Diem, Nggak!

"Ditha, lo masih hutang penjelasan sama kita-kita! Jangan kabur lo!" teriak Zea di area lorong sekolah.

Ya, gadis itu sedang mengejar sahabatnya untuk meminta penjelasan yang belum sempat Ditha jelaskan mengenai kedekatannya dengan Ezra. Dia akan terus menuntut penjelasan dari Ditha, kalau belum juga mendapatkan apa yang dia inginkan, maka tidak ada kata menyerah di kamus hidupnya Zea.

Koko yang sedang bermain game seraya berjalan, seketika menyusul mantan kekasihnya itu. Walaupun tergopoh-gopoh karena harus mensejajarkan langkah Zea, laki-laki itu tetap menyusulnya.

"Ay, udahlah nggak usah dikejar lagi. Capek tau gue ngejar lo," seloroh Koko seraya berlari.

Zea menoleh dan langsung memukul pelan kepala Koko menggunakan kipas mini yang ada ditangannya.

"Nggak ada yang nyuruh lo buat ngejar gue, sialan!" sungut Zea. Gadis itu kembali berlari demi mengejar sahabatnya satunya itu yang tidak tahu diri. "Pulang duluan sana, Koko!" lanjutnya.

Walaupun tertinggal jauh, Koko tetap menyusul Zea. Meski dalam hatinya sudah mengumpat gadis yang menyebabkan mantan kekasihnya itu sengsara.

Si kerang emang nggak tau diri banget jadi orang. Nggak kasian sama masa depan gue yang capek ngejar dia, eh malah tuh cewek enak-enakan cengar-cengir! batinnya.

"Ay ...," panggil Koko yang abaikan oleh Zea.

Mendengar kedua sahabatnya tengah adu mulut, Ditha tidak memperdulikannya yang terpenting dirinya masih enggan untuk bercerita mengenai awal mula dirinya kenal Ezra dan sedekat apa dirinya dengan pria yang saat ini sudah resmi menjadi guru di sekolah SMA BALANGGA.

Saat dirinya sibuk berlari tanpa disadari tali kedua tali sepatunya lepas dan itu langsung mengakibatkan dirinya terjatuh.

"Astaga!"

Kedua lututnya terbentur aspal lapangan. Namun, tidak dengan tubuhnya karena ada sebuah tangan yang sedang menahan tubuhnya. Sontak Ditha yang kaget langsung mendongakkan wajahnya dan melihat si penolong itu.

"Tha, lo nggak apa-apa?" tanya Zea yang datang dan langsung membantu sahabatnya itu berdiri.

Ditha yang menyadari kehadiran Zea langsung mengalihkan tatapannya. Walaupun sangat sakit di bagian kedua lututnya, tetapi Ditha berusaha untuk mengatakan tidak apa-apa.

"Nggak apa-apa," jawab Ditha.

Zea melihat luka yang berdarah pada bagian kedua lutut sahabatnya itu meringis dan ada rasa ngilu sedikit.

"Nggak apa-apa gimana? Dengkul lo bonyok gitu astaga, Ditha dan lo masih bilang nggak apa-apa?" Zea menggeleng-gelengkan kepalanya lalu dia melihat seorang pria berada di hadapannya keduanya.

"Ya, emang gue nggak kenapa-kenapa. Lonya aja yang lebay," sungut Ditha. Sungguh dia benci orang yang terlalu peduli dengan dirinya, padahal dirinya tidak kenapa-kenapa.

"Untung ada, Pak Ezra. Coba kalo nggak ada? Bisa-bisa ikutan bonyok sikut lo, Tha," ujar Zea seraya melirik Ditha, kemudian kembali menatap pria di hadapan keduanya.

"Pak, makasih udah mau tolongin sahabat saya. Ya … walaupun bukan saya yang di tolongin, tapi saya mewakili sahabat saya. Karna saya tau, Ditha geng—" celoteh Zea terhenti kala merasakan sebuah pukulan di lengannya.

Ditha yang sudah muak mendengar celoteh tidak bermanfaat dari sahabatnya itu langsung memukul lengan Zea.

"Diem, nggak!" ucap Ditha penuh tekanan, seraya memelototi ke arah Zea. Setelah itu gadis itu meninggalkan keduanya, jalannya agak tergopoh-gopoh akibat efek lututnya yang terluka.

Melihat itu Ezra pun bergegas menyusul Ditha, pria itu tidak bisa membiarkan anak muridnya yang sedang kesusahan dibiarkan sendirian.

