"Checking the properti"

Dengan gambaran keuangan penginapan yang menyedihkan melekat dalam kepalaku, satu jam kemudian aku menaiki motor dan melaju untuk melihat properti tersebut. Aku berharap akan menemukan sesuatu, apapun itu, yang bisa meyakinkanku untuk tetap memberikan pinjaman. Aku membutuhkan argumen yang bisa diajukan ke hadapan dewan dan ayahku dengan keyakinan tinggi.

Motorku meliuk di sepanjang jalanan pantai, aku menghirup udara asin dan menenangkan sementara sinar matahari menerpa pundakku. Saat ini sudah memasuki akhir musim semi, namun aroma bunga lilac masih tercium dalam embusan angin saat aku berbelok di dekat properti milik keluarga Fletcher.

Janda Megan Fletcher, yang sudah berbadan bungkuk dan berkeriput sejak aku masih kanak-kanak, sangat menyayangi tanaman lilac-nya. Bunga-bunga itu dibiarkan tumbuh dan menjalar hingga membentuk pagar tanaman di sepanjang jalan.

Di sebelah kanannya, di sepanjang daratan sempit di tepi pantai, burung elang laut sedang membangun kembali sangkar mereka di cabang-cabang gundul yang sama tempat mereka membangunnya selama bertahun-tahun. Aku merasa geli melihat seekor burung elang laut pemberani yang membangun konfigurasi campuran cabang, helai-helai tali, dan bahkan garis kuning polisi di bagian belakang dermaga seseorang. Pemiliknya pasti marah besar saat melihat dermaganya tak akan bisa digunakan selama sisa musim panas ini sementara burung-burung pemangsa itu tinggal di sana.

Beberapa menit kemudian, akhirnya aku mencapai belokan menuju penginapan yang sudah diubah dari rumah besar bergaya Victoria dan terletak di puncak dataran menghadap pantai. Terakhir kali aku menginjakkan kaki di tempat ini, kondisinya sangat parah. Bangunannya perlu di cat ulang, dan papannya lapuk dimakan udara laut dan angin musim dingin yang tajam. Beberapa kursi yang ada di teras juga buruh perbaikan. Halaman yang dulu terus rapi berubah menjadi semak belukar dan penuh dengan rumput liar. Pemilik sebelumnya tidak mau membayar seorangpun untuk mengurus tempat ini selama bertahun-tahun dan jelas terlihat sudah di telantarkan.

Namun, banyak bukti yang menunjukkan bahwa Sam sudah bekerja keras memperbaiki penginapan ini. Eksteriornya berwarna putih lembut yang merefleksikan percikan warna biru air laut di dekatnya. Daun jendelanya berwarna merah terang. Rumputnya tidak selebat dulu, melainkan hijau dan di pangkas rapi. Azalea dan lilac bermekaran dan rhododendron warna ungu yang tumbuh lebat menumpahkan bunga-bunga besarnya ke susunan teras bagian belakang rumah. Papan nama penginapan di cat ulang dan digantung ke pengait kawat pada tiang baru di pinggir jalan. Menurutku, tempat ini tampak siap untuk berbisnis kembali.

Namun, catatan pembayaran Sam menunjukkan kisah yang berbeda. Sejak mengambil pinjaman setahun yang lalu, Sam memiliki sejarah telat membayar, bahkan kadang sama sekali tidak membayar pinjaman beberapa kali berturut-turut. Dia sudah menghabiskan setiap sen pinjaman untuk bisnis kecilnya dan belum ada penetapan tanggal pembukaan penginapan. Arus kasnya tidak konsisten. Bank sudah dua kali memberikan peringatan resmi padanya. Sejak berencana kredit dalam industri pinjaman jangka panjang, bank semakin gelisah mengenai pinjaman yang terlihat tidak bagus. Di atas kertas, sepertinya bank tidak punya pilihan lain kecuali mengeluarkan perintah penyitaan. Aku bergidik ngeri membayangkan kemungkinan ini.

Saat Aku duduk di atas motor di jalan masuk area penginapan, pintu terbuka dan Sam melangkah keluar. Dia melihatku dan mengernyit. "Apa yang kau lakukan disini, Luke?" tanyanya.

Bersungut-sungut, Sam melintasi halaman dengan tangan bertolak pinggang, dia mengenakan sepasang sandal karet segala cuaca dari salah satu perusahaan. Celana jins dan kaosnya pernah bercak cat putih bercampur warna yang mirip dengan biru.

