"Tadi saat aku berangkat, macet banget deh. Ku pikir apa? Terus aku turunlah penasaran. Rame banget. Gak tahunya ada sengketa," ucap Aiko.
"Sengketa apa?" tanya Sophia penasaran. Kebetulan pagi ini Sophia belum melihat berita di televisi atau media sosialnya.
"Masjid Agung Al Iman mau digusur," sahut Aiko.
"Masjid besar di Jalan Margaraksa ya?" tanya Sophia memastikan. Dulu dia pernah sholat di masjid itu.
"Betul," sahut Aiko.
"Kenapa mau digusur?" tanya Sophia.
"Aku kurang tahu, tapi coba lihat di medsos mungkin beritanya sudah viral," jawab Aiko.
Sophia segera mengambil handphone-nya di atas meja. Dia menyalakan layar handphone-nya. Membuka berita utama di Netral TV. Aiko yang juga penasaran menghampiri Sophia. Berdiri di belakangnya. Melihat berita itu bersama.
"Oh, tanah yang dibangun masjid itu tanah wakaf," ujar Aiko.
"Tapi kenapa mau digusur kalau itu tanah wakaf?" tanya Sophia.
Aiko dan Sophia terdiam. Memikirkan penyebabnya.
"Apa mungkin waktu di wakafkan belum jelas kepemilikan sertifikatnya," ujar Aiko.
"Masjid itu sudah berdiri 50 tahun yang lalu dari zaman kakek dan nenekku. Sudah direnovasi berkali-kali," ujar Sophia.
"Mungkinkah yang mewakafkan tidak memberi sertifikat tanahnya? Atau tidak ada saksi dari pihak keluarga ketika yang orang itu mewakafkan tanahnya?" ungkap Aiko.
"Masih belum jelas," sahut Sophia.
"Bener-bener deh, aku bukan seorang muslim tapi gak rela aja masjid mau digusur," sahut Aiko.
Sophia terdiam. Memikirkan permasalahan itu.
"Aiko tolong atur pertemuanku dengan ahli waris yang mewakafkan tanah itu," ujar Sophia.
"Oke," sahut Aiko.
Sophia terdiam. Dia harus bertemu dengan ahli waris yang mewakafkan tanah itu. Sebagai seorang muslim masalah ini harus diselesaikan secara kekeluargaan dan kepala dingin. Sophia percaya setiap masalah pasti ada jalan ke luarnya.
Pukul 12 siang. Sophia sholat di mushola yang ada di kantornya. Mushola itu luas hampir seluas masjid. Nyaman, bersih, rapi, dan indah. Sophia sendiri yang mendesain mushola itu seperti kita sedang berada di kamar hotel berbintang lima. Desainnya mewah dan elegan. Orang yang sholat akan betah dan berlama-lama beribadah di dalamnya.
Suara lantunan ayat suci yang dilantunkan staf-stafnya menyejukkan jiwa. Dulu hanya Sophia yang mengaji di dalam mushola. Namun lambat laun mereka mencontoh Sophia, mengaji usai sholat walaupun satu ayat. Tak ada satupun orang memegang handphone di mushola, selain mereka ingin fokus beribadah. Ada peraturan yang dibuat Sophia agar mushola hanya digunakan untuk beribadah.
"Masya Allah, rasanya teduh dan tentram hatiku mendengar lantunan ayat suci," batin Sophia sambil tersenyum. Apa yang dulu dilakukannya kini menjadi kebiasaan untuk staf-stafnya.
Sophia tersenyum. Satu per satu stafnya menyalami Sophia. Betapa bahagianya melihat pemandangan yang dilihatnya.
Usai sholat Sophia menuju pantri. Salam dan sapa diucapkan staf-stafnya yang berpapasan dengan Sophia, senyuman dan sikap ramahnya selalu dilakukan Sophia pada siapapun. Membuat mereka begitu segan dan menghormati Sophia sebagai atasannya.
Sophia menyiangi sayuran, mencuci daging segar dan menyiapkan bumbu dapur dibantu office girl yang sedang ada di pantry. Mereka senang sekali bisa bercengkrama dengan Sophia yang selalu rendah hati padahal dia CEO, pemimpin tertinggi di kantor.
"Presdir, masak supnya banyak sekali, ada acarakah?"