"Kamu hati-hati, ya, pulangnya. Saya duluan," pamit Ezra. Zea hanya merespon dengan anggukkan kepalanya saja.

...Ω...

Ditha yang sudah diambang kekesalan dan tidak mood untuk berbicara dia mengusir keberadaan Claudia yang sedang menunggu sopir jemputannya.

"Fine! Gue pulang duluan. Gws, buat dengkul lo."

Claudia langsung memasuki mobilnya saat melihat mobil jemputannya sudah datang. Ditha tidak meresponnya, karna memang dirinya malas untuk berbicara saat ini. Dia sedang duduk di kursi taman yang berada di samping sekolah untuk menunggu ojek online yang mengantarkannya pulang ke rumah.

Secara bersamaan ada sebuah motor dan mobil berada di hadapannya, Ditha yang menyadari kedua kendaraan itu mengernyit bingung.

Ada apa nih? Jangan-jangan mereka mau begal gue? batinnya yang sudah cemas. Namun, detik kemudian keluarlah pengemudi mobil itu.

"Teh Ditha, ya?" tanya pria yang duduk di atas motor.

"Iya. Kok tau nama saya?" tanya Ditha yang masih bingung, sudah bingung malah ditambah bingung lagi dengan kedatangan pria yang membawa mobil pajero berwarna hitam tersebut.

Ck! Ngapain sih, Om Ezra pake ke sini segala lagi. Memperburuk mood gue aja, batinnya.

"Saya oje—"

"Mas, nggak jadi pesan ojeknya," tukas Ezra dan langsung menyerahkan satu lembar uang kertas berwarna merah. "Untuk ganti rugi."

Pria berhelm itu langsung menerimanya dan berterima kasih setelah itu ia menghilang dari pandangan Ditha dan Ezra. Tinggallah dua orang manusia yang masih sama-sama diam, hingga di mana Ditha yang hendak beranjak dari duduknya tidak jadi saat ada sebuah tangan menggendong tubuhnya.

"Apa sih, Om Ezra! Nggak lucu tau! Turunin, ih! Yang sakit dengkul saya, bukan kaki saya. Cepetan turunin!" Ditha bersungut-sungut mengatakannya. Namun, sepertinya Ezra tidak akan menuruti omongannya.

"Diam jangan banyak bergerak! Tubuh kamu berat, nanti kita jatuh, kan sangat memalukan." Ditha tercengang mendengar dan detik kemudian tangannya mulai memukul-mukul punggung pria yang sudah menggendong dirinya.

Saat tubuhnya berada di dalam mobil, bibir pria itu masih bergeming. Namun, saat tangannya ingin membuka obat botolan, Ditha segera mencegahnya dan langsung merampas kotak P3K beserta obat ditangan pria itu.

"Saya peringatkan lagi! Yang bonyok dengkul saya, bukan seluruh bagian badan saya. You understand?!"

Ezra mengangguk lalu mulai mengemudi dan Ditha mulai mengobati lukanya.

"Baiklah dan kamu harus ingat, Ditha. Luka apa pun itu harus segera di obati, jika tidak luka itu akan semakin menjalar dan kamu tidak akan tau akibat apa yang selanjutnya akan terjadi …." Ezra menjeda ucapannya saat mobilnya memasuki area Pertamina.

"Seperti lukanya orang sedang patah hati, bagi sebagian orang yang belum pernah merasakan dikhianati atau ditinggalkan oleh seseorang yang sangat dicintai pasti orang lain akan menganggapnya lebay dan lemah, apalagi jika pria yang merasakannya. Namun, ketahuilah bahwa obat patah hati itu akan sembuh jika orang tersebut sudah benar-benar sembuh dari patah hatinya dan bisa menerima orang baru untuk mengisi hatinya …." Ezra kembali menjeda ucapannya, saat mobilnya mulai mengisi bensin. Setelah selesai mobilnya kembali melaju meninggalkan area Pertamina.

"Dan ini yang harus kamu ketahui, jika tidak segera diobati maka orang yang merasakan patah hati antara belum atau sudah dipastikan orang tersebut sudah merasakan yang namanya trauma. Ya, trauma untuk membuka hatinya kembali. Ada dampak negatifnya juga, kan? Jadi, kamu wajib hati-hati dan ingat setiap merasakan luka entah luka di luar tubuh kamu atau dalam tubuhmu, segeralah kamu obati."

"Selesai!"

TBC

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!