Bab 3 : Terbuang

Bab 3

Ketiga orang itu menyekap Shanum di kursi belakang. Teriakannya seolah tenggelam karena mulutnya dibungkam dengan lakban. Tangan dan kaki juga diikat tali ke tubuhnya. membuatnya sulit untuk memberontak.

Meski begitu Shanum tetap tak menyerah. Ia guncang-guncangkan tubuhnya hingga membuat sopir kewalahan sehingga mobil itupun oleng dan hampir menabrak pohon di tepi jalan.

Si supir pun menjadi murka. Ia memberhentikan mobilnya hendak menyeret Shanum keluar. Namun karena tubuh Shanum berat, Ia hanya bisa menyeret lalu mendorong tubuh Shanum hingga terguling seperti bola.

Si supir melepas tali di kaki Shanum untuk menyiksa kakinya dengan golok yang ia pegang.

Melihat ada kesempatan, Shanum berdiri lalu mendorong orang itu dengan tubuh besarnya sampai orang itu tersungkur kebelakang. Saat kedua penjahat menolong temannya, Shanum langsung berlari masuk ke hutan menjauh dari ketiga orang jahat tadi.

Shanum terus berlari dengan sangat ketakutan. Ia tak perduli kondisi hutan yang sudah sangat gelap. sampai ia tak tahu ada turunan terjal didepannya.

"AAAAAKKHHHH.... KAKEEEEKK!!!"

Tubuh Shanum terguling sampai ke dasar lembah. Tubuhnya terhenti setelah terbentur pohon cemara didepannya. Kerasnya benturan membuat Shanum pingsan.

Begitu lama Shanum pingsan tanpa ada yang menolongnya. Saat Matahari baru terbit, ada tiga Anjing hutan yang mulai mendekatinya. Seperti mencium adanya bangkai untuk santapan mereka. Saat salah satu anjing itu mulai menjilati kaki Shanum yang berdarah. Tiba-tiba sebongkah kayu terlempar mengenai kepala anjing itu. Ketiga anjing itu menggonggong keras untuk melawan. Namun lemparan kayu bertubi-tubi kearah ketiga anjing mampu mengusir mereka untuk menjauh.

Petani yang melempar kayu tadi lalu mendekati tubuh Shanum. Ia ingin memastikan Shanum masih hidup atau tidak. Mengetahui nadinya masih berdenyut, petani tadi lalu mencoba membangunkan Shanum.

Shanum mulai tersadar meskipun kepalanya masih terasa berat. Ia lalu ditolong petani itu untuk turun kedesanya. begitu sampai ditepi jalan raya, Shanum melihat mobil orang suruhan Erika melintas didepannya.

Shanum panik. Ia ketakutan dan mencoba bersembunyi dengan masuk kedalam bak sebuah truk disampingnya. Shanum duduk sambil melipat kakinya merasa semua badannya bergetar karena ketakutan.

Petani yang menolong Shanum tadi memanggil-manggil mencari keberadaan Shanum. Namun truk yang dimenjadi tempat persembunyian Shanum tiba-tiba bergerak maju dan mulai berjalan.

Shanum tak dapat berpikir apapun sekarang. Baginya yang terpenting adalah lolos dari para penjahat yang berniat membunuhnya.

Cukup lama truk itu berjalan hingga matahari terasa sangat terik. Truk itu lalu berhenti dipasar yang terletak ditengah kota. Sopir truk yang hendak menurunkan muatan itu lalu membangunkan

Shanum tak dapat berpikir apapun sekarang. Baginya yang terpenting adalah lolos dari para penjahat yang berniat membunuhnya.

Cukup lama truk itu berjalan hingga matahari terasa sangat terik. Truk itu lalu berhenti dipasar yang terletak ditengah kota. Sopir truk yang hendak menurunkan muatan itu lalu membangunkan Shanum.