"Sebenarnya tidak ada acara, tapi dari pada masak sedikit kurang, lebih baik banyak bisa untuk yang lainnya," jawab Sophia.
"Wah saya kebagian dong."
"Saya juga mau, sup khusus buatan Presdir."
"Iya, semua kebagian," sahut Sophia sambil tersenyum.
Setelah semua bahan terkumpul, Sophia mulai memasak dibantu yang lainnya. Sup daging sapi yang khusus dimasak Sophia, semua ini untuk memenuhi janjinya pada suaminya.
Setengah jam berlalu. Sup matang. Sophia membungkus sup untuk Alex beserta nasi hangat yang dimasaknya tadi. Tak lupa emping goreng, sambal, dan bawang goreng untuk tambahannya.
"Semoga Alex suka, harus tetap hangat sampai di kantornya," ujar Sophia.
Di sisi lain, Alex berjalan mondar-mandir menunggu Sophia datang. Kenan terus menerus mengikuti Alex, bak ekor mengikuti bokong. Padahal sesekali Alex buang angin gara-gara perutnya kosong belum ada satu makanan mengisi perutnya yang sudah memanggil si empunya.
"Bos, padahal ruangannya ada pewangi ruangan, tapi kok ada bau-bau gitu ya?" tanya Kenan yang mengikuti Alex ke sana ke mari.
"Itu perasaanmu aja, mungkin hidungmu dekat dengan mulut, jadi bau." Alex berusaha ngeles. Malu banget kalau Kenan tahu dari tadi dia buang angin.
Kenan langsung memeriksa bau mulutnya dengan meniupkan udara dari mulutnya ke tangannya.
"Wangi, orang tiap hari makan jengkol," ujar Kenan.
"Kenan siapa yang menyuruhmu makan jengkol? Heh!" Alex kesal dengan Kenan yang sudah dikasih tahu untuk tidak makan jengkol ketika di kantor. Peristiwa pingsannya klien bule gara-gara ngobrol dengan Kenan menjadi ultimatun yang dikeluarkan Alex untuknya.
"Satu biji doang Bos, radarnya cuma 5 cm, dipastikan takkan membuat bule pingsan lagi," sahut Kenan.
"Kau masih ingin kerja?" Ancam Alex dengan tatapan mata melotot menghadap ke arah Kenan.
"Masih Bos, betah malah meski ditindas," jawab Kenan.
Untung Alex tak serius marah. Penindasan itu hanya hangat kuku. Lagi pula Kenan senang juga ditindas, dari pada ditindas istrinya lebih menyeramkan dari Bosnya. Bisa dicakar-cakar kalau Kenan melanggar peraturan.
Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar. Alex meminta Kenan membuka pintu. Segera tanpa perlu menjawab, Kenan menjalankan perintah Bosnya. Kenan berjalan ke pintu. Memutar gagang pintu. Tercengang ketika melihat seseorang yang dikenalnya. Kenan tahu persis orang yang berdiri di depannya pernah ada dihidup Bosnya.
"Siapa Kenan?" tanya Alex penasaran.
"Eee ...." Kenan ragu mengucapkan nama orang di depannya. Khawatir Bosnya marah.
"Sayang," sapa Deva. Dia masuk tanpa disuruh. Melewati Kenan begitu saja. Menghampiri Alex yang berdiri di dekat mejanya. Deva mengenakan dress minim yang ketat dengan dada yang jauh lebih terbuka dari sebelumnya. Paha mulusnya terpangpang jelas. Rambut pendeknya kemarin yang berwarna pirang sengaja disambung agar panjang. Karena Alex suka perempuan berambut panjang. Bibirnya menor sengaja menggunakan lipstik lebih tebal dari biasanya. Matanya berkedip menggoda Alex.
"Untuk apa kau ke kantorku?" tanya Alex.
"Sayang aku bawa makanan kesukaanmu loh," jawab Deva sambil membawa kotak makan yang dijingjingnya. Di letakkan di atas meja Alex.
"Kenan ke luar!" perintah Alex.
"Baik Bos," sahut Kenan. Dia tahu Bosnya butuh menyelesaikan masalahnya berdua. Kalau bisa menghempaskan Deva ke luar angkasa biar dicomot alien gak balik lagi pikir Kenan.
