Najis!

"Ada yang mau gue ceritain ke lo berdua," ujar Ditha seraya memasukan siomay ke dalam mulutnya.

Mendengar perkataan yang keluar dari bibir Ditha, membuat Claudia dan Zea saling melemparkan pandangan satu sama lain lalu keduanya serempak mengangguk.

"Apa? Buruan!" titah Zea tidak sabaran.

"Tapi gue belum siap," seloroh Ditha membuat kedua sahabatnya itu menoyor kepalanya.

"Nggak usah ngomong sukinem!" Claudia yang kesal dengan perkataan Ditha barusan memilih pergi ke stand pedagang minuman.

"Btw, lo masih punya hutang penjelasan," celetuk Zea membuat kedua alis Ditha saling bertautan. Paham yang dimaksud Zea apa, dia pun berdecak.

"Gue sama pak Ezra baru saling kenal pas dia jadi guru di sini, Ze." Zea yang tadi fokus menatap layar ponselnya, kini mengalihkan atensinya pada sahabatnya itu.

"Hm, masa? Gue sama Claudia juga baru kenal pak Ezra, tapi nggak seakrab dan sedekat kayak lo pas itu."

Mendengar namanya di bawa-bawa, Claudia yang baru datang dengan minuman di tangannya menatap kedua sahabatnya dengan tatapan bingung.

"Ada apa nih nama gue di bawa-bawa," sahut Claudia memperhatikan satu persatu kedua sahabatnya. "Ada apa sih?" tanyanya yang sangat lama mendapat respon dari kedua sahabatnya.

"Dia kenal pak Ezra, pas pak Ezra baru jadi guru di sini. Katanya sih …."

"Terus?"

"Ya, lo pikir aja, Clau. Kita sama-sama baru kenal pak Ezra, kan?" Claudia mengangguk. "Nah dia udah kayak kenal lama banget, akrab dan Deket banget."

Claudia tampak sedang berfikir, Ditha bergelut dengan pikirannya sendiri dan Zea memilih fokus pada ponselnya.

"Jujur aja deh, Tha. Kita nggak bakalan kasih tau Azri sama Koko, kok," ucap Claudia.

Ditha menghela napasnya, menatap kedua sahabatnya secara bergantian.

"Gue udah jujur barusan … masih kurang?"

"Kurang lah!" cetus Zea. Gadis itu mendongak menatap Ditha. "Gue gini-gini bisa baca gelagat lo. Ya, anggap aja gue pakar ekspresi."

"Ogah." Ditha mendengus kesal dan langsung mendapatkan kekehan kecil dari Zea.

...Ω...

Jam yang bertengger di dinding kelasnya menunjukkan Pukul 14.25. Meskipun belum ada tanda-tanda bel pulang dibunyikan, karena memang masih sangat lama. Namun, tidak dapat dipungkiri jika suasana kelas saat ini akan adem ayem. Tidak! Di jam terakhir ini Kelas 12 IPS 5 tidak ada guru yang memasuki kelasnya untuk mengisi pelajaran yang kosong ini. Entah malas atau memang tidak diberikan tugas, sehingga suara-suara unfaedah membanjiri keadaan ruangan ini.

Di saat dirinya ingin merebahkan diri di lantai ada saja setan pengganggu di dekatnya. Ditha menatap sengit kepada kedua pelaku di hadapannya. Entah mau apa yang jelas rasanya ingin mencolok kedua mata kedua temannya itu menggunakan sapu ijuk.

"Hei, gadis berkuncir kuda—"

"Ck. Berisik lo berdua! Pergi sana, gue mau tidur!" usir Ditha. Tubuhnya sudah menempel pada lantai ruangan kelas ini. "Ganggu aja kayak malaikat Izrail."

"Geser, Tha. Gue mau tiduran deket calon istri gue," titah Koko.

"Najis!" umpat Ditha.

Karena kesal Koko yang ingin mendaratkan bokongnya di samping Ditha menjadi tidak jadi. Sebab gadis itu langsung menendang bokongnya dan sang korban pun tersungkur ke depan diiringi suara ringisan yang keluar dari mulut remaja laki-laki itu.

"S hit! Kurang ajar lo, Ditha!" teriak Koko tak terima bokongnya ditendang seenaknya saja.

