Cinta Haqiqi
Hot News
Telah terjadi penembakan terhadap Jaslin. Putri tunggal dari Gilbert Atmadja, seorang pengusaha sukses terkenal sekaligus crazy rich Surabaya. Penembakan itu didalangi oleh Grace Atmadja, istri sah dari mendiang Maxime Atmadja dan sekarang sudah ditetapkan menjadi tersangka utama penembakan itu. Kejadian penembakan itu terjadi dini hari tadi di desa Sidomulyo. Terdapat 3 luka tembak yang bersarang dipunggunya, dan korban sekarang mengalami kritis.
Berita ini cukup menggegerkan publik dan dunia maya, karena menguak misteri dari keluarga Atmadja yang ditutup-tutupi selama bertahun-tahun ini dari publik. Terutama mengenai Lily dan Louis Johan seorang pengusaha yang merupakan Putra kandung Maxime Atmadja dari istri pertamanya yang disembunyikan. Dan kita ketahui bersama, keluarga Atmadja hanya mempublikasikan Grace sebagai Istri dan menantu satu-satunya dari keluarga mereka yang kenyataannya hanyalah istri kedua.
Dan yang kembali menggegerkan dunia linimasa. Grace wanita paruh baya itu terlibat dalam beberapa tindak kriminal. Diantaranya tentang pembunuhan Lily, istri pertama dari Mendiang Maxime Atmadja. Terlibat perampokan sekaligus pembakaran Gedung Notaris pengacara Kondang Albert Hutapea. Penculikan sekaligus penyekapan terhadap Jonathan Atmadja dan Sabiru Putra yang tak lain cucunya sendiri. Dan yang terakhir mengenai penembakan terhadap Jaslin, yang menyebabkan korban mengalami kritis.
Seperti yang kita ketahui, Jaslin merupakan Putri dari keluarga Atmadja yang hilang bertahun-tahun silam. Dan baru beberapa minggu ini ditemukan. Wanita cantik dengan kulit putih Langsat ini ditemukan dan di rawat oleh Almarhum orang tua angkatnya yang berasal dari kota Bandung.
Disini kami mengumpulkan cuplikan-cuplikan potret mengenai Jaslin Putri Atmadja yang lebih di kenal dengan nama Meida Khanza. Korban penembakan oleh neneknya sendiri,
Nagara yang sedang melihat berita di kantornya itu membelalakan matanya tak percaya mengenai berita tersebut. Ia menatap dalam potret Meida yang di putar satu persatu di layar televisi ruangannya.
“Jadi wanita yang dicintai Melvin adalah Putri Gilbert yang hilang itu? Ya Tuhan, kenapa dunia ini sesempit ini.” Gumam pelan Gilbert menatap serius kearah layar. Ia kembali mengingat pertemuan pertamanya dengan Meida. Ketika Meida dan Melvin berkolaborasi di acara ulang tahun perusahaannya bulan lalu.
“Ternyata gadis itu adalah Jaslin ... “ Nagara menatap kosong kearah layar. Ia menggigit punggung tangannya ketika melihat tubuh lemah Meida yang baru keluar dari ruang operasi menuju ruang ICU.
Sementara di ruang santai, Melisa nampak menjerit memanggil nama mamihnya. Ia tak percaya melihat berita yang sedang ditontonnya. Wajahnya pias bagai tak dialiri darah dengan jantung yang berdetak cepat.
“Mamih! Mamih! Mamihhh!!!” Teriak Melisa menggema di ruang santai dengan suara bergetar dengan mata yang tak beralih dari layar televisi. Helena datang dengan terpogoh-pogoh sambil membawa cemilan yang ada di tangannya.
“Ada apa Nak? Kenapa teriak-teriak?” Melisa menunjuk ke layar televisi dengan tangan bergetar.
“Mei..da Mih!” Ucap terbata-bata Melisa yang masih menatap layar televisi dengan mata yang sudah berkabut. Setelah beberapa minggu tak bersua dengan meida, kini ia di kagetkan dengan kondisi meida yang berada di luar perkiraannya.
“Yaa Tuhan Meida!" Gumam pelan Helena yang menjatuhkan cemilannya ke lantai. Lalu duduk di samping Melisa. Ia cukup shock melihat berita itu, calon menantunya kini benar-benar berada diambang Kematian, antara hidup dan mati.
“Mih ... Meida mih ... dia kritis. Dia di tembak neneknya ... bagaimana ini?” Helena masih menatap fokus kearah televisi tanpa bergeming sedikitpun. Matanya berkaca-kaca menatap kearah sekumpulan orang yang menyorot kearah meida yang sedang terbaring lemah dengan alat medis di tubuhnya di dorong oleh para Dokter dan keluarganya menuju ruang ICU setelah menjalani operasi.
“Pak Gilbert, tolong jelaskan kronologi penembakan Putri Bapak?”
“Apa Jaslin benar-benar Putri Bapak yang hilang?”
“Bagaimana dengan Nyonya Grace? Apa tanggapan anda sebagai putra kandung nya setelah Nyonya Grace ditetapkan tersangka?”
“Apakah anda mengetahui tentang Pak Louis Johan dari dulu? Kenapa anda menutupinya?”
“Apa anda sendiri yang membuang Putri anda, Jaslin?”
“Apa benar, penembakan yang terjadi terhadap Jaslin akibat dari sengketa harta warisan?”
Pertanyaan demi pertanyaan yang dilontarkan oleh para wartawan tak satupun di jawab oleh Gilbert. Ia terus saja berjalan dengan wajah pucatnya dengan mengenggam tangan putrinya erat.
“Saya sebagai perwakilan keluarga Atmadja, tolong minta kerja samanya! Keluarga kami sedang berduka dan terpuruk! Kami harap kalian bersimpati sedikit saja dengan musibah yang menimpa keluarga kami! Dan ini Rumah sakit, harap untuk tenang! Karena banyak pasien yang membutuhkan ketenangan disini! Dan kami tak bisa menjawab satu persatu pertanyaan yang kalian lontarkan. Kami akan mengklarifikasi semuanya, tapi bukan sekarang! Jadi mohon pengertiannya!” ucap Jack yang memakai Jas kebesarannya menghalau pergerakan beberapa wartawan yang akan mengejar Gilbert. Ia dan Andress dengan sekuat tenaga menghalangi pergerakan para wartawan yang bergerombolam yang akan mengejar keluarganya menuju ruang ICU.
“Mih aku harus bagaimana? Meida sekarang kritis, surat yang koko titipkan belum sampai ke tangannya. Surat itu masih berada pada kita. Bagaimana jika Koko disana mengetahui semua ini? Bagaimana perasaannya ketika mengetahui calon istrinya sedang kritis, sedang berjuang antara hidup dan mati, dan dia tak ada disisinya. Perasaan koko pasti hancur mih! Mamih tahu sendiri, koko sangat mencintai Meida.” Lirih Melisa dengan suara paraunya. Ia kembali menghapus air matanya lalu menangkup wajahnya.
“Entahlah mamih bingung dengan semua ini. Ujian berat terus saja menimpa mereka. Padahal pernikahan mereka hanya tinggal menghitung hari. Seharusnya Melvin dan Meida sekarang sedang bahagia mempersiapkan hari pernikahannya. Tapi kenyataannya ... mempelai pria tak ada, entah dimana. Dan mempelai wanita terbaring kritis. Lelucon apa ini?” Kekeh getir Helena yang menjatuhkan dirinya ke sofa dengan wajah sendunya. Ia menatap kearah televisi dengan binar penuh kesedihan.
“Kita harus apa Melisa? Kenapa kebahagiaan sulit sekali mereka rasakan? Kenapa Tuhan selalu saja memberi ujian yang berat pada mereka? Padahal mereka hanya manusia biasa yang ingin bahagia,” ucap parau Helena dengan wajah frustasi melempar keras remot ke lantai sampai hancur berantakan.
-
Setelah menyudahi bacaan Al-Qur’an nya. Melvin nampak termenung dengan tatapan kosong. Ia masih duduk bersila dengan tangan menompang dagunya, keadaan posisi yang tidak berubah dari 2 jam yang lalu. Buya Hanafi berjalan menghampirinya.
“Faris, kamu kenapa Nak? Buya perhatikan wajahmu murung dari tadi. Seharusnya kamu bahagia sudah bisa membaca Al-Qur’an sesuai cita-citamu. Tapi kenapa air mukamu sangat berlainan Nak? Cerita sama Buya ada apa? Jangan menyimpan persoalan sendiri, itu gak baik buat kesehatan mu Nak!” Buya Hanafi menepuk pelan bahu Melvin yang sedang melamun dengan tatapan kosong kearah sajadah yang didudukinya. Wajah Melvin nampak tak bersemangat, dan sangat kentara raut gelisah di wajahnya.
“Entahlah Buya, dari semalam perasaan saya tak enak. Saya tak bisa tidur, saya tak nafsu makan, saya malas melakukan sesuatu, rasanya tubuh saya lemah Buya. Tiba-tiba hati saya gelisah, dada saya sesak, hati saya terasa kosong. Saya tak tahu apa yang menimpa pada diri saya Buya. Tetapi saya ingin menangis, rasanya saya sedih Buya. Tapi saya tak tahu alasannya sampai hati saya sesedih ini.” Curhat Melvin dengan suara bergetar menahan tangis. Tak tahu apa yang dirasakannya sekarang, tanpa dorongan apapun tiba-tiba ia ingin begitu saja menangis.
“Perbanyak Dzikir Nak agar hatimu tenang! Jangan dipikirkan, tapi perbanyak do'a. Semoga Allah selalu melindungi dan menjaga orang yang kamu cintai. Berprasangka baiklah sama Allah.” Nasihat Buya Hanafi sambil mengelus pundak Melvin yang nampak Bergetar.
Ya Allah, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa hati saya tak tenang begini? Yaa Allah lindungi orang yang saya cintai disana! Tolong jaga mereka ... jauhkan mereka dari segala marabahaya.
“Apa kau rindu dengan keluargamu? Apa kau ingin pulang?” Tanya Buya Hanafi mencoba menerka kegelisahan di hati Melvin. Ia kembali mengelus bahu Melvin yang pundaknya semakin bergetar.
Buya Hanafi melihat kearah mimbar, dengan pandangan menerawang.
“Buya ingat dengan perkataan guru Buya dulu. Ketika Buya ingin menyerah, ketika Buya sedang berputus asa, ketika kondisi Buya benar-benar terpuruk. Guru Buya pernah mengatakan,
‘Di belakang kita berdiri satu tugu yang bernama nasib, di sana telah tertulis rol yang akan kita jalani. Meskipun bagaimana kita mengelak dari ketentuan yang tersebut dalam nasib itu, tiadalah dapat, tetapi harus patuh kepada perintahnya.’
Dan jika Buya sedang merindukan orang tua Buya yang berada di pulau terpisah. Guru Buya selalu memotivasi Buya untuk bertahan. Ucapannya sampai sekarang selalu Buya ingat dan terngiang-ngiang di telinga Buya.
'Kehidupan itu laksana lautan. Orang yang tiada berhati-hati dalam mengayuh perahu, memegang kemudi dan menjaga layar, maka karamlah ia digulung oleh ombak dan gelombang. Hilang di tengah samudera yang luas. Tiada akan tercapai olehnya tanah tepi.'
Kata-kata itu seakan menjadi penyemangat ketika Buya sedang kehilangan arah. Kata- kata itu mampu menghadirkan aura positif pada diri Buya.
Dan sebelum Buya berangkat mondok ke pulau Jawa. Ayah Buya pernah mengatakan sebuah kalimat.
‘Anak lelaki tak boleh dihiraukan panjang, hidupnya ialah buat berjuang, kalau perahunya telah dikayuhnya ke tengah, dia tak boleh surut palang, meskipun bagaimana besar gelombang. Biarkan kemudi patah, biarkan layar robek, itu lebih mulia daripada membalik haluan pulang.’
Awalnya Buya tak paham apa maksud dari perkataan itu. Tapi setelah sampai di sana, Buya baru paham. Seberapapun sulitnya, seberapapun sakitnya, seberapapun rindunya dengan kampung halaman, Buya jangan dulu pulang, sebelum keinginan Buya tercapai.
Kamu pasti paham apa maksud Buya Nak..” Kekeh Buya Hanafi yang kembali memandang kearah Melvin. Melvin mengangkat wajahnya lalu menatap Buya Hanafi dengan riak air mata di wajahnya.
“Buya, saya sangat merindukan orang yang saya cintai ... tiba-tiba hati saya sesak ketika mengingatnya.” Lirih Melvin yang kembali menundukkan wajahnya. Buya Hanafi tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.
“Nak, Cinta bukan melemahkan hati, bukan membawa putus asa, bukan menimbulkan tangis sedu sedan. Tetapi cinta menghidupkan pengharapan, menguatkan hati dalam perjuangan menempuh onak dan duri penghidupan.” Ucap bijak Buya Hanafi sambil menyodorkan sapu tangan kearah Melvin. Dengan tangan yang bergetar, melvin menerima sapu tangan itu dan langsung menyusut air matanya.
Buya Hanafi melanjutkan ucapannya,
“Asal kamu tahu Nak! Cinta bukan mengajar kita untuk lemah, tetapi membangkitkan kekuatan. Cinta bukan mengajar kita menghinakan diri, tetapi menghembuskan kegagahan. Cinta bukan melemahkan semangat, tetapi membangkitkan semangat.”
“Karena sejatinya cinta adalah perjuangan Nak. Perjuangan untuk kuat, perjuangan untuk bangkit, perjuangan untuk menerima takdir, perjuangan untuk menahan rindu, perjuangan untuk tegar, perjuangan untuk mengikhlaskan.” Tutur lembut Buya Hanafi dengan mata berkaca-kaca tak mampu melanjutkan perkataannya. Melihat Melvin, ia kembali mengingat sosok putranya yang lebih dulu pergi meninggalkannya menuju sang khalik. Buya Hanafi menghapus sudut matanya menggunakan ujung sorban nya, dan ia kembali dengan senyum tegarnya.
“Ayoo kita pulang! Kamu belum makan dari pagi ... Sudah 4 jam kamu berdiam diri disini. Ayoo Nak!” Ajak Buya Hanafi yang mendapat gelengan lembut dari melvin.
“Buya duluan saja! Nanti saya nyusul! Saya masih betah disini!” Jawab Melvin sambil melihat ke sekeliling Masjid itu yang sudah sepi. Semua santri telah pulang ke pondok mereka masing-masing setelah belajar kitab sehabis shalat Ashar tadi.
“Yaudah, Umi dan Buya tunggu kamu di rumah yah!” Setelah Melvin mencium tangannya. Buya Hanafi langsung berdiri dan meninggalkan Melvin sendirian di dalam Masjid itu.
Meida, apa kau baik-baik saja disana? Kenapa hati saya tiba-tiba gelisah ketika mengingatmu? Hati saya tak tenang meida.
Yaa Allah, jagalah meida disana. Semoga dia selalu ada dalam lindungan mu. Sampaikan salam rindu saya padanya. Gumam pelan Melvin dengan air mata yang begitu saja jatuh dari wajahnya membasahi sampul Al-Qur’an yang berada di pangkuannya.
Yaa Allah, kenapa dengan saya? Saya ingin menemuinya! Saya ingin memastikan keadaannya! Tapi saya tak mungkin mengingkari janji saya!
Meida, nama mu selalu ada di setiap helaan nafas saya, selalu ada di setiap nadi saya, selalu ada di setiap do'a saya.
Meida, saya merindukan mu ...
-
Yeayyy perdana up disini..
Kuyylahh Like, vote, komen, rate sama hadiahnya ..
buat ramein novel ini🤗😘♥️♥️♥️
Guru-Nya Buya Hanafi adalah Buya HAMKA yah🥰 Biar gak gagal fokus hehe
Hatur nuhun😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Nur Nurhayatu
Alhamdulilah akhirnya saya bisa baca lg novel paporitku
2022-02-19
1
Dede Arsiti Temongmere
Thanks so much thoorr akhirnya lanjut lagiii.. tiap kali baca kisah yg lain..dikit2 sy nyari kpn CH up lagii 😃.. eh ternyata dah chaptr 7 aja.. like so much sma karyamu thorr sukses slaluu menyertai othorr 🤗😍
2022-02-14
0
Bilqis Wulandari
makasih Thor seneng banget
2022-02-10
0