Kenan ke luar dari ruangan Alex. Pintu ditutup rapat. Di dalam Alex hanya diam, terlihat dingin dan acuh.
"Sayang, kau ingat dulu kau suka kalau aku masak sup daging," ujar Deva sambil membuka kotak makan yang dibawanya. Bau harum masakannya tercium di hidung Alex. Memanggil perutnya yang keroncongan.
"Tuh perutmu keroncongan, pas dong aku bawa masakan kesukaanmu," ucap Deva.
"Aku gak butuh, lebih baik aku kelaparan dari pada makan masakanmu," kata Alex.
Deva berdiri. Menatap Alex. Dia kesal Alex masih saja acuh dan menolaknya.
"Alex aku sudah susah payah kembali dari Amrik, aku bahkan masak sup ini meskipun kukuku patah, hargai dong usahaku," ucap Deva.
"Oke, ku hargai. Tapi silahkan ke luar!" perintah Alex.
"Alex, tak bisakah sedikit saja, beri aku kesempatan. Aku akan memperbaiki semuanya," ujar Deva.
Alex mengepal tangannya. Kesal dengan Deva yang tak habis-habisnya memintanya kembali padahal dia tahu Alex sudah beristri. Kalau bukan perempuan, Alex sudah menghajarnya.
"Keluar!" perintah Alex.
Deva bukannya ke luar malah memeluk Alex dengan erat.
"Lepas!" perintah Alex sambil berusaha melepas tangan Deva dari tubuhnya.
"Gak mau," sahut Deva. Dia tetap memeluk Alex semakin erat biar Alex tak bisa melepas tangannya dari tubuh Alex.
Tiba-tiba pintu terbuka. Sophia baru datang. Berdiri di depan pintu melihat Deva memeluk Alex. Melihat itu Deva memanfaatkan situasi. Dia memeluk Alex semakin erat dan mencium pipinya.
"Lepas! Jangan gila kau Deva!" bentak Alex.
"Sayang ketahuankan sama istrimu, lain kali kita di hotel aja biar puas," ujar Deva memanasi Sophia agar cemburu dan marah pada Alex.
"Lepas!" perintah Alex sambil mendorong tubuh Deva hingga menjauh dari tubuhnya.
"Sayang kenapa harus malu, biar istrimu tahu betapa mesranya kita berdua," ujar Deva menambah panas Sophia.
"Sophia ...," ucap Alex. Dia benar-benar takut Sophia marah melihat apa yang dilakukan Deva padanya. Alex takut Sophia salah paham.
Sophia menutup pintu. Meletakkan bekal makan siang di atas laci dekat pintu. Dengan tatapan dingin masih berdiri tak jauh dari pintu. Sophia melepas hijabnya. Rambut panjangnya tergerai. Gamis kantornya dilepas. Terjatuh ke bawah. Sebuah dress cantik berwarna biru langit terlihat anggung dan seksi melekat di tubuhnya. Tadinya Sophia ingin memperlihatkan pada Alex tapi sepertinya Sophia harus berperang di medan perang demi menyelamatkan suaminya dari godaan pelakor yang suka memampang keseksiannya. Seakan itu jadi senjata untuk melumpuhkan para suami. Namun sebagai istri Sophia harus lebih pintar. Jangan menyerah dengan pelakor yang semakin geragas kaya tikus nyolong padi baru panen.
Alex tercengang. Matanya tak berkedip melihat Sophia sangat cantik. Rambut hitam panjang semampai yang lurus dan jatoh membuatnya tambah cantik. Tubuh putih mulusnya begitu sedap dipandang kedua netra sang casanova.
Beberapa kali menelan ludahnya melihat Sophia. Begitupun sang pelakor yang tak menyangka Sophia bisa lebih cantik darinya. Nyalinya sedikit ciut. Dia pikir Sophia wanita yang tak bisa memuaskan pandangan mata Alex terhadap keindahan wanita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 283 Episodes
Comments
Ida Lailamajenun
👏👏👏💪💪💪
2024-04-04
0
Ida Lailamajenun
hahahahaha 🤣🤣 asisten somplak 🤣🤣🤣
2024-04-04
0
Ida Lailamajenun
masuk angin Alex nya nunggu makanan dari sang istri maka nya nge bom trus 🤣🤣🤣
2024-04-04
0