"Gue dilawan. Lawan kodok noh," sindir Ditha yang tak lama sudah memasuki alam mimpinya.

Suara-suara berisik makin menjadi di ruangan kelas ini, bahkan kehadiran seorang guru yang berdiri di bibir pintu tidak ada yang menyadari karena pada fokus ke aktifitasnya masing-masing. Mulai dari gosip, main game sampai tidur di lantai kelas. Ya, atensinya seketika jatuh kepada kelima pelajar di belakang sana dengan posisi tubuh telentang, miring bahkan sampai tengkurap.

"Permisi?" ucapnya mengalihkan beberapa atensi pelajar di kelas ini.

"Ya, Pak. Ada apa?" Salah satu seorang siswi berkacamata minus menghampiri dirinya.

"Sekretaris di sini siapa?"

"Juwita. Kenapa emangnya, Pak?"

"Yang mana orangnya?" Kedua matanya menelisik siswi yang berada di dalam kelas ini.

"Dia sakit, Pak. Udah mau tiga hari."

Ia pun mengangguk, lalu lagi-lagi atensi fokus kepada kelima gadis yang tidur di belakang sana.

"Sudah menjenguk belum?"

"Rencananya besok, Pak. Kalo emang masih belum masuk." Siswi berkacamata minus itu pun mengikuti arah tatapan Guru di hadapannya ini.

"Emangnya, Bapak ada perlu apa ke Juwi?"

Atensinya pun kembali fokus pada lawan bicara yang ada di hadapannya.

"Tadinya saya mau minta tolong salinkan daftar nilai di buku absen saya, tetapi Juwi malah tidak masuk."

"Oh, begitu." Siswi di hadapannya mengangguk-anggukkan kepala.

Hendak membalikkan tubuhnya untuk keluar kelas. Namun, dengan cepat gadis tersebut mencegahnya.

"Ya, sudah kalau begitu saya pergi dulu."

"Eh-eh, Pak. Bentar."

"Kenapa?" tanya Gurunya dengan raut wajah bingung.

"Guys! Ada yang liat Ditha nggak?" tanya siswi itu kepada teman-teman kelasnya.

"Di kantin," sahut seorang siswa.

"Di toilet! Barusan gue ke toilet," sahut asal siswa yang baru memasuki ke dalam kelas.

"Lo ngapain masuk ke toilet cewek, Panjul?" teriak siswa yang duduk di pojok sana.

Mendengar jawaban-jawaban tidak serempak dari teman-temannya membuat gadis itu mengernyit bingung. Mau percaya dengan siapa takut salah menduga, tidak hanya gadis itu saja. Pria dewasa yang ada di sana pun juga ikut bingung.

"Ck. Jadi, yang bener yang mana?" tanya Vuni.

"Yang ada badaknya, Vun!" seloroh siswa yang tadi baru dari toilet.

"Sudah-sudah," lerai sang Guru. "kalau tidak ada kelas, tidak usah. Saya pergi—"

Koko dan Azri yang semula sedang mabar game online di ponselnya masing-masing, kini kedua manusia itu sudah mengangkat kedua kaki seorang gadis.

"Ini, Pak orangnya!" tukas Koko dengan cepat.

Azri yang berada di sampingnya mengangguk. "Lagi bolek, Pak. Bobok jelek."

Dengan posisi miring menghadap tembok, samar-samar Ditha mendengar namanya di sebut-sebut dan tak lama dia merasakan kedua kakinya melayang seperti melayang. Walaupun sudah masuk ke alam mimpinya, dalam keadaan tidur seperti ini Ditha masih bisa mendengar obrolan di sekitarnya, meskipun samar-samar. Kedua bola mata indah itu hampir keluar dari sarangnya, saat merasakan pergerakan dari tubuhnya padahal dirinya sedang tidur. Namun, seperti ada yang sedang menyeret tubuhnya.

Dilihatnya pelaku yang menyeret dirinya.

Sial! Koko dan Azri kedua manusia tak punya otak itu sedang mencoba menyeret tubuhnya.

"Anjing!" pekik Ditha.

Tubuhnya meronta-ronta meminta agar seretan pada kedua manusia otak itu bisa terlepas. Namun, masih saja tidak. Posisinya yang sudah duduk memudahkan dirinya untuk memberontak lebih kasar lagi.

...Ω...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!