"Boleh sayang," jawab Alex.
"Aku akan membuatkannya, saat kau pulang supnya sudah matang," ujar Sophia.
"Tunggu aku di rumah, sebentar lagi aku sampai," kata Alex.
"Iya Mas, ku tunggu, hati-hati di jalan," sahut Sophia.
Percakapan dua insan itu pun diakhiri. Dengan rasa puas dan bahagia dimasing-masing pihak. Alex yang tadi berpikir Sophia akan marah saat pertemuaannya dengan Deva ternyata tak seperti yang dibayangkannya.
"Sophia, kau memang paling mengerti aku," batin Alex sambil tersenyum memasukkan handphone ke dalam saku jasnya.
Alex turun ke basemant. Dia mengendarai mobilnya pulang ke rumahnya. Sepanjang jalan tersenyum memikirkan Sophia yang membuat hatinya berbunga-bunga dan selalu ada Sophia dipikirannya setiap kali dia melakukan hal yang salah.
"Kau sudah menggembokku dalam penjara cintamu Sophia, tak ku sangka aku tak berdaya di depanmu," batin Alex.
Meskipun masih gengsi untuk mengakui perasaannya yang ada di hatinya. Namun Alex tak bisa mengungkiri arti Sophia dalam hidupnya.
Sampai di rumah Alex langsung turun dari mobilnya. Dia begitu bersemangat masuk ke dalam rumah. Melangkah dengan cepat menuju dapur. Matanya menyapu seluruh ruangan dapur. Hanya Bi Inem dan Bi Siti yang sedang menghangatkan sayur yang tadi sore tak habis.
"Assalamu'alaikum," sapa Alex.
"Wa'alaikumsallam," sahut Bi Inem dan Bi Siti.
Alex melirik ke kanan, ke kiri, mencari sesosok pemilik mata emerald yang senantiasa tersenyum manis. Dengan hijab panjangnya menutup hingga ke perutnya. Wanita yang meneduhkan hatinya yang panas dari gemerlap dunia fana yang membuat manusia tak pernah cukup.
"Bi Inem, di mana Sophia?" tanya Alex.
"Non Sophia ada di kamarnya," jawab Bi Inem.
"Oh," ucap Alex singkat.
"Ku pikir dia akan membuatkanku sup, mungkin aku saja yang terlalu berharap," batin Alex yang merasa kecewa. Tadinya dia berpikir Sophia sedang di dapur memasak sup hangat untuknya.
"Tuan muda mau makan? Biar Bibi siapkan?" tanya Bi Inem.
"Gak usah Bi, ngantuk," jawab Alex.
"Ya sudah, selamat tidur Tuan muda," kata Bi Inem.
Alex mengangguk. Berbalik. Dengan lemas dan malas berjalan naik ke lantai atas. Dia tak bersemangat. Perlahan melangkah hingga di depan pintu kamarnya. Memutar gagang pintu lalu masuk ke dalam. Hampa. Suasana sepi ruang kamarnya menambah suasana hatinya semakin buruk.
"Ke mana Sophia? Sudahlah, mungkin dia marah gara-gara tadi gue bertemu Deva," batin Alex.
Tak banyak harapan yang bisa dia minta dari Sophia. Mungkin wanita lain tak akan mampu mendampinginya jika memiliki suami yang biasa bermalam dengan wanita lain.
Alex melepas jas miliknya, melemparnya begitu saja ke sofa. Melepas sepatunya, dasi dan membuka tiga kancing kemejanya hingga sebagian dada bidangnya terlihat maco. Kemudian berjalan ke balkon kamar.
Terkejut.
Melihat balkon itu berubah menjadi tempat makan lesehan yang romantis dengan lilin. Sophia terlihat sangat cantik dan anggun mengenakan dress seksi berwarna putih. Sophia berdiri dress itu begitu pendek hingga pahanya terlihat putih mulus ditambah bagian dadanya terbuka indah. Alex menelan ludahnya melihat Sophia sangat menggoda. Jantungnya berdetak tak karuan. Wanita yang senantiasa tertutup hingga membalut seluruh tubuhnya sampai tak ada celah untuk para lelaki untuk melihatnya. Ternyata mutiara yang tersembunyi di dalam cangkang yang tertutup. Semua itu merubah pandangan Alex tentang wanita berhijab. Mereka bukan tak seksi tapi keseksiaannya itu limitied hanya bisa dimiliki satu orang di dunia ini yaitu pasangannya. Sesuatu yang unlimitied tentunya mahal dan tak ternilai.
"Mas," sapa Sophia.
"Sa-sayang," ucap Alex terbata. Mati kutu melihat keindahan di depannya.
"Gue sering ngeliat cewek tanpa busana tapi rasanya berbeda saat gue ngeliat Sophia," batin Alex.
Sophia tersenyum malu. Meskipun belum terbiasa menggunakan dress seksi namun selayaknya istri memang menyuguhkan pemandangan indah di dalam rumah. Bukannya membiarkan suami hanya bisa melihatnya di luaran dan mengagumi mereka.
"Ngomong apa? Kenapa otak gue mendadak kosong," batin Alex.
Alex bingung. Masih bisa gengsikah atau udah sikat habis mumpung semuanya udah disuguhkan dengan manis.
"Mas," ucap Sophia yang sebenarnya juga masih belum terbiasa bertingkah romantis pada suaminya.
"Sayang," ujar Alex.
Mereka berdua terus saling sapa. Mas dan sayang bolak balik dilontarkan bergantian. Bak pemain badminton yang silih berganti memukul kock.
"Karatan, masa iya cuma gara-gara akhir-akhir ini tak menggombal. Kemampuanku hilang tak bersisa," batin Alex.
"Mas mau ma- ...," ujar Sophia. Namun terhenti saat Alex menciumnya. Tak ada lagi kata yang bisa diucapkan. Semuanya lebur dalam ciuman romantis.
Ketika ciuman itu dilepas perlahan. Kedua mata bertautan. Begitupun detakan jantung yang terus berdetak bersamaan.
"Makasih sayang," ujar Alex.
Sophia tersenyum. Senyuman yang membuat Alex ingin lagi dan lagi melihatnya.
"Mas mau makan sup? Mumpung masih hangat," ujar Sophia.
"Kalau pelayannya secantik ini siapa yang nolak," ujar Alex menggombal. Meskipun dia malu.
"Memalukan, udah bener belum atau lebay," batin Alex. Dia takut gombalannya garing atau terlalu berlebihan. Untuk menggombal pada wanita seperti Sophia tentu bukan perkara mudah.
"Baiklah Tuan muda, silahkan duduk!" ujar Sophia.
"Siap!" sahut Alex. Dia mulai duduk lesehan bersama Sophia. Melihat sup hangat di mangkuk yang terlihat enak dan baunya harum memanggil perutnya yang keroncongan.
"Kok cuma dilihat Mas," ujar Sophia.
"Kita berdoa dulu sayang," ucap Alex.
Sophia langsung tersenyum. Baru kali ini Alex mengajaknya berdoa sebelum makan. Biasanya Sophia yang memintanya.
Sophia mengangguk.
Mereka berdua berdoa. Kemudian mulai memakan supnya. Alex begitu menikmati sup ayam hangat disetiap suapannya.
"Supnya enak, tapi cuma samangkuk, apa tak bisa nambah," batin Alex. Dia melirik sup dimangkuk Sophia.
"Mas masih mau?" tanya Sophia.
"Aduh, gengsi banget bilang iya, tar dibilang casanova rakus kaya tikus," batin Alex. Namun lidahnya masih mengecap rasa sup yang masih tersisa diindera pengecapnya.
"Ya udah, gak maukan? aku habiskan ya Mas?" tanya Sophia.
Tiba-tiba tangan Alex mengambil sup milik Sophia. Kemudian memakannya dengan lahap. Seperti sudah berhari-hari tak makan.
"Mas kalau suka, besok aku buatkan untuk makan siang, aku akan mengantarnya ke kantornya Mas," ujar Sophia.
"Boleh," sahut Alex singkat padahal hatinya udah lompat-lompat kegirangan. Paling tidak besok diapelin Sophia ke kantor.
Setelah makan sup, mereka berdiri di depan pembatas balkon yang terbuat dari tralis besi. Mereka berdiri melihat bulan dan bintang yang tak malu lagi. Tak ada awan mendung yang menutupi. Mereka bersinar dan berkelip. Menyapa setiap insan yang merindukan sang malam.
Alex berdiri di samping Sophia. Dia ingin sekali memeluk Sophia dari belakang tapi malu melakukan hal itu. Tak semudah saat melakukannya pada wanita lain.
"Tangan gue berasa ada batu, berat banget buat meluk Sophia, gak kompromi banget nih tangan," batin Alex.
Hanya bisa membayangkan tak sesuai keinginannya. Alex tak mampu menggerakkan tangannya. Mungkin karena dia begitu menghormati Sophia. Namun tiba-tiba angin kencang, hawanya mulai dingin. Apalagi Sophia mengenakan dress minim. Seketika Alex berdiri di belakangnya, memeluk Sophia.
"Kau kedinginan sayang?" tanya Alex.
Sophia mengangguk.
"Malam ini indah ya," ucap Alex sambil mengingat ucapan Kenan tadi siang saat memberi Alex cara menaklukan wanita berdasarkan pengalaman playboy-nya.
"Iya," sahut Sophia.
"Perasaan ini gombalan anak SMP juga bisa, kenapa juga gue belajar dari Kenan? Casanova secara alami bisa berburu," batin Alex.
Alex memikirkan kata-kata gombal lainnya.
"Lihat bintang itu begitu banyak sayang, yang mana yang paling bersinar?" tanya Alex.
Mata emerald itu menengadah ke langit yang berwarna biru gelap. Mencari bintang yang paling bersinar.
"Semuanya bersinar Mas," ucap Sophia.
"Ada satu yang paling bersinar," ujar Alex.
Sophia kembali menengadah ke atas. Semua bintang bersinar sama rata.
"Tidak ada yang paling bersinar Mas," ujar Sophia.
"Ada," jawab Alex.
Sophia penasaran. Dia berpikir mungkin terlewat.
"Mana?" tanya Sophia ulang.
Cup
Alex mencium pipi Sophia.
"Ini bintang yang paling bersinar di malam ini," ucap Alex.
Sophia tersenyum malu. Diam tak berani memandang suaminya. Membiarkan sang bulan saja yang melihat pipi merahnya karena malu dengan kata-kata romantis dari suaminya.
****
Pagi harinya Sophia sudah di kantor setelah sarapan bersama dengan keluarganya Alex. Sophia mulai bekerja. Mengecek semua data yang masuk. Sesekali melihat jam di dinding. Tak biasanya Aiko belum datang. Biasanya sebelum Sophia datang, Aiko sudah duluan datang dan menyiapkan semua keperluannya.
"Aiko mana? Apa dia terjebak macet?" batin Sophia.
Ada rasa khawatir pada sahabatnya itu. Sophia mencoba menelponnya namun nomor telponnya tak aktif.
Sophia berpikir untuk menelpon Sekretaris Wang. Namun tiba-tiba Aiko masuk ke dalam ruangannya.
"Selamat pagi Presdir," ujar Aiko.
"Pagi," sahut Sophia.
Di kantor Aiko selalu memanggil Sophia dengan sebutan formal. Namun jika di luar mereka bicara selayaknya seperti sahabat.
"Sophia ada hal penting yang harus kau tahu," ujar Aiko.
"Hal penting apa?" tanya Sophia penasaran. Mata Aiko dan nada suaranya terlihat serius. Membuat Sophia ingin segera tahu apa yang ingin dibicarakannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 283 Episodes
Comments
Ida Lailamajenun
gengsi gak kenyang cassanudin 🤣🤣🤣
2024-04-04
0
Ida Lailamajenun
hahahaha 🤣🤣🤣 othor bisa aja bikin ngakak 🤣🤣🤣🤣
2024-04-04
0
Muhammad Raihan
🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2022-07-10
0