...Author's POV....
William bangkit dari kursi dapur, tekadnya sudah bulat. Dia tidak bisa hanya duduk mengamati dan membiarkan Luke Dawson memanipulasi keadaan dengan cara yang bisa menyebabkan masalah di antara putri-putrinya. Dia tidak peduli dengan apa yang dikatakan Kate.
"Kau mau kemana?" tanya ibunya dengan curiga.
"Rasanya aku ingin menyetir," Dia mengelak.
"Ke kota?"
"Mungkin. Apa itu sebuah tindakan kejahatan?"
"Ya, jika kau berpikir untuk berhenti di bank. Kau sudah mendengar larangan Kate. Biarkan dia menyelesaikan ini."
William menatapnya dengan putus asa. "Ma, bagaimana mungkin aku bisa membiarkan Luke Dawson lolos dengan ini? Kau tahu bagaimana ini akan berakhir. Sam akan membenci Kate seperti dia marah kepadaku karena ikut campur. Aku sudah terbiasa dengan itu. Aku bisa bertahan dengan amarah Kate dan Sam, tapi aku tidak mau terjadi sesuatu di antara kedua putriku. Kate selalu menjaga Sam dan Sam selalu mengadu pada kakak sulungnya. Ikatan yang mereka miliki tidak boleh dibahayakan oleh pinjaman yang dapat kujamin dengan goresan tinta."
"Biarkan saja, Will. Mereka akan mencari jalan keluarnya sendiri." kata ibunya dengan percaya diri. "Kau sendiri yang bilang, mereka berdua selalu bersama. Tak ada gunanya ikut terlibat dan memperburuk hubunganmu dengan Sam, dan itu pasti akan terjadi jika kau melangkah masuk dan berusaha membenahi masalah di bank. Kate juga mungkin tidak akan senang."
"Ma, kau memintaku untuk duduk saja dan tidak berbuat apa pun?" gumam William. "Ini bukan kebiasaanku."
Gram memberikan pandangan menegur. "Apakah aku memintamu untuk tidak melakukan apa pun? Menurutku, seorang pria yang merasa gelisah sepertinya butuh jalan-jalan sebentar," katanya dengan ekskresi licik. "Penginapan itu hanya satu setengah kilometer dari sini. Tak ada salahnya meminta putrimu menemanimu berkeliling, memperlihatkan perbaikan-perbaikan yang sudah dia kerjakan."
William mempertimbangkan ide itu. Harus diakui, dia penasaran dengan pekerjaan yang sedang Sam lakukan. Tapi kemudian, dia menggelengkan kepala. "Sam akan mengira aku ke sana untuk memata-matainya."
"Atau mungkin dia akan mengira kau tertarik pada sesuatu yang sangat berarti baginya. Simpan sendiri saja pendapatmu, kecuali dia bertanya." Saat William hendak membalas, ibunya mengangkat sebelah tangan. "Aku tahu itu juga diluar kebiasaanmu, tapi untuk sekali ini saja dengarkan kata-kataku dan ikuti nasehatku. Aku tidak menghabiskan dua puluh lima tahun pernikahanku dengan seorang pria paling keras kepala di dunia dan membesarkan tiga anak laki-laki yang sulit tanpa belajar bersabar menunggu kesempatan."
"Jalan-jalan. Mengelilingi penginapan. Membungkam mulutku," William mengulangi. "Apakah aku sudah benar?"
Gram melemparkan senyuman puas. "Kurasa itu sudah mencakup semuanya. Aku akan tidur siang. Aku benci mengakuinya, tapi menjaga anak-anak pagi ini membuatku kelelahan."
William memandangnya dengan khawatir. "Apa kau baik-baik saja? Haruskah aku menelepon dokter?"
"Astaga, tidak. Aku hanya sedikit lelah. Habiskan siangmu bersama Sam, itulah yang harus kau lakukan."
"Baiklah, kalau begitu," katanya, menunduk untuk menyiapkan ciuman di kening ibunya. "Jika kau membutuhkan sesuatu, atau anak-anak itu, jangan ragu menghubungiku."
"Kami akan baik-baik saja. Pusatkan saja perhatianmu untuk memperbaiki hubunganmu dengan Sam."
