lebar kemudian masuk ke kubikelnya. "Mbak Gia punya camilan gak? perut ku lapar," ujar Biru sambil mengusap-usap perutnya.

Gia yang sudah biasa membawa camilan ke kantor pun megaku punya. "Ada, Bi. Ini roti putih mau?" Ujar Gia sambil merogoh tasnya, tas Gia bagai kantong Doraemon selalu ada jika teman-teman nya butuh. "Mau Mbak, aku benar-benar lapar ini," ujar Biru yang masih setia memegang perutnya.

Gia pun menghampiri Biru yang ada di kubikel nya lalu menyerahkan roti pada Biru. "Ini lumayan buat pengganjal." Biru menerimanya dengan senang hati. "Terima kasih ya, Mbak. Semoga rezekinya lancar ya Mbak," ujar Biru dengan senyum yang selalu menghiasi wajahnya. Dengan cepat Biru membuka bungkus roti nya, "bismillahirrahmanirrahim." Setelah itu, di makannya roti dengan tergesa. Rasa lapar di perut Biru sedikit berkurang karena roti mulai masuk ke dalam perutnya.

"Lapar apa doyan?" Tanya Nafisa saat melihat Biru makan dengan tergesa. Biru mengangguk dengan mulut penuh roti. Ia tidak menceritakan kejadian saat ia pingsan di ruangan Raon karena lapar. Itu terlalu memalukan.

🌻

Terimakasih sudah mampir di ceritaku... mohon dukungannya dengan tekan like, love, komen, vote dan hadiah.

Terpopuler

Comments

delissaa

delissaa

lucu namanya 🤗 udh aq siram ya kembang nya 😊

2022-03-31

0

ⓔⓇⓙⓐ 🌸

ⓔⓇⓙⓐ 🌸

sy mampir...salam kenal othor...

2022-02-25

2

Siti Ashari

Siti Ashari

sprti nya seru

2022-02-23

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Ilustrasi
2 Bab 2. Pingsan
3 Bab 3. Bakso
4 Bab 4. Pulang kampung
5 Bab 5. Sapi dan domba
6 Bab 6. Main ke rumah teteh Biru
7 Bab 7. Sudah pantas memiliki anak
8 Bab 8. Mata Biru yang bersinar
9 Bab 9. Bertemu tanpa sengaja
10 Bab 10. Di antar pak bos!
11 Bab 11. Kecelakaan waktu itu
12 Bab 12. Erina kabur
13 Bab 13. Mengantar anak bos
14 Bab 14. Menurunkan sifat
15 Bab 15. Keroyokan
16 Bab 16. Lamaran dadakan
17 Bab 17. Perang adu mulut
18 Bab 18. Mengambil keputusan
19 Bab 19. Keputusan besar
20 Bab 20. Pulang
21 Bab 21. Berkumpul
22 Bab 22. Basah kuyup
23 Bab 23. Tempat favorit
24 Bab 24. Sah!
25 Bab 25. Tendangan
26 Bab 26. Pesan
27 Bab 27. Galak
28 Bab 28. Mengundurkan diri
29 Bab 29. Sakit
30 Bab 30. Pagi yang mengejutkan
31 Bab 31. Nyeri pinggang
32 Bab 32. Bosan
33 Bab 33. Ciuman pertama
34 Bab 34. Piknik
35 Bab 35. Semilir angin
36 Bab 36. Bercermin
37 Bab 37. Bukan anak kandung
38 Bab 38. Bercampur menjadi satu
39 Bab 39. Ombak yang menerjang
40 Bab 40. Mengumumkan
41 Bab 41. Mendaki
42 Bab 42. Salah sangka
43 Bab 43. Tergelincir
44 Bab 44. Cuci darah
45 Bab 45. Meledak-ledak
46 Bab. 46. Izin ke rumah sakit
47 Bab 47. Terbelah
48 Bab 48. Saling berpelukan
49 Bab 49. Sangkar bermasalah
50 Bab 50. Time zone
51 Bab 51. Butuh belaian
52 Bab 52. Gambar besar
53 Bab 53. Artis lebay
54 Bab 54. Erina tahu
55 Bab 55. Juri menghilang
56 Bab 56. Menagih janji
57 Bab 57. Kronologi sebenarnya
58 Bab 58. I love you
59 Bab 59. Tragedi pingsan
60 Bab 60. Terkilir
61 Bab 61. Curiga
62 Bab 62. Bertemu idola
63 Bab 63. Aldo Barreto
64 Bab 64. Tidak ingin semakin kacau
65 Bab 65. Ungkapan hati
66 Bab 66. Tumis
67 Bab 67. Ice skating
68 Bab 68. Raon demam
69 Bab 69. Belanja
70 Bab 70. Manja
71 Bab 71. Kandungan
72 Bab 72. Menelepon bunda
73 Bab 73. Rasa bersalah
74 Bab 74. Di gugurkan?
75 Bab 75. Assalamualaikum anak papa
76 Bab 76. Memaafkan
77 Bab 77. Di larang
78 Bab 78. Menemani sang istri cuci darah
79 Bab 79. Suami posesif
80 Bab 80. Over
81 Bab 81. Pamali
82 Bab 82. Cara lain?
83 Bab 83. 4 bulanan
84 Bab 84. Membeli pakaian bayi
85 Bab 85. Belum diberikan nama
86 Bab 86. Alfie Al kafeel
87 Bab 87. Akhirnya bahagia
Episodes

Updated 87 Episodes

1
Bab 1. Ilustrasi
2
Bab 2. Pingsan
3
Bab 3. Bakso
4
Bab 4. Pulang kampung
5
Bab 5. Sapi dan domba
6
Bab 6. Main ke rumah teteh Biru
7
Bab 7. Sudah pantas memiliki anak
8
Bab 8. Mata Biru yang bersinar
9
Bab 9. Bertemu tanpa sengaja
10
Bab 10. Di antar pak bos!
11
Bab 11. Kecelakaan waktu itu
12
Bab 12. Erina kabur
13
Bab 13. Mengantar anak bos
14
Bab 14. Menurunkan sifat
15
Bab 15. Keroyokan
16
Bab 16. Lamaran dadakan
17
Bab 17. Perang adu mulut
18
Bab 18. Mengambil keputusan
19
Bab 19. Keputusan besar
20
Bab 20. Pulang
21
Bab 21. Berkumpul
22
Bab 22. Basah kuyup
23
Bab 23. Tempat favorit
24
Bab 24. Sah!
25
Bab 25. Tendangan
26
Bab 26. Pesan
27
Bab 27. Galak
28
Bab 28. Mengundurkan diri
29
Bab 29. Sakit
30
Bab 30. Pagi yang mengejutkan
31
Bab 31. Nyeri pinggang
32
Bab 32. Bosan
33
Bab 33. Ciuman pertama
34
Bab 34. Piknik
35
Bab 35. Semilir angin
36
Bab 36. Bercermin
37
Bab 37. Bukan anak kandung
38
Bab 38. Bercampur menjadi satu
39
Bab 39. Ombak yang menerjang
40
Bab 40. Mengumumkan
41
Bab 41. Mendaki
42
Bab 42. Salah sangka
43
Bab 43. Tergelincir
44
Bab 44. Cuci darah
45
Bab 45. Meledak-ledak
46
Bab. 46. Izin ke rumah sakit
47
Bab 47. Terbelah
48
Bab 48. Saling berpelukan
49
Bab 49. Sangkar bermasalah
50
Bab 50. Time zone
51
Bab 51. Butuh belaian
52
Bab 52. Gambar besar
53
Bab 53. Artis lebay
54
Bab 54. Erina tahu
55
Bab 55. Juri menghilang
56
Bab 56. Menagih janji
57
Bab 57. Kronologi sebenarnya
58
Bab 58. I love you
59
Bab 59. Tragedi pingsan
60
Bab 60. Terkilir
61
Bab 61. Curiga
62
Bab 62. Bertemu idola
63
Bab 63. Aldo Barreto
64
Bab 64. Tidak ingin semakin kacau
65
Bab 65. Ungkapan hati
66
Bab 66. Tumis
67
Bab 67. Ice skating
68
Bab 68. Raon demam
69
Bab 69. Belanja
70
Bab 70. Manja
71
Bab 71. Kandungan
72
Bab 72. Menelepon bunda
73
Bab 73. Rasa bersalah
74
Bab 74. Di gugurkan?
75
Bab 75. Assalamualaikum anak papa
76
Bab 76. Memaafkan
77
Bab 77. Di larang
78
Bab 78. Menemani sang istri cuci darah
79
Bab 79. Suami posesif
80
Bab 80. Over
81
Bab 81. Pamali
82
Bab 82. Cara lain?
83
Bab 83. 4 bulanan
84
Bab 84. Membeli pakaian bayi
85
Bab 85. Belum diberikan nama
86
Bab 86. Alfie Al kafeel
87
Bab 87. Akhirnya bahagia

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!