Memang Kamu Bisa?

Ditha sudah berada di dalam ruangan pak David, tetapi dia tidak menemukan keberadaan gurunya itu. Pasalnya salah satu adik kelasnya mengatakan jika dirinya langsung saja masuk ke dalam ruangan atas perintah pak David dan Ditha pun saat ini sudah menunggunya hampir lima menit.

"Sudah dari tadi, Ditha?" Suara itu berasal dari pintu masuk ruangan. Ditha menoleh dan langsung mendengus kesal.

"Udah dari lebaran kingkong," ketus Ditha.

Pak David yang baru masuk langsung mengernyitkan dahinya, memperhatikan penampilan Ditha dari atas sampai bawah, lalu detik kemudian dia terkekeh. Bahkan raut wajahnya gadis itu hari ini sepertinya sedang tidak bersahabat.

"Wajah kamu seperti pakaian belum disetrika saja. Ada apa, Ditha?" tanya Pak David saat tangannya mulai meraih beberapa kertas di hadapannya.

"Bapak, pikir aja sendiri! Saya bela-belain langsung dateng ke sini, tanpa taru tas saya dulu di kelas. Eh pas sampe sini kosong melompong, kayak kuburan tanpa mayat," jawab Ditha tanpa menatap wajah Gurunya itu.

Pak David menaikkan satu alisnya, kemudian dia tersenyum gemas.

"Saya kira kamu akan datang ke sini nanti saat jam istirahat, nggak taunya?" Pak David menggeleng-gelengkan kepala. "Sudahlah, ke mari dulu."

Ditha menurut, mendekati Gurunya itu seraya mengerucutkan bibirnya. Sesuai instruksi Pak David, Ditha memperhatikan dengan teliti dan detail. Setelah paham dengan apa yang diperintahkan Pak David, Ditha langsung menjalankan perintahnya itu.

"Sepertinya kamu tidak bisa mengikuti jam pertama k—"

"Ya, emang. Bapak, kurang banyak ngasih jackpot ke sayanya."

Pria berusia 35 tahun itu, kembali terkekeh. Jujur saja melihat Ditha, sudah seperti melihat istrinya sendiri. Masing-masing mempunyai keunikan tersendiri, menurutnya.

"Kalau begitu, saya ijin ke guru kamu dulu."

Setelah kepergian guru yang seperti tidak punya dosa itu, Ditha mulai melancarkan aksinya dengan cara menyetel lagu pakai sound milik gurunya itu sendiri.

"Nah, kalo gini, kan rame. Lumayan ngilangin ngantuk juga," gumamnya saat berhasil menyambungkan koneksi ponselnya ke sound sistem milik pak David.

Setengah jam berada di dalam ruangan, membuat ulat-ulat di dalam perutnya berpesta poranda. Bagaimana tidak, tadi dia lupa sarapan akibat sudah kepepet dengan bel masuk sekolah. Demi menghindari guru piket yang tidak tau diri kala memberi hukuman ke pelajar yang telat datang, jadilah Ditha rela tidak sarapan.

Gadis itu pun memilih istirahat, seraya menunggu pesanan yang di minta. Ya, Ditha meminta tolong kepada pak David supaya membelikan dirinya sebuah makanan apa saja di kantin selagi bisa di makan. Enak saja mau untungnya saja, lalu jika di susahkan tidak mau begitu? Tidak ada di kamus Ditha. Barangsiapa yang menyusahkan dirinya, maka orang itu pun wajib dia susahkan kembali.

Suara benda terbentur mengalihkan atensi Ditha dari layar ponselnya. Terlihat adaada sebuah piring yang berisi beberapa tusuk sosis dan bakso bakar yang dilumuri saus di atasnya, tak lupa juga di samping itu ada segelas minuman dingin. Sungguh ulat-ulat di dalam langsung menusuk-nusuk perutnya, sepertinya sudah tidak sabar menghabiskan mangsa di hadapannya.

"Pak, saya ngutang dulu deh. Entar saya bayarnya kalo udah jadi istri sirinya bang Messi," selorohnya setelah menyantap bakso bakar tersebut.

Pak David tersenyum menggeleng-gelengkan kepalanya seraya menyentil kening gadis di hadapannya saat ini.

"Jangankan jadi istri sirinya Messi, jadi istri sirinya presiden pun tidak akan saya amin, kan."

"Doa baik kok nggak di amin, kan. Di luar seller bapak satu ini," sindir Ditha.

"Lagi pula mana mau Messi sama gadis bar-bar seperti kamu!" cetus Pak David.

Setelah menghabiskan semua makanan beserta minuman yang ada di hadapannya, dia pun berjalan menuju sofa yang ada di ruang tengah, lalu direbahkan lah tubuhnya di sofa tersebut.

"Selagi bar-bar saya membawa dampak positif, kenapa nggak? Btw perut saya begah, Pak. Lanjut entar, ya!" teriak Ditha.

Pak David tidak meresponnya, ia sibuk mengecek pekerjaan yang dikerjakan oleh anak muridnya itu. Tak berselang lama terdengar suara langkah sepatu, diikuti suara omongan.

"Bang, aku kira kau ngajar."

Pak David mendongak dan kembali fokus melihat kertas-kertas di hadapannya.

"Jadwal aku hari Rabu. Ada apa kau ke sini?"

Ditha yang tengah bertukar pesan dengan sahabat-sahabatnya seketika pendengarannya menjadi tidak fokus saat mendengar gelak tawa yang tidak jauh dari keberadaannya.

"Terus kenapa kau datang?"

"Aku harus mengoreksi kertas ulangan, yang belum sempat ku koreksi. Jadinya, ku datang ke sini. Tapi, lebih tepatnya Ditha yang mengerjakannya."

"Ada Ditha di sini?"

Pak David mengangguk membenarkan. Saat yang sama Ditha menyembulkan kepalanya di balik dinding pembatas, penasaran siapa yang datang dan betapa terkejutnya dirinya saat melihat seseorang yang sudah membuatnya kemarin overthinking, orangnya ada di ruangan ini.

"Ditha," panggil Pak David.

Kedua pria dewasa itu masih belum menyadari keberadaan Ditha yang ada di sana dan secara spontan pun Ditha langsung menjawab tentu saja pria yang duduk berhadapan dengan Pak David atensinya langsung mengarah kepada dirinya.

"Ya, Pak!" sahutnya. "mati gue! Dia liat gue lagi," gumamnya. Dengan sangat terpaksa Ditha berjalan mendekati Pak David. Namun, ekspresi wajahnya yang tadi terkejut kini dia berusaha tutupi dengan ekspresi datarnya itu.

"Masih banyak yang belum, kamu lanjutkan lagi, ya," ujar Pak David yang tidak mengalihkan tatapannya pada kertas ulangan di hadapannya.

"Pak, bentar lagi masuk jam kedua. Saya ada praktek nyanyi. Gimana dong?"

Padahal mah nggak ada, batinnya melanjutkan.

Jujur saja Ditha sudah sangat risih dan jengah dengan tatapan pria yang masih detik ini membuat hatinya dongkol. Bagaimana tidak? Pria itu tidak mengalihkan sedikit pun tatapannya ke tempat lain dan rasanya Ditha ingin mencongkel kedua bola mata itu.

"Memang kamu bisa?" Bukan Pak David yang bertanya, melainkan pria yang duduk berhadapan dengan Pak David.

Shi t! Ngeselin banget om-om tua satu ini! Kenapa coba ada di sini segala? Rasanya gue pengen muntain makanan tadi yang gue makan di depan dia sekarang, batin Ditha bersungut-sungut.

Kedua pria dewasa yang ada di hadapannya sepertinya sedang menunggu jawaban Ditha dan itu semakin membuat hatinya semakin dongkol.

"Gimana, Pak? Dibolehin nggak saya?" tanya Ditha seraya menarik kecil lengan milik Pak David. Gerakan Pak David yang sedang menandatangani surat terhenti saat mendengar pertanyaan Ditha.

"Kamu belum menjawab pertanyaan dari, Ezra." Pak David kembali menandatangani surat-surat yang lainnya. "Bisa bernyanyi memang kamu?"

Ditha memasang wajah galaknya dan langsung dia melirik sekilas ke arah Ezra, sedangkan yang ditatap olehnya biasa saja mimik wajahnya. Cool, tenang dan adem ayem.

Argh! Ngeselin banget, Om Ezra!! Pake segala sok cool segala lagi itu muka, batin Ditha geram.

...Ω...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!