Angin sepoi-sepoi berhembus dari pantai ketika William mulai berjalan keluar. Udara jadi terasa dingin meski matahari bersinar hangat. saat ini adalah hari kerja jadi hanya ada beberapa perahu yang mengambang di dermaga. William melihat sejumlah pemilik perahu yang memeriksa wadah-wadah kepiting yang membutuhkan perbaikan, tapi sebagian besar sudah kembali ke dermaga pada jam seperti ini terutama di awal musim. Dalam beberapa minggu ke depan, mereka akan keluar sebelum fajar, menyalakan mesin perahu, mencoba mencari nafkah dari kepiting yang jumlahnya semakin berkurang di perairan indah namun dengan polusi yang semakin meningkat.
William muak melihat orang-orang yang meremehkan perairan itu. Terima kasih, Tuhan, atas orang-orang seperti adiknya, Thomas. Mereka mungkin seperti minyak dan air saat berusaha bekerja sama, tapi William mengagumi perjuangan Tom untuk lingkungan, usahanya melindungi sumber daya alam perairan itu. William berusaha membangun Winton dengan penuh tanggung jawab, tapi bahkan dengan seluruh kemampuan terbaiknya, dia masih belum bisa memuaskan standar tinggi adiknya. Dan tak satu pun dari keduanya yang bisa berkompromi, meski pada akhirnya mereka menghasilkan sebuah rencana yang bisa mereka berdua lakukan.
Dia teringat pertengkaran yang pernah terjadi di antara mereka saat berbelok di tikungan terakhir jalan raya dan melihat penginapan itu untuk pertama kalinya sejak Sam membelinya. Dia tercengang melihat penampilan luarnya yang luar biasa. Sam setelah ah memperbaiki kembali bagian depannya yang indah, seolah-olah putrinya masih ingat tampilan aslinya yang tampak begitu hangat saat pertama kali dia dan Jeff membangunnya.
Tapi, saat itu Sam masih bayi. Bagaimana mungkin dia dapat mengingatnya dengan begitu jelas? Keluarga pemilik sebelumnya jelas tidak membuatnya tampak seperti itu dalam bertahun-tahun. halamannya dibayangi pohon-pohon ek tua, bahkan ada beberapa pohon dedalu menangis yang cukup jauh dari rumah sehingga tidak akan mengganggu pipa air.
"Dad!"
William mendengar suara seruan Sam, lalu melihatnya duduk di teras sambil memegang segelas es teh. Kakinya terjulur di lantai. "Hei, Sam." sapa William, berusaha tetap terdengar santai. "Aku sedang berjalan-jalan setelah makan siang dan tiba-tiba aku sudah mengarah ke sini."
"Ada apa?" tanya Sam, memancarkan kecurigaan.
"Aku hanya ingin melihat apa yang sudah kau lakukan dengan tempat ini," dia mengakui, lalu duduk disebelah putrinya. William lirik ke samping, melihat ketegangan di bahu Sam dan bertanya. "Apa ada teh seperti itu lagi?"
Sam ragu-ragu, terlihat seolah-olah tidak terlalu senang dengan kemungkinan menghabiskan waktu bersama ayahnya. Lalu, saat kesopanan yang sudah mengakar ternyata mengungguli rasa keberatannya, dia berdiri. "Tentu saja, aku akan kembali membawanya."
William menghela nafas setelah Sam pergi. Sam tidak akan mempermudah ini baginya, dia menyimpulkan. Lagi pula, kenapa dia harus melakukannya? Ibunya benar tentang suatu hal, William selalu mengkritik Sam. Awalnya, dia selalu memaafkan dirinya, berpikir dia juga bertindak sekeras itu pada semua anaknya. Tapi kemudian, saat mereka mengetahui Sam memiliki gangguan ringan ADD, William tetap tidak mampu menghentikan pola yang sama, seolah-olah dia berpikir putrinya bisa mengubah perilakunya jika dia bersungguh-sungguh menginginkannya, bahkan tanpa pengobatan yang menurut dokter tidak dia butuhkan. William menghela nafas, bertanya-tanya apakah mereka seharusnya tidak mempertimbangkan ulang hal itu. Mungkin Sam memang benar-benar membutuhkannya.
Menyadari tingkah lakunya tidak membantu, William selalu berasumsi bahwa mungkin saja Sam lebih bahagia jika ayahnya menjauh, tapi mungkin itu juga tidak tepat. Mungkin Sam merasa ditelantarkan, persis seperti yang dikatakan ibunya. William berjanji untuk mencoba pendekatan baru.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments