...Samantha Clay POV....
Percakapanku dengan Mr. Dawson berlangsung pada hari Selasa. Aku menelepon Kate pada hari Rabu, yaitu tepat saat aku menyadari bahwa aku tidak bisa memperoleh uangnya tepat waktu. Aku tahu Kate akan protes saat mendengar perjanjian yang telah kubuat tanpa berkonsultasi dengannya, tapi pada akhirnya dia akan membantuku membenahi segala hal, karena itulah yang selalu dia lakukan. Dia ahli membenahi segala sesuatu. Walaupun pernikahannya gagal, dia tetap menemukan cara untuk mempertahankan keseimbangannya, tetap berkarir dan memberi si kembar perhatian yang mereka butuhkan untuk melewati malapetaka itu. Jika Kate dapat mengatasi semua itu, maka masalah ini pasti mudah saja baginya.
Tentu saja, pikiran itu muncul sebelum aku menyadari bahwa Luke Dawson masuk dalam situasi ini. aku tidak mengetahui dengan pasti apa yang telah terjadi antara Kate dan Luke beberapa tahun lalu, tapi yang jelas bukan sesuatu yang baik. Ada sejarah di antara mereka dan walaupun Luke meyakinkanku bahwa dia tidak akan mencampuradukkannya dengan keputusan bank, aku tidak bisa percaya sepenuhnya padanya. Dan, aku juga tidak terlalu yakin bagaimana perasaan kakakku saat mengetahui dia akan berurusan dengan mantan kekasihnya. Mungkin sebaiknya kusimpan saja ini sementara waktu.
Ketika akhirnya kakakku ikut bergabung di teras, aku menanyakan pekerjaan, kabar anak-anaknya di TK, dan pria lain dalam kehidupannya. Hingga dia menatapku tak sabaran. "Kau sengaja mengulur waktu," tuduhnya sekonyong-konyong.
Aku tersenyum malu. "Mungkin sedikit, tapi aku memang ingin tahu kabar terbarumu. Kita tidak pernah mengobrol hati ke hati lagi. Aku merindukannya."
Ekspresi kakakku melembut. "Aku juga. Tapi, masalah hidup dan mati lebih penting dari kabar terbaruku. Bicaralah sekarang."
Satu jam kemudian, setelah aku mengeluarkan isi hatiku dan melihat kecemasan di matanya, aku tidak yakin lagi bahwa ini akan mudah diperbaiki seperti harapanku.
"Kita bisa membenahi ini, bukan?" tanyaku, tak sanggup menyembunyikan nada sedih dalam suaraku. "Aku tahu kalau aku sudah mengacaukan segala hal sejauh ini. Tapi, saat kau melihat penginapan itu lagi, kau akan mengerti kenapa aku harus melakukannya seperti ini. Penginapan ini akan sangat menakjubkan, Kate." gumamku bersemangat.
"Penginapan itu akan sangat menakjubkan jika kau bisa mencegah bank menutupnya." balasnya sinis. "Kenapa kau tidak meneleponku lebih cepat? Aku pasti akan meminjamkan uang padamu."
"Aku tidak membutuhkan uangmu," segahku berkeras. "Aku bisa melakukan ini sendiri, tapi aku memerlukan waktu sedikit lebih banyak. Maksimal dua bulan."
"Apa sudah ada reservasi?"
"Kami sudah dipesan penuh selama sisa musim panas ini dan memulai menerima reservasi untuk musim gugur," kataku dengan bangga. "Selain itu, begitu kabar tentang nyamannya tempat ini serta makanannya yang hebat menyebar dari mulut ke mulut, maka sisa tahun ini akan menjanjikan, setidaknya untuk akhir pekan. Aku juga akan menawarkan paket khusus liburan untuk meningkatkan pemesanan di bulan November, Desember, dan libur panjang akhir pekan pada bulan Januari dan Februari. Aku memiliki rencana marketing yang hebat, Kate."
"Dalam bentuk tulisan?"
"Tidak, tapi aku bisa membuatnya di atas kertas jika itu bisa membantu."
Kakakku menganggukkan kepala, ekspresinya serius. "Lakukan itu. Mungkin itu penawaran yang kau butuhkan. Besok pagi-pagi sekali, aku akan menemuimu disana dan kita akan membalas masalah keuanganmu. Kita dapat memasukkan beberapa proyek anggaran yang realistis, kemudian aku akan ikut bersamamu ke bank pada hari Senin."
Itu artinya Kate akan berhadapan dengan Luke. Mungkin ini bukan ide bagus, atau malah bisa menjadi bumerang untuk diriku sendiri. "Aku tahu kau sangat sibuk. Setelah kita mengaturnya bersama-sama dan kau kembali ke Sydney, aku bisa membawa dokumen-dokumen tersebut ke bank."
"Tidak apa. Hadapi saja, aku bisa berbicara dengan bahasa mereka sementara kau tidak. Ini impianmu dan kau cenderung teralihkan dari rencanamu. Aku bisa mengungkapkan fakta yang faktual dan objektif dengan angka."
Aku menyerah karena mengetahui dia benar. aku lebih emosional, tapi kakakku bisa membuatku tetap tenang. "Jika kau benar-benar yakin itu tidak terlalu membebanimu, maka terima kasih. Aku tidak akan bisa membalas tindakanmu untukku, Kate. Aku harus mempertahankan penginapan ini. Harus. Ini merupakan hal pertama yang benar-benar berarti bagiku. Ini kesempatanku untuk membuktikan kalau aku sehebat Clay lainnya."
Ekspresi terkejut menghiasi wajah kakakku. "Apa maksudmu, Sam? Tentu saja kau sehebat kami."
"Oh, ayolah... seolah-olah kau tidak tahu saja. Aku selalu menjadi anak yang mengacau, si anak hiper yang tidak mampu memusatkan perhatian. Bahkan kau mungkin sudah menduga aku akan mengacaukan ini saja awal."
Ini fakta. Ada sedikit keterlambatan dalam diagnosis bahwa aku menderita kesulitan memusatkan perhatian yang muncul ketika aku berusia sepuluh tahun dan mengalami kesulitan di sekolah. Sejak itu, penyakit itu menjadi kutukan untukku dan seringkali menjadi alasan bagi kegagalanku menindaklanjuti berbagai hal.
"Itu tidak benar," cetus kakakku, walaupun ekspresinya menyatakan sebaliknya. "Sweetie, kau menderita ADD. Kami semua memahami keadaanmu. Kau lulus SMA dengan nilai yang nyaris tertinggi dalam angkatanmu. Kau memperoleh gelar sarjana. Itu merupakan prestasi sangat besar untuk seorang penderita ADD. Dan, kau pasti akan menemukan cara untuk mengelola penginapan ini."
"Aku nyaris tidak lulus kuliah karena terus mengganti jurusan. Dan, aku berpindah pindah ke hampir setengah lusin pekerjaan yang tidak ada hasilnya sejak itu," gumamku mengingatkannya, bertekad tidak melupakan kenyataan itu. "Usiaku dua puluh dua tahun aku tak pernah memiliki hubungan asmara yang bertahan lebih dari empat bulan."
"Itu karena kau belum menemukan sesuatu dan seseorang yang bisa membangkitkan semangatmu," bantahnya, dan aku menyangsikan itu. "Sekarang kau memiliki penginapan itu. Aku ingat kau sering sekali membicarakan tempat itu saat masih kanak-kanak. Kau sangat senang pergi ke sana. Aku ikut senang ketika akhirnya kau mengatakan kalau kau membelinya." Kini ekspresinya berubah tegas. "Berhentilah khawatir. Aku pasti mengupayakan segala hal yang kubisa untuk memastikan kau tetap memiliki penginapan ini."
"Yang artinya meminjamkan uang," singgungku kembali. "Aku tak akan membiarkanmu melakukan itu."
"Kita lihat saja apa yang akan terjadi, oke? Aku memiliki uang untuk kuinvestasikan pada sesuatu yang pasti dan aku percaya padamu."
Mataku panas oleh air mata. "Aku menyayangimu, Kak."
"Aku lebih menyayangimu. Sekarang, sebaiknya kita tidur sehingga bisa memulai semuanya pagi-pagi sekali. Jam berapa aku bisa menemuimu di penginapan?"
"Sembilan?" usulku, setidaknya aku berhutang satu pagi yang sampai untuk kakakku.
"Baiklah, jam delapan." cetusnya cuek, membuatku meringis menyaksikan kegesitannya.
Meski emosiku sedang suram, aku menyeringai. "Tidak terlalu buruk. Kau pasti sedang bersantai. Kukira kau akan mengatakan jam tujuh."
"Hati-hatilah, Nak. Aku bisa berubah pikiran."
Dengan satu gerakan kilat, aku langsung bangkit. "Sampai jumpa besok jam delapan." kataku cepat-cepat, kemudian berjalan menuruni tangga. Saat mencapai anak tangga terbawah, aku berbalik. "Aku senang kau pulang, Kate. Tapi, maafkan aku karena menumpahkan semua ini padamu."
"Itulah gunanya keluarga," sahutnya. "Jangan pernah melupakan itu."
Apapun yang dikatakan kakakku, aku bertanya-tanya dalam hati apakah aku sungguh-sungguh bisa mempercayainya, setidaknya jika terkait dengan ayahku yang tidak setuju. Begitu dia mendengar kabar ini, akan keluar banyak sekali "Apa kubilang." keluar dari mulutnya.
Dan ketika kakakku menyadari dia akan berurusan dengan Luke Dawson dan mengetahui aku telah menyembunyikan fakta itu darinya, aku takut dia akan pergi dan membiarkanku membela diri sendiri melawan para bankir.
Semoga itu tidak terjadi. Ya, semoga...
***
ADD: gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments