Bayi Babi, Kan Besar.

Dalam rangka memperingati hari guru, seluruh penghuni gedung SMA BALANGGA turut ikut serta merayakannya. Meskipun acara tersebut sudah selesai satu jam yang lalu, lain halnya dengan Kelas 12 IPS 3. Mereka baru saja memberikan suprise berupa cakes serta tiga buah kado kepada wali kelasnya yang bertepatan juga dengan hari ulang tahunnya di hari ini. Murid yang terdiri dari 15 orang laki-laki dan 23 orang perempuan itu masih bisa merayakan hari guru plus hari ulang tahun wali kelasnya yang di mana tahun ini menjadi tahun ketiga mereka, anak-anak muridnya merayakan bertambah usianya.

Tiga tahun bukanlah tentang angka yang sedikit atau banyaknya, tetapi tentang moment-moment langka yang sudah banyak terjadi begitu saja dalam tiga tahun terakhir ini. Tahun ini menjadi tahun terakhir SMA BALANGGA angkatan 2018-2019 ikut merayakan hari guru dan di tahun depan mereka semua murid-murid SMA BALANGGA sudah di tidak menjadi bagian lagi dari keluarga SMA BALANGGA. Maka dari itu di setiap moment-moment penting harus diabadikan.

Contohnya saat ini teman yang sudah Ditha anggap keluarganya sendiri itu tengah membacakan bait demi bait puisi tentang guru. Puisi kali ini spesial dibuat oleh pemikirannya sendiri, tidak ada copy paste lagi seperti yang terjadi pada tahun lalu.

"Baru aja sembuh dari penyakitnya, eh udah disuruh mikir aja buat bikin puisi. Malang sekali sahabat gue satu ini," seloroh Ditha saat melihat sahabatnya sudah duduk satu meja dengannya.

"Sabar, Clau! Ditha, abis kecapekan ngurusin bayi besar, ya, gitu," sahut Zea yang sedang memakan permen kaki.

Claudia gadis yang baru selesai membacakan puisi menoleh ke Ditha dengan tatapan tanda tanya, Ditha yang ditatap seperti itu sangat peka sekali.

Seraya melirik ke arah Zea, Ditha berujar, "Yang dia maksud bayi besar, ya, bayi babi. Bayi babi, kan besar. Nah, maksudnya dia itu lah."

Claudia memukul paha Ditha menggunakan buku paket.

"Itu mah babonnya, sialan! Kalau besar mah bukan bayi namanya, Dithot!" ketus Claudia.

"Lho, kan emang ada. Nggak pernah ngeliat bayi babi, ya, gini. Lo main deh ke kandang punya tante gue kalo nggak percaya."

"Serah lo ah! Capek gue ngomong sama batu kerang," ucap Claudia seraya berlalu meninggalkan kelas.

"Eh, kampret! Udah tiga manusia, ya, yang ngatain gue kerang. Mau gue ganti bibir lo jadi bibir babi Clau?" teriak Ditha yang sama sekali tidak digubris, karena Claudia juga sudah menghilang dari hadapannya.

"Mulut lo kayak kaleng rombeng, tau nggak! Beri—" Tak sempat menyelesaikan ucapannya, Azri sudah mendapatkan sebuah lemparan botol minum yang masih ada setengah airnya dari Ditha.

"Diem lo, ya! Nggak usah tambah dosa di dalem hidup gue!" ketus Ditha.

"Ze, kantin yuk!" ajak Koko pada Zea yang tengah menonton drama China pada ponselnya.

"Mau ngapain?"

"Bakar jin! Gitu aja pake nanya segala. Gue heran banget sama lo, Ze. Semenjak kita putus setiap gue ajakin ke mana, jawaban lo pasti selalu di luar meler semua."

"Nalar somplak! Nalar! Lo kira upil meler-meler," kesal Azri. Gemas sekali setiap ucapan yang temannya itu lontarkan selalu kepleset dari letaknya.

Jicko atau biasa dipanggil Koko itu menatap Azri dengan nyalang. Baginya setiap kata yang dia ucapkan kepleset sedikit, selalu saja pelaku yang membenarkan itu adalah Azri. Sampai mual sendiri Koko yang mendengarnya.

"Kang gosip, nggak usah ikut cumpar!" ketus Koko.

"Campur, bego! Ketauan banget nilai bahasa Indonesianya minus-minus semua," sindir Azri.

"Wajarlah kalau nilai bahasa Indonesia gue minus-minus semua! Gue aja lahir di Belanda," seloroh Koko.

"Iya, Belanda! Bekasi dilanda trauma! Maksudnya itu, kan?" ejek Azri dan tentu langsung mendapatkan sebuah lemparan buku LKS milik Zea.

"Mata lo bengkak! Nggak usah songong, ya, ngatain kota kelahiran gue jadi kayak gitu!" sarkas Koko.

Zea yang sedang menonton drama China menjadi sangat terganggu oleh kebisingan dua orang laki-laki kembar beda rahim tersebut. Ia pun memutuskan menyeret Ditha untuk pergi meninggalkan kelasnya.

"Kan, gara-gara lo Zea jadi ninggalin gue!" sindir Koko.

Azri tak menanggapi, dia hanya pura-pura tak mendengar dan memilih acuh kepada omongan Koko.

...Ω...

Jam pelajaran pertama kosong tidak ada guru yang memasuki Kelas 12 IPS 3 dan seharusnya pelajaran kedua juga kosong, tetapi beberapa saat kekosongan itu berlalu setelah kedatangan seorang pria dewasa yang masuk ke dalam kelas.

Tentu saja seluruh atensi penghuni kelas ini mengarah ke dirinya tepat di mana ia tengah berjalan ke arah meja guru seraya menaruh beberapa buku di atas meja yang ia bawa.

Bisik-bisik tetangga pun mulai menusuk indra pendengarannya, tak berselang lama suara teriakan histeris yang didominasi oleh kebanyakan kaum hawa itu pun menggema di dalam kelas ini. Saat pria dewasa itu tersenyum kepada siswa dan siswi Kelas 12 IPS 3.

"Ya Tuhan, pulang-pulang auto kerokan ini mah."

"Tadi pagi gue dapet musibah, eh sekarang dapet jackpot yang luar biasa."

"Ini bukan tentang jantung yang copot, melainkan hati gue yang bergejolak liat senyum dia yang manis nan rupawan."

Beberapa selorohan demi selorohan sudah mereka dengar, ada yang mengangguk membenarkannya, ada yang ilfil saat mendengarkan omongan-omongan receh tersebut dan ada yang sudah kabur meninggalkan kelas. Apalagi jika alasannya bukan ingin muntah mendengar omongan-omongan kaum hawa di dalam kelasnya.

"Lo nggak mau kabur, Ko?" tanya Azri yang sudah menyumpal telinganya menggunakan pulpen.

Koko menoleh dan memperhatikan kedua telinga temannya itu, kedua telinganya di sumpal oleh pulpen. Gelengan kepala Koko, membuat Azri menatapnya heran.

"Kenapa lo?"

"Gue mau tanya, pas nyokap lahirin lo. Rsnya di RS jiwa, kah?"

Plak! Plak!

Dua kali tamparan yang mengenai pahanya itu meskipun terhalang oleh celana sekolah, membuat Koko mendelik kesal.

"Babi! Sakit goblok!" pekik Koko yang langsung mengundang atensi seluruh penghuni kelas menatapnya, termasuk pria dewasa yang ada di depan sana.

"Lagian lo pikir dong pake kaki! Ngapain nyokap gue lahirin gue di RS jiwa? Kalo nyokap gue gila, otomatis gue ikut gila lah, semprul!"

Koko langsung menoyor kepala Azri dan keduanya masih belum juga menyadari bahwa semua pasang mata teman-teman kelasnya beserta pria dewasa itu sedang menatap keduanya.

"Nggak tentu lah, goblok! Kalo nyokap lo gila, bukan berarti anak yang di dalem rahimnya bakalan ikut gila kayak nyokapnya. Sekarang gue tanya, kalo pas lo lahir gila. Kira-kira karna apa?"

"Ya, mana gue tau. Tanya aja sama nyokap gue."

Plak!

Kini gantian Koko yang menampar paha milik Azri.

"Goblok di pelihara, pelihara tu babi—"

"Ekhm!"

...Ω...

Berbeda dengan yang di kelas, suasana kantin pun cukup sepi. Mungkin karena jam pelajaran masih berlangsung dan yang ke kantin biasanya langganan orang-orang bolos di jam pelajaran yang entah itu bosan, ngantuk atau tidak mengerti isi yang ada pada buku pelajaran mereka.

Seperti saat ini Ditha dan Zea hanya ada mereka berdua saja, entah ke mana perginya Claudia mereka tidak ingin ambil pusing. Nanti juga pasti nongol batang anunya, pikir mereka berdua.

"Balik yuk ke kelas, udah nggak mood gue di sini."

"Di kelas ngapain coba? Jamkos ini, bentar lagi juga istirahat," ucap Ditha.

Zea mengambil ponselnya di dalam saku seragam miliknya saat merasakan getaran pada ponselnya itu. Sebuah panggilan masuk dari mantannya pun terpampang nyata pada layar ponselnya.

Terpopuler

Comments

Siti Chomariah

Siti Chomariah

critanya bagus kak, lanjoootttt...💪💪💪

2022-04-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!