"Bangsat! Aurat gue ke mana-mana. Minggir!" bentak Ditha yang tak kunjung dilepas kedua kakinya oleh kedua temannya itu.
Keempat teman lainnya yang ikut tidur di dekat Ditha, terperanjat. Terutama Claudia yang tepat sekali berada di samping Ditha menatap nyalang ke tiga orang di hadapannya.
"Temen pada nggak punya akhlak! Setan lo!" teriak Claudia dengan muka bantalnya.
Zea yang ikut terbangun menatapi keempat manusia di hadapannya yang sedang tatap-menatap satu sama lain dengan tatapan penuh permusuhan.
Ditha menoleh ke samping.
"Kenapa jadi gue yang dikatain setan!" Ditha mengalihkan atensinya kepada dua laki-laki yang masih setia memegangi kakinya. "Seharusnya mereka berdua! Laknat banget emang jadi orang. Lepas nggak!" Gadis itu kembali menyentak Koko dan Azri.
Zea menurunkan kedua kaki Ditha yang Koko dan Azri angkat ke atas dan mau di seret kembali. Melihat kakinya sudah di lepaskan berkat bantuan sahabatnya Ditha menghela napasnya dalam-dalam.
Kelima pelajar yang masih berada di belakang sana masih tidak menyadari akan kehadiran guru mereka. Walaupun masih terdengar bisik-bisik dari beberapa teman kelasnya, kelimanya masih belum mengalihkan atensinya.
"Kalian berdua apaan sih? Kayak bocah banget tau nggak?!" tegur Zea menatapi satu persatu kedua laki-laki tersebut.
Koko dan Azri berakhir saling sikut-menyikut. Dengan tampang nelangsanya, Koko berharap Zea tidak marah apalagi sampai membencinya. Akhirnya dia duduk di samping Zea dan hendak mengusap bahu gadis tersebut. Namun, sebuah tangan meraih tangannya kemudian di putar sekuat tenaga.
"Akh–sa–sakit woi! Lepasin anjing!"
Melihat mantan kekasih mendapatkan kekerasan dari sahabatnya, membuat Zea bungkam saja. Biar saja dia merasakan apa yang sudah sahabatnya tadi rasakan ketika sedang tidur diganggu dan dia pun memilih berpindah duduk di samping Claudia.
Ditha tersenyum miring saat tidak melihat ada pembelaan dari Zea, dia pun semakin kuat memelintir tangan putih itu dan membawanya sang empunya untuk berdiri.
"Berdiri lo!" Walaupun mengeluh kesakitan Koko tetap menuruti perkataan Ditha.
"Lepasin, Tha! Sakit ini, entar kalo tangan gue diamputasi —"
"Alhamdulillah dong!" tukas Ditha dengan sarkasnya.
Koko mengumpat dalam hati.
Kalo dia bukan temennya, Zea udah gue pastiin dia gue masukin ke kandang dragula!
Ditha mengalihkan atensinya kepada Azri, bocah satu itu belum dia kasih kekerasan. Merasa mendapatkan firasat yang sangat amat tidak baik, Azri sudah bersiap-siap ingin melarikan diri. Namun, baru saja kakinya mundur satu langkah suara dingin penuh ancaman menusuk Indra pendengarannya.
"Mereka masih belum sadar ada, Bapak di sini. Sampe kapan mau diliatin aja, Pak?" bisik Vuni kepada pria dewasa di sampingnya.
"Yang pasti sampai mereka sadar akan kehadiran saya di sini," balasnya setengah berbisik.
"Selangkah lagi kaki lo mundur, gue pastiin lo berdua bakalan nginep di ruang ICU."
Koko yang masih berusaha melepaskan cengkraman tangan Ditha, sedangkan Azri seketika langsung terkekeh dan itu membuat Ditha bingung.
"Yakin?" Azri kembali terkekeh seperti meremehkan sebuah ancaman yang Ditha katakan tadi.
"Gue dan Koko masuk ICU, terus lo langsung merasa menang, damai dan sentosa. Begitu? Ck ck ck."
"Tha, lepasin! Tangan lo melebihi kekuatan Avatar sia lan! Sakit banget ini." Koko meringis dan mengeluh kesakitan. Namun, Ditha masih tidak ingin melepaskan cengkeramannya.
"Emangnya lo punya duit berapa sih, berani banget ngancem kayak gitu ke kita berdua?" Satu alisnya dia naikkan. "Berapa, Tha? Jawab dong."