Saat Sam berdiri di depanku, tatapannya yang menantang terpaku membuatku teringat kepada wanita Clay lainnya dengan sifat temperamen yang berapi-api. "Jadi?" kata Sam lagi.

"Hanya melihat-lihat."

"Tidak diragukan lagi, pasti ayahmu yang menyuruhmu."

"Ini urusan Bank." koreksiku.

"Kupikir kau sudah meninggalkan kota ini bertahun-tahun lalu dan tidak mau ambil bagian dalam bank tersebut."

"Memang tidak. Aku hanya bertugas selama beberapa bulan."

"Ya, cukup lama untuk membuat hidupku menderita."

Aku menyeringai. "Mungkin lebih lama." Aku menunjuk seluruh bangunan rumah dan tanah itu. "Sepertinya kau cukup sibuk."

"Tempat ini butuh kerja keras. Aku mengerjakan hampir semuanya sendirian untuk menghemat uang." sahutnya, dagunya terangkat penuh harga diri dan sedikit agresif.

"Mungkin lebih masuk akal untuk menyewa orang dan menyelesaikannya lebih cepat, jadi bisa segera dibuka."

"Menurutku tidak begitu."

"Ya, kelihatan jelas sekali."

"Apa kau mau melihat bagian dalamnya?" tanya Sam, ekspresinya penuh harap, nadanya dipenuhi antusiasme. "Mungkin begitu melihat keindahannya, kau bisa kembali dan meminta ayahmu bersabar."

"Tidak sesederhana itu, Sam. Aku tahu dia sudah memperingatkanmu bahwa kau sudah sangat terlambat. Bank melihat baris terakhir di datamu, bukan bagus-tidaknya kau mengecat."

"Kapan kau berubah menjadi laki-laki keras kepala dan menuruti angka seperti ayahmu? Kau tidak seperti ini saat berpacaran dengan kakakku." Sam memandangku lekat-lekat. "Atau kau memang sudah begitu sejak dulu? Apa itu alasan kalian berdua putus?"

Rahangku mengencang. "Jangan membawa-bawa masa laluku dengan kakakmu." gerutuku mengingatkan. "Kate tidak ada hubungannya dalam hal ini."

"Sungguh? Yang kutahu, kau bersemangat sekali dengan setiap peluang untuk membalas apapun yang telah dia lakukan padamu. Dia yang memutuskan hubungan kalian, kan?"

Komentar ini tidak hanya menyebalkan, tapi juga menghinaku secara tidak langsung. "Sialan, Sam! Kau tidak tahu apa-apa tentang yang terjadi dulu, dan sudah pasti kau tidak mengetahui apapun tentang diriku jika kau pikir aku akan menggunakanmu untuk membalas kakakmu."

"Sungguh?" tanyanya dengan ekspresi sok polos. "Kau tahu, Kate akan datang. Dia akan tiba di sini besok."

Aku mengumpat dalam hati, berusaha menahan reaksiku yang mendadak tidak stabil saat mendengar berita itu. "Sampaikan salamku padanya." gumamku setenang mungkin, lalu menyalakan motor. "Sampai jumpa, Sam."

Sam terlihat goyah. "Apa yang akan kau katakan pada ayahmu, Luke?"

"Entahlah," jawabku jujur. Aku menatapnya. "Tapi, aku berjanji ini tidak ada sangkut-pautnya dengan Kate."

Sam mengangguk perlahan. " Aku memegang janjimu."

Dalam perjalanan melaju menuju kota, aku bertanya-tanya dalam hati apakah Sam bisa mengandalkan janjiku. Saat berkenaan dengan konflik perasaanku terhadap Catherine Clay, Bos kata-kataku tidak sepenuhnya bisa dipercaya.

Aku kembali teringat pada ucapan ayahku di kantor tadi. Apa memang benar dia dan Janice sengaja merencanakan ini agar aku bisa kembali bertemu dengan Kate? Tapi, kalaupun memang begitu, apa yang mungkin akan terjadi di antara kami? Aku tidak yakin Kate mau bertemu denganku, setidaknya dengan kemauannya sendiri. Kalaupun kami akan bertemu nanti, sudah pasti dia melakukannya untuk membantu adiknya, Samantha Clay.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!