“Teteh, Bangun teh. Nuhun, saya mau nurunkan barang dulu teh.” Shanum mengerjap matanya yang terkena silau pancaran Matahari siang ini. Ia mulai merasa lapar karena belum makan dari kemarin sore.

“Akang punya makanan ? Saya lapar kang.” Supir truk tadi hanya menggelengkan kepala dan menyuruh Shanum untuk turun dari Truknya. Shanum pun turun dan berjalan menyusuri pasar. Ia berhenti di warung penjual makanan.

Melihat makanan yang terjejer rapi membuat perutnya semakin meronta menuntut untuk diisi. “Bu, saya lapar. Tapi saya tidak punya uang untuk bayar.” Dengan wajah memelas Shanum meminta belas kasihan pemilik warung.

Beruntungnya pemilik warung bersedia memberikannya makan gratis kali ini. Sambil menikmati makanan dipiringnya, Shanum mencoba mencari pekerjaan pada pemilik warung. “Bu, boleh tidak saya kerja disini. Cuci piring atau bersih-bersih atau masak juga saya mau kok bu.”

Ibu pemilik warung itu memperhatikan tubuh Shanum. “Maaf ya neng, ibu masih belum butuh orang buat bantu-bantu. Lagian ibu juga gak sanggup gaji orang neng. Kalau eneng emang niat kerja, eneng coba ke toko sembako besar itu dipinggir jalan itu. Eneng ngelamar kerja disitu aja. Kalau buat buruh kasar biasanya gak perlu ijazah neng.”

Shanum ingin mencoba melamar kesana. Setelah makanan dipiringnya habis, Ia hendak mencuci piring yang dipakainya. Saat menggosok piring dengan sabun tiba-tiba, PYAAAAARRR… Piring itu terjatuh dan pecah berserakan. Shanum meminta maaf karena perbuatannya. “maaf bu, piring pas kena sabun ternyata licin, jadi jatoh.”

Sontak pemilik warung menjadi kesal dan mulai ngomel. “Haduh gimana sih neng? Dari jaman Batu juga yang Namanya piring kena sabun ya pasti licin neng. Haduuuhhh, sudah sudah, eneng pergi saja, biar ibu yang bereskan sendiri."

Dengan tidak enak hati, Shanum meninggalkan warung itu untuk menuju Toko Sembako. Shanum yang bermaksud melamar kerja itu menemui Engko si pemilik Toko. Si pemilik toko melihat Shanum dari atas sampai bawah. “Lu olang kuat angkat tumpukan kalung itu? Oe butuh kuli panggul buat angkutin beras sama tepung di kalung itu buat dikilim.”

Shanum bersedia melakukan apapun asal bisa dapat uang untuk beli makan hari itu. Ia ikut para kuli yang semuanya laki-laki, untuk mengangkut tumpukan karung beras dan tepung. Namun lagi-lagi, Karena tubuh besarnya itu, ia tidak sengaja mendorong tumpukan beras dibelakangnya sampai karung-karung itu jatuh berserakan dilantai.

“Duh biyung.. piye toh mbak? Kok berasnya malah semburat? Bisa kerja opo ora?” Kata salah satu kuli panggul yang mengetahui hal itu. Kuli panggul itu lalu melapor ke pemilik toko. Begitu mengetahu karung-karung itu berantakan, pemilik toko pun memecat Shanum. “Haiiyaa, Lu olang baru kelja sehali udah buat masalah. Bisa lugi oe kalo begini.” Beruntung Pemilik toko tersebut tidak menuntut Shanum untuk bertanggung jawab. Ia meminta pekerja lainnya membereskan karung-karung yang berserakan.

Berulang kali Shanum mencoba melamar pekerjaan. Mulai dari penjaga toko, tukang cuci motor, sampai tukang sapu jalanan. Namun tak ada satu pekerjaan pun yang berhasil ia tuntaskan. Bukan hanya karena tubuh gemuknya. Tapi karena Shanum tidak becus bekerja. Hal ini karena ia yang selama ini dilarang Erika untuk melakukan semua pekerjaan rumah. Erika melakukan itu supaya Badan Shanum semakin gemuk dan ia menjadi orang tidak berguna.

Hari mulai gelap. Shanum merebahkan tubuhnya di emperan toko yang sudah tutup. Air matanya mulai menetes. Meresapi nasibnya kini yang amat menyedihkan. Shanum mulai putus asa. Ingin rasanya ia menyusul kakek dan ibunya ke surga.

Masih dengan air mata yang terus berlinang, Shanum melihat seorang pemulung yang kehilangan kaki berjalan ke arahnya. Pemulung itu lalu memberinya sebungkus makanan. Shanum bangkit dari tidurnya. Tak lupa ia mengucapkan terimakasih pada orang baik yang telah memberinya makan malam itu. Ia lalu bertanya pada orang itu. “ Maaf bu, bagaimana ibu bisa bekerja tanpa kedua kaki ibu ?”

"ya kayak yang eneng lihat. pake kursi roda itu neng. kite sebagai manusia, selama masih dikasih napas, gak boleh nyerah neng. Meski susah, namanya hidup neng, kudu dijalani. Yang penting kite usaha neng. Berdoa sama Tuhan neng, pasti dateng pertolongan Tuhan buat kite. Trus jangan berhenti berbuat baik sama orang neng. Gak usah berharap orang itu bakal baek ke kite! Jangan kuatir, Alloh yang akan datengin orang baik buat nolong kite."

"nih eneng lihat!Kursi roda ini dapet dikasih orang neng. Padahal aye gak minta. Pas ada aja orang baik nyamperin ngasih kursi roda. Makenye, idup kagak boleh nyerah neng! Berdoa terus sama berbuat baik."

Kalimat-kalimat itu seolah berputar-putar dipikiran Shanum. Seolah mendapat pencerahan, Shanum kini bertekad untuk berjuang lagi.

"Ya Alloh, aku ingin memiliki tubuh normal seperti yang lain. Aku ingin membuktikan kalau aku ini orang yang berguna. Aku ingin hidup lebih baik. Ya Alloh..."

Hari berganti pagi. Sinar matahari kali ini seolah menjadi kumpulan semangat bagi Shanum untuk memulai hari. Ia berjalan menyusuri pasar sambil berharap mendapat keajaiban untuk dirinya.

Ia melewati toko sembako tempatnya pernah bekerja. Melihat keatas tumpukan karung yang dikatrol masuk ke truk. Katrol itu bergoyang karena tumpukan karung tidak seimbang. Tiga karung seberat 250kilo itu jatuh. Shanum berlari dan mendorong seorang ibu sampai terjungkal.

Shanum berhasil menyelamatkan nyawa ibu tersebut. Namun naas, kaki Shanum tertindih tumpukan karung. Shanum yang menangis kesakitan kemudian ditolong oleh orang-orang yang berkerumun disekitarnya.

Ibu yang ditolong Shanum itu lalu memanggil supirnya untuk membantu membawa Shanum ke mobilnya. Shanum lalu dibawa ke rumah sakit untuk diobati.

Sepanjang perjalanan, ibu itu menanyakan asal usul Shanum. Dan dengan jujur shanum menceritakan semua kisahnya. Ibu itu menangis mendengar Shanum bercerita.

"nak, namaku Nyonya Aditama. Aku hanya punya seorang putra. Jika kamu berkenan, maukah kamu menjadi putri angkatku? Tinggallah bersamaku. aku akan merawatmu dirumahku."

Terpopuler

Comments

🐈"€£! S@",,, P,,,

🐈"€£! S@",,, P,,,

syukur udh ktemu orng baik,,,, ga terlalu nyesek

2022-02-22

0

udin

udin

bagus.
lanjut 👍

2022-02-19

0

Mayya_zha

Mayya_zha

bawa like dan fav juga

2022-02-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!