Songong banget bocah ini. Mentang-mentang kaya seenak udelnya aja itu congor ngucap!
Niat hati ingin balas dendam, tetapi sekarang malah berujung dirinya direndahkan dengan pertanyaan seperti itu. Meskipun Azri teman yang sangat tidak punya akhlak, tetapi setidaknya tidak usahlah bertanya seperti itu. Seolah-olah dirinya memang tidak pantas bersekolah di sini, karena faktanya memang hampir semua penghuni yang berada di gedung tiga lantai ini semua orang kaya. Semua orang mampu dan Ditha berasa seperti siswi buangan yang beruntung bersekolah di SMA BALANGGA.
Dihempaskan dengan kasar tangan Koko yang tadi dia cengkeram, setelah itu dia maju mendekati Azri. Dengan senyum tipisnya, tangan Ditha memegang bahu temannya itu dan suasana di kelas ini mendadak sedikit panas. AC pun rasanya hanya jadi pajangan saja.
"Gue emang nggak punya duit banyak, nggak sebanyak duit kalian …."
Ditha menjeda perkataannya, menatapi satu persatu teman-teman kelasnya yang kini sedang melihat ke arah mereka berdua hingga di mana atensinya jatuh kepada sosok pria dewasa berdiri di samping Vuni– temannya. Menatapi dirinya dengan tatapan datar serta kedua tangan menyilang di hadapan dadanya. Sedikit kaget akan adanya pria dewasa yang sangat dia kenali.
Ya, Ezra.
"Harta keluarga gue pun sampai kapan pun itu nggak akan bisa satu level dengan kalian. Bahkan gue berada di sekolah ini, punya temen-temen kayak kalian dan satu kelas sama kalian semua itu berasa gue lagi mimpi."
Ditha melanjutkan perkataan yang di mana atensinya masih menatapi Ezra, kemudian dia beralih menatap laki-laki di hadapannya.
Azri.
Sebuah usapan halus menyentuh punggungnya, Ditha menoleh di sampingnya sudah ada Zea. Tiba-tiba saja gadis itu memeluk singkat Ditha.
"Nggak gitu maksudnya, Tha." Zea beralih menatapi Azri. "Lo cuman bercanda doang, kan, Ri? tanya Zea menuntut jawaban dari sahabatnya itu. Dengan melalui kontak mata berharap jawaban yang Zea inginkan sungguh dikabulkan oleh Azri.
"Ya, gue cuman bercanda!" jawab Azri tanpa melihat wajah kedua sahabatnya.
Ditha yang sangat paham dengan gerak-gerik serta jawaban dari sahabatnya itu yang tidak sefrekuensi tersenyum manis. Tangannya yang tadi berada di bahu Azri dia turunkan dan Ditha pun mulai menjauhi sahabat-sahabatnya. Berjalan menuju tempat duduknya dan mengambil tas yang ada di sana. Berhubung suasana kelasnya hening sekali, Ditha memilih meninggalkan kelas tanpa suara. Namun, baru saja sampai di ambang pintu suara langkah sepatu terdengar di telinganya. Sontak Ditha menghentikan langkahnya secara bersamaan pun suara langkah sepatu menghilang, lalu tangannya di angkat ke udara.
"Gue butuh waktu, jangan ada yang ikutin gue!" Tanpa menoleh ke belakang Ditha melanjutkan langkahnya. Alhasil Ezra hanya bisa menatapi punggung anak didiknya itu yang kian menghilang dari pandangannya dan mematung sebentar di tempat dia berdiri.
...Ω...
Sepenggal lirik lagu yang saat ini menggema di ruangan yang menjadi tempatnya untuk menenangkan diri. Sangat nyata sekali menggambarkan keadaannya hari ini.
Udara mana kini yang kau hirup?
Hujan di mana kini yang kau peluk?
Duduk dipojokkan bersampingan dengan sebuah jendela yang langsung menghadap ke arah jalanan kota yang dipadati dengan kendaraan serta derasnya air yang turun dari langit, benar-benar perpaduan yang sangat cocok sekali dengan keadaannya.
Ditha melirik ponselnya yang berada di atas meja tidak henti-hentinya mengeluarkan suara. Panggilan masuk masih dengan orang yang sama, entah ada keperluan apa yang jelas Ditha saat ini benar-benar butuh waktu dan tidak ingin ada suara-suara yang dikenalnya menghantui Indra pendengarannya.
...Ω...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments