Alur kehidupan seseorang tidak ada yang tahu, karena pada dasarnya kita hidup di dunia nyata, bukan di dunia pertelevisian dengan skenario yang dibuat oleh para produser-produser handal.
Seorang gadis SMA dengan balutan seragam sekolahnya yang lengkap, tetapi cukup menarik perhatian teman-teman kelasnya. Pasalnya di hari ini penampilannya sedikit berubah dari hari-hari sebelumnya. Rambut yang sebelumnya di ikat dengan model buntut kuda kini ia membebaskan rambutnya diterpa angin, begitu pula dengan warna rambutnya yang diubah dengan warna hitam pada umumnya. Setelah itu lengan baju yang sebelumnya ia gulung sekarang tidak lagi.
Saat dirinya tengah membaca satu persatu untaian kata yang ada di mading sekolahnya, tiba-tiba dengan lancangnya entah siapa yang membunyikannya sehingga membuat dirinya hampir berteriak. Siapa yang tidak kaget mendengar bel yang begitu nyaring tepat dirinya berada berbunyi begitu saja. Ia menatap tajam ke arah kantor, kemudian beralih menatap mading kembali.
"Brengsek! Untung yang bunyi bel sekolah, gimana jadinya kalo yang bunyi terompet Izrail?" gerutunya. Saat hendak memutar tubuhnya untuk masuk ke dalam kelasnya, entah dari mana asal wujudnya tiba-tiba saja ia mendengar suara yang tidak begitu asing di telinganya.
"Kalau terompet sangkakala yang bunyi, itu artinya kita semua bakalan mati. Gitu saja tidak tahu."
Kayak nggak asing sama suaranya, batin gadis tersebut.
Ia pun langsung menoleh ke arah sumber suara, tetapi nyatanya yang ia bisa lihat hanya belakang punggungnya saja tidak dengan wajahnya.
"Mungkin itu orang suruhan Izrail," selorohnya dan tentu membuat dua orang siswa yang sedang berlalu-lalang menatap heran kearahnya.
...Ω...
Jika ada perlombaan 'Kelas Yang Paling Berisik', mungkin saja juara satunya akan dimenangkan oleh Kelas ini. Kelas 12 IPS 5, kelas yang sudah dicap jelek, dicap paling rusuh dan tidak bisa diatur memang sangat pantas Kelas 12 IPS 5 menangkan.
Seseorang datang dan baru saja langkah kakinya berhenti di ambang pintu kelas, mendadak telinganya seperti sudah berada di dalam neraka. Yang di mana di penuhi dengan suara jeritan para pendosa akibat merasakan panasnya api neraka, begitulah kira-kira. Ia langsung masuk ke dalam kelas dengan membawa gagang sapu yang tidak mudah patah lalu ia pun langsung benturkan di meja guru entah berapa kali yang jelas sampai suara dan kondisi di ruangan kelas ini bisa tenang.
Dirasa sudah lebih tenang, ia menatap satu persatu murid yang ada di hadapannya saat ini. Beberapa dari mereka ada menundukkan kepala, ada juga yang menghalangi wajahnya dengan buku alih-alih sedang menghindari tatapan maut dari pria paruh baya tersebut.
"Jujur, saya udah capek sama kalian. Terserah kalian mau berbuat apa, karena setelah ini saya udah nggak ada tanggung jawab untuk kalian. Alias saya udah lepas tangan menjadi wali kelas ini."
Suara bisik-bisik mulai kembali terdengar di telinganya, ia biarkan sejenak untuk memberi waktu kepada anak didiknya itu. Entah akan menyuarakan pendapatnya atau tidak yang jelas menjadi wali kelas ini sangat begitu lelah, setiap harinya tidak berhenti menerima laporan-laporan negatif, mulai dari anak-anak didiknya yang susah diatur terkadang bolos di dalam jam pelajaran ijinnya ke toilet malah nyasar ke kantin bahkan ada yang lebih parah, beberapa diantaranya anak didiknya ada yang mengadakan tawuran terhadap adik kelasnya.
Isu-isu itu mulai terdengar setelah beberapa hari yang lalu wali kelasnya memergoki anak didiknya yang sudah berkumpul dan bersiap untuk melancarkan aksi tawurannya dari sanalah, ia menyerah dan juga sudah mengajukan surat pergantian wali kelas untuk Kelas 12 IPS 5.
"Pak!" panggil salah murid perempuan yang duduk di tengah-tengah urutan kursi ketiga dekat jendela. Pria paruh baya itu pun menatap ke arah muridnya.
"Ada apa?"
"Kalo saran saya sih begini, ya, Pak. Kita, kan sekolah tinggal beberapa bulan lagi. Saran saya, Bapak lanjut terus jadi walas kita. Jujur aja nih, ya, Pak. Kita-kita suka banget punya walas yang kayak, Bapak ini. Sabar banget ngadepin kita."
"Betul, Pak! Kalo guru-guru lain mungkin langsung nolak dari awal buat jadi walas kita nah kalo, Bapak jelas nggak. Buktinya udah hampir dua tahun, Bapak masih bisa bertahan jadi walas kita," imbuh murid laki-laki dengan wajah yang sangat mirip dengan aktor Thailand.
"Koko, kalo jadi aktor cocok, ya?" tanya gadis berbisik dengan teman sebangkunya.
"Iya," jawab seadanya temannya itu, karena jujur saja ia sangat malas menanggapi ucapan sahabatnya.
Pria paruh baya yang merupakan wali kelas mereka, bangkit dari duduknya. Berjalan mendekat salah satu meja anak didiknya dan ia menatap satu persatu anak didiknya yang sebentar lagi akan ia tinggalkan, kemudian tatapannya jatuh kepada siswi yang tengah asik memakan kuaci. Tanpa siswi sadari seluruh penghuni kelas sedang menatapi dirinya, siswi tersebut tidak sadar karena ia makan seraya menunduk kebawah memainkan ponselnya.
Merasa suasana sangat sepi sekali bahkan tidak ada bisik-bisik tetangga, siswi itu pun mendongak dan melihat ke arah sekitarnya. Detik kemudian ia tersedak kulit kuaci, teman yang di sampingnya memberikan air. Merasa sudah tenang siswi itu pun terlihat santai-santai saja.
"Sorry, Pak. Saya belom makan soalnya, harap dimaklumi lah," ujarnya. Pria paruh baya itu pun hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Jadi, kalian mau bag—"
"Kita maunya, Bapak masih endure jadi walas kita."
Seluruh anak didik yang ada di hadapannya serempak menganggukkan kepala masing-masing, tanda menyetujui perkataan ketua kelasnya itu. Pria paruh baya tersebut menghela napasnya, sebelum mengeluarkan suaranya.
"Apa yang bisa kalian ubah, kalo saya masih jadi walas kalian?"
"Kita janji nggak berisik lagi."
"Setuju banget!"
"Kita nggak bakalan bikin onar dan segala macam lainnya."
"Setuju banget!"
"Kita juga janji bakalan jadi murid yang bisa lebih disiplin lagi."
"Sedikit setuju!"
Jawaban serempak terakhir yang ia dengar membuat pria 48 tahun itu membulatkan kedua matanya. Namun, detik setelahnya ia ikut tertawa saat mendengar ralatan salah satu siswi yang tadi makan kuaci.
"Jangan diseriusin, Pak. Abis mabok sate babi itu mereka," cetus siswi tersebut.
"Bisa aja lo, Ditha kerang!"
"Koko, sialan! Awas lo, ya, mata lo gue pelintir!" teriak siswi tersebut. Ia tidak terima belakang namanya yang dikasih embel-embel 'kerang'. Apa itu? Tidak adakah yang bagusan sedikit namanya?
"Sudah-sudah jangan ribut lagi," lerai wali kelasnya. "ada info penting yang ingin saya sampaikan," lanjutnya.
"Btw, jangan-jangan guru pengganti pak Aron udah ada, Tha?" tanya siswi berbisik pada temannya yang tadi makan kuaci.
"Bisa duda," seloroh temannya itu.
"Kalian masih ingat dengan pak Aron?" tanya pria paruh baya yang langsung di anggukkan oleh anak-anak didiknya. "Pengganti dia sudah ada."
Uhuk!
Uhuk!
Uhuk!
"Ck, Tha lo makan gimana sih? Dari tadi keselek mulu," kesal siswi dengan rambut pirangnya itu yang tergerai.
"Nggak tau kenapa kali ini feeling gue nggak enak," kata temannya sesuai menenggak air minum.
"Mati gue, Ri!" bisik murid laki-laki yang mirip dengan aktor Thailand kepada teman bangkunya.
"Mati? Lah lo masih hidup gini dibilang mati, mabok tulang babi lo?" selorohnya temannya.
"Nggak gitu maksud gue, tau lah. Sama aja lo kayak, Ditha kerang."
"Koko, kampret! Ngapain lo sebut-sebut nama gue pake embel-embel 'kerang' lagi hah?!"
"Mampus! Mamaknya babi ngamok." Murid laki-laki yang bernama Koko itu pun menoleh ke arah teman bangkunya yang sedang mengejek dirinya. Tanpa aba-aba, ia pun langsung menelusupkan kepala temannya itu ke dalam ketiaknya.
"Bangsat! Lo makan babi jenis apaan sih? Bau banget gila!" teriak temannya itu yang berada di dalam ketiak Koko.
"Zea! Mantan lo urusin apa! Sekali lagi dia sebut nama gue pake embel-embel 'kerang' gue ganti bibirnya dia jadi bibir kingkong!"
...Ω...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
@ries 07
awas benci jadi cinta lohh Ditha
2022-03-27
0