Overthinking

Ezra Arsenio Lewend pria 31 tahun mantan CEO di perusahaan yang ia bangun semenjak tiga tahun yang lalu, terpaksa harus di alihkan menjadi hak milik untuk adik tercintanya. Susah payah ia merintis dari nol, tetapi sekarang? Dengan mudahnya Vyu mama Ezra menyerahkan perusahaan anak sulungnya untuk beralih menjadi hak milik anak bungsunya yaitu, adik Ezra.

"Ini sih udah masuk kategori ke penganiayaan, Ma. Walaupun beda jalur," seloroh Ezra saat sang Mama mengobati luka memar di bagian perutnya yang sedikit buncit itu.

Vyu berdecak gemas, sampai-sampai dia sengaja menekan kapas tepat luka memar yang tengah dia obati. Ezra pun hanya bisa meringis mendapatkan perlakuan dari Mamanya.

"Lebay kamu tuh. Wajar aja dia begitu, namanya juga masih proses pendewasaan." Vyu menaruh obat-obatan di atas meja didekatnya setelah selesai mengobati. "Kamu malah lebih parah," lanjutnya.

Ezra terbelalak tidak terima. Vyu yang melihatnya malah mencebik lucu.

"Lupa?" tanya Vyu.

"Aku akan lupa kalau, Mama nggak mengungkitnya kembali."

"Dasar! Sebelas dua belas sama seperti papanya," ujar Vyu, kemudian dia berlalu meninggalkan Ezra.

Ezra yang tengah sibuk dengan ponselnya, seketika dia dikagetkan dengan suara yang berada dari pria berseragam hitam itu.

"Mas, mobilnya sudah siap."

"Kamu, ya, Jal seperti malaikat maut saja. Bikin orang jantungan."

Jalu yang merupakan sopir pribadinya itu, menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Maaf, Mas. Saya nggak tau kalau, Mas Ezra seserius itu."

"Ya, sudah. Ayo berangkat," titahnya seraya berjalan duluan.

Keduanya sudah berada di dalam mobil dan tengah berada di tengah-tengah Ibukota Jakarta.

...Ω...

Tiga tahun tinggal bersama om dan tantenya tidak mudah bagi gadis bernama Sabiya Paramaditha Dhara. Ya, gadis 18 tahun itu sudah ditinggalkan oleh kedua orang tuanya akibat penyakit yang diderita keduanya.

Kelakuannya yang selalu membuat orang-orang disekitarnya merasa kesal, siapa yang tahu jika itu semua hanya menutupi kesepiannya tiga tahun belakangan ini.

Saat mendengar bahwa sang ayah menderita paru-paru, detik itu juga Ditha membenci pria merokok. Tidak hanya itu saat yang bersamaan juga, ibunya ikut menyusul sang ayah ke sang pencipta. Dengan sakit yang dideritanya yaitu, kangker otak. Sungguh dunia pada saat itu seketika gelap gulita, kehidupan gadis yang baru menginjak 15 tahun pada saat itu seperti kehilangan arah.

Bagaimana, tidak? Kedua orang tuanya menyembunyikan penyakit darinya dan ketika ajal mendekati mereka, Ditha pun sempat tidak percaya. Ayahnya tiga tahun menderita paru-paru dan ibunya baru satu tahun dan tanpa gadis itu sadari, ternyata penyakit yang tadinya dikatakan hanya penyakit biasa malah menjadi penyakit yang luar biasa.

'Ada pesan buat kamu, sebelum saya pergi jauh. Jadilah orang yang bertanggung jawab, setelah melakukan kesalahan kepada manusia. Kalau tidak bisa membantu, setidaknya meminta maaflah.'

Perkataan itu selalu terngiang-ngiang, kala dirinya rindu dengan mendiang sang ibu. Namun, sesaat Ditha kembali mengingat perkataan yang sama seperti yang diucapkan mendiang ibunya. Ya, dia mendengar kembali dari bibir orang yang berbeda, tetapi kenapa perkataannya sama persis?

"Tau, ah pusing gue mikirin ucapan dia. Masa bodo kalo dia mau pergi jauh ke planet atau ke bumi, emang gue pikirin!" gerutunya, seraya memasuki kamar mandi.

Langkah kaki Ditha terhenti saat ingin melewati kamarnya, terdengar ponselnya berbunyi pertanda panggilan masuk. Segera dia ambil dan menjawab panggilan masuk tersebut.

"Halo pak. Ada apa?"

[ Saya ganggu nggak Ditha? ]

Ditha tertawa hambar.

"Ya, ganggu banget lah pak."

[ Oh, maaf. Kalau begitu, saya telepon lagi nanti. ]

"Eh janganlah pak, emang ada apa sih?"

[ Nanti saja— ]

"Udah sekarang aja!" tukas Ditha dan langsung terdengar kekehan dari sebrang sana.

[ Baiklah. Saya cuman mau minta tolo— ]

"Minta tolong apa?"

Terdengar decakan dari sebrang sana dan itu membuat Ditha tertawa tanpa suara.

[ Dengarkan dulu, jangan kamu potong terus! Paramaditha Sabiya Dhara. ]

"Pak David songong, ya! Enak aja nama lengkap saya di balik-balik begitu. Belum pernah di datengin arwah susana, ya!"

[ Eh? Ya, sudah saya minta maaf. Saya mau minta tolong sama kamu, besok kamu ke ruangan saya, ya? ]

Kedua alis Ditha hampir menyatu tidak lupa juga mimik wajahnya masih diliputi rasa kesal.

"Ngapain?" ketusnya.

Memang anak satu ini tidak sopan sekali saat berbicara dengan gurunya sendiri. Jangankan guru, om dan tantenya sama dia ketusin, tetapi aslinya baik kok. Mungkin memang sudah sifat alaminya dari lahir, tetapi percayalah Ditha itu sangat baik.

[ Ada sesuatu yang harus kamu kerjakan, besok saya jelaskan di sekolah saja. ]

Pak David memutuskan panggilan terlebih dahulu, setelah Ditha mengiyakannya. Ditha yang melihatnya itu langsung berdecak kesal.

"Kenapa gue, oke-oke aja tadi?"

Mengingat kejadian kemarin membuat Ditha menjadi uring-uringan, terlebih pikiran negatifnya mulai muncul.

Kalo gue ketemu om Ezra, terus dia ngajak gue ngomong. Gue harus apa?

Kalo misalkan di ruangannya ada om Ezra, sikap gue harus gimana?

Kalo gue disuruh beliin ini itu, kasih ini itu ke om Ezra. Gue harus kasih alesan apa?

"Argh! Tau ah, kesel gue." Baru kali ini Ditha terlihat overthinking, terhadap sesuatu yang padahal bisa saja dia tidak begitu pedulikan. Namun, sepertinya saat ini otak Ditha sedang tumpul tidak bisa berfikir jernih.

...Ω...

Hanya membutuhkan waktu setengah jam untuk mencapai lokasi yang mereka tuju dan akhirnya mobil yang mereka tumpangi sudah sampai di depan mansion berlantai dua tersebut.

Jalu memasuki garasi mobil, sedangkan Ezra sudah berada di ruang keluarga. Saat dirinya memasuki rumah ini langsung disambut asisten rumah tangga yang bekerja di tempat kediamannya ini.

"Permisi, Pak. Minumannya sudah jadi," ucap wanita paruh baya setelah menaruh segelas minuman di atas meja.

Ezra mendongak, lalu tersenyum. "Makasih, Bi."

Jui mengangguk tersenyum. "Sama-sama. Tuan dan nyonya nggak ikut, Pak?"

"Tidak, Bi."

Terlihat sangat sepi, karena memang hanya dihuni lima orang saja. Empat orang pekerja yang dipekerjakan oleh Ezra dan satu orang lagi dirinya. Namun, terkadang pekerja di rumahnya ada yang menetap tinggal bersama dia dan ada juga yang pulang pergi. Pada nyatanya tempat tinggal asli mereka tidak terlalu jauh dari tempat kerja, mereka para pekerja Ezra tetap memiliki alasannya masing-masing dan Ezra juga memakluminya.

Setelah dirasa tidak ada yang diperlukan lagi oleh majikannya itu. Jui kembali ke pantry untuk menyelesaikan pekerjaannya. Ezra memasuki kamar tidur dengan membawa segelas minumannya. Direbahkan sebentar tubuhnya itu di atas kasur, dirasa rasa lelahnya sudah hilang barulah dia memasuki kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

...Ω...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!