Sia–aaa!

Suasana jam istirahat di sekolah ini sangat ramai setiap harinya, maka tak heran jika kepala sekolah menambahkan beberapa meja dan kursi yang di tempatkan di kantin. Demi siapa lagi kalau bukan demi kenyamanan para siswa-siswi SMA ini.

Beberapa menit kemudian suasana yang semula pada dengan siswa-siswi, kini menjadi hanya tinggal empat orang saja yang masih duduk di kursi kantin.

"Bokap lo hobi banget bikin gue pemasaran."

"Penasaran," sahut siswa laki-laki dengan cepat membetulkan perkataan temannya itu.

"Ya, itu maksud gue," ucap Koko.

"Tau. Bokap lo urusin, Ze."

Gadis cantik dengan poni terbelah dua melirik sinis temannya, yang tengah menyindirnya.

"Bokap gue, bokap lo pada, ya!" ketus siswi perempuan yang tengah menjilat stik coklat.

Seorang gadis yang duduk di sampingnya, mencolek dagu miliknya.

"Cie, baper. Btw, tadi gue denger, katanya guru penggantinya laki—"

"Ganteng nggak?" tukas cepat siswi berponi itu dan membuat ketiga temannya yang satu meja dengannya terkekeh.

"Laki aja gercep!" sindir Koko yang terdengar seperti sedang cemburu.

"Udahlah, yang cuman mantan. Mantan nggak ada hak buat cem—"

"Pantat lo gue tusuk pake pacul, ya. Sekali lagi lo bersuara!" ucap Koko dengan penuh ancaman. Siswa laki-laki yang berbicara tadi pun pura-pura memasang wajah ketakutan.

"Zea, mantan lo kenapa jadi kriminal begini. Lo denger, kan tadi? Merinding babi!"

"Ck, bacot lo berdua!" Zea, siswi berponi terbelah dua itu tengah menatap tajam kedua teman laki-lakinya yang sibuk berdebat saja, kemudian dia pun beralih menatap teman yang berada di sampingnya.

"Lanjut, Sabiya Paramaditha Dhara. Jangan sampe gue hamidun, lo baru nerusin cerita lo tadi."

Mendengar nama lengkapnya disebut, siswi cantik ini pun tertawa renyah.

"Emang lo beneran mau kalo hamidun?" Tawanya semakin renyah setelah dia mendapatkan pukulan di lengannya dari Zea.

"Ditha, sialan! Itu, kan cuman perumpamaan! Udah si lanjut—"

Bunyi bel jam masuk sudah berbunyi, yang di mana pelajaran jam ketiga sudah akan dimulai. Mereka berempat pun meninggalkan kantin. Tidak seperti kemarin yang telat saja tidak jadi masalah karena gurunya memang sangat baik, berbeda dengan saat ini. Guru yang akan masuk ke kelas mereka adalah guru ekonomi, guru yang terkenal dengan galaknya serta tak main-main kalau sedang memberikan tugas kepada murid-muridnya.

"Gue udah pw tau, Tha. Ngeselin banget sih, mana sekarang pelajarannya si anu lagi," keluh Zea yang sengaja berjalan sempoyongan menuju kelasnya.

Koko yang berada tepat di sampingnya dengan cepat dia merangkul bahu gadis yang saat ini sudah menjadi mantan pacarnya itu. Ketika kedua netra itu dipertemukan keduanya saling tersenyum.

"Ri, lo nggak ada niatan buat pacarin penghuni perpus apa?" Entah itu sebuah pertanyaan atau sebuah sindiran bagi dua orang yang tengah bermesraan di hadapannya saat ini.

"******! Gue masih normal, ya, eh disuruh pacarin penghuni perpus. Kocak banget lo, Ditha kera–aw sakit, sialan!" Kuku-kuku panjang milik Ditha, berhasil menyentil penghuni bibir tersebut.

"Lo denger, ya berdua. Azri and Koko! Sekali lagi lo berdua manggil nama gue pake embel-embel 'kerang' ...," Ditha menunjuk masing-masing bibir milik kedua teman laki-lakinya itu. "Mulut lo berdua siap-siap, gue bakalan ganti jadi mulut babi!"

Setelah berkata seperti itu, Ditha berjalan duluan meninggalkan ketiga temannya yang tengah menatapnya dengan tatapan seperti orang kesambet.

...Ω...

Perjalanan dari kantin menuju kelasnya bisa dikatakan lumayan jauh, karena kelasnya yang berada di tingkat tiga. Terkadang ada beberapa pelajar yang malas untuk turun sekedar istirahat atau membeli keperluan lainnya, tak ayal teman sebayanya yang menjadi korban penitipan dari masing-masing teman-temannya itu.

Ditha yang baru saja ingin memasuki ke dalam kelasnya, urung setelah mendengar suara pekikan nyaring di sepanjang lorong sekolah.

"Ditha!"

"Astaghfirullah, insap-insap. Setan apa lagi yang merasuki hatinya, astaghfirullah," gumam Ditha seraya mengusap dadanya.

Dia pun menoleh ke belakang dan melihat seorang wanita paruh baya bertubuh lebar dengan tinggi tubuhnya kira-kira 160 cm. Segera dia menghampiri wanita paruh baya itu.

"Ada apa, Bun?" tanya Ditha sebaik mungkin, padahal di dalam hatinya sangat berbeda sekali.

"Kamu habis dari mana? Rok belakang kamu sampe kotor begitu."

Ditha pun memutar tubuhnya sedikit untuk melihat ke arah bokongnya dan benar di sana ada bercak saus dan kecap.

"Tadi si dari kantin, Bun. Kalo gitu saya bersihin ini dulu deh. Ijin, ya, B—"

"Oh, iya. Nanti kamu mampir ke meja saya, ya. Ambil modul dan kacamata saya, mager saya bolak-balik lagi. Ya?"

Ditha tak menjawab langsung, gadis cantik ini bahkan memperhatikan penampilan wanita paruh baya yang ada di hadapannya saat ini dari atas dari atas sampai bawah.

Kalo nggak marah-marah, ngasih soal dikit, tapi jawabannya tujuh turunan, ya, gini. Agak ngeselin. Bolak-balik kenapa sih emangnya? Bukannya bagus buat tubuh lo yang bongsor ini? batin Ditha, kemudian ia tersenyum yang sepertinya dipaksakan.

"Oke, Bun."

Keduanya berpisah di lorong sekolah tepat di depan kelas 12 IPA 3. Setelah dari toilet selesai, Ditha beralih masuk ke ruangan guru, segera ia mendekati meja guru yang tadi diminta tolong kan untuk mengambilkan modul dan kacamata.

Sibuk mencari dua benda tersebut, Ditha yang samar-samar mendengar suara bersin-bersin. Namun, dia tetap menghiraukannya karena dua barang yang dia butuhkan belum juga ketemu. Kenapa harus mengurus hal-hal yang tidak penting?

"Sepi banget cuman ada gue doang sama … sama? Suara bersin-bersin itu." Kembali Ditha mendengar suara bersin tersebut dan sepertinya suaranya semakin dekat, saat dia ingin membalikkan tubuh untuk memastikan ada orang selain dirinya atau tidak, di saat itu juga tubuhnya hampir tercengang.

"Sia–aaa!"

Sayangnya tidak jadi tercengang, setelah punggungnya itu merasakan ada yang menyentuhnya.

"Permisi, apa kamu tahu di mana ruang UKS?"

Kedua mata Ditha yang tadi terpejam kini perlahan terbuka, saat sibuk mencari pencahayaan kedua matanya tiba-tiba membulat sempurna dan dia pun langsung menegakkan tubuhnya tak lupa juga ia langsung membelakangi orang yang sudah menolongnya.

Pertanyaan demi pertanyaan yang berasal dari orang di belakangnya, Ditha hiraukan, karena saat ini batinnya tengah berantem di dalam sana.

Kenapa itu orang ada di sini? Parfumnya nyengat banget lagi, terus … argh! Nggak-nggak, batinnya seraya menggeleng-gelengkan kepala.

"Bodo amat lah, nggak ngurus," gumam Ditha yang kembali sibuk mencari modul dan kacamata milik gurunya. Namun, lagi-lagi suara bersin-bersin kembali terdengar dan itu sungguh mengusik indra pendengarannya.

Yes, ketemu juga akhirnya! Sekali lagi kalo dia nyuruh gue, gue pura-pura mati aja. Kesel tau gue, pasti berujung kayak begini. Mati-matian nyari lama ketemunya, kan sialan banget. Mana nggak ada upahnya lagi, batin Ditha.

Setelah mendapatkan apa yang dicari, Ditha hendak berjalan, tetapi dengan tidak sopannya jalannya dicegat. Ditha hendak menatap wajah pelaku. Namun, kedua matanya justru salah fokus saat kedua kancing kemeja bagian atas pria di hadapannya saat ini dibiarkan tidak dikancing begitu saja.

Siapa yang tidak terpesona. Belum juga jakunnya yang … tidak-tidak! Ditha tidak boleh meleleh saat ini, apalagi yang ada di hadapannya saat ini seseorang yang sudah dia harapkan tidak ingin bertemu kembali. Namun, nyatanya sekarang?

...Ω...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!