“Mama yakin membiarkannya keluar rumah?” Jonathan menaikan suaranya. Mencoba memprovokasi kembali ayah dan ibunya.
“Hei, Jo, awas ya! Mama sudah setuju, kau jangan sembarangan melontarkan kata-kata yang menyebalkan itu.” Jessy berang. Dia sudah mengepalkan tinju dan berburu kearah kakaknya. Dia tak sabar ingin memukul kakaknya dengan tinju yang sudah dia kepalkan. Jo seperti anak berusia lima tahun. Berlarian memutar mengelilingi ruang makan. Sesekali membuat tameng pada kedua ayahnya.
“Akh, tidak kena. Tidak kena!” godanya makin menjadi.
“Mama, Papi, Papa ... lihat tuh, dia terus meledekku!” geram dan kesal juga Jessy saat dia tak berhasil menggapai tubuh kakak kembarnya itu.
“Sudah, sudah! Aku berangkat ke kantor dulu, sayang!” ucap Haiden sudah mulai terbakar panas oleh sikap energik anaknya di pagi hari. Dia mengecup kening istrinya bergantian dengan Will yang mengekori rivalnya itu berjalan keluar rumah mereka.
“Pagi, Om, Tante!” sapa gadis berambut bob saat mereka semua berpapasan saat akan memasuki mobil mereka.
“Pagi, Sab, Jessy ada di dalam, dia masih sarapan! Kau ke dalam-lah sendiri!” ucap Dominique menerima ucapan dan pelukan hangat selamat pagi dari Sabrina—anaknya Diana.
“Ok, Tan!” dia berjalan ke dalam ruangan. Baru saja akan masuk ke dalam ruangan, tubuhnya sudah terjungkil. Pantatnya sudah terjerambab di lantai.
“Aw!” ringgis Sabrina. Terus memegangi bokongnya yang terasa nyeri.
“Ops, sorry, Sab!” Jonathan menarik tangan Sabrina dengan cepat dan langung berlari ke halaman. Menaaiki motor trillnya dan melesat pergi.
“JOO!! Awas kau ya! Sampai aku bertemu, aku hajar kau habis-habisan!” Jessy berteriak. Memuntahkan lahar panasnya. Benar-benar kesal karena tidak dapat mengalahkan kakaknya.
“Ada apa sih? Kalian ini selalu saja bertengkar!” Sabrina berkomentar karena dia sudah mengetahui kelakuan keduanya.
“Biasa Sab, kau tahulah!” tak perlu lagi Jessy menjelaskan panjang lebar.
“Bagaimana, nanti malam kau ikut tidak?” Sabrina menanyakan soal pesta ulang tahun teman kampusnya.
“Uhm, bolehlah, tapi aku mau cari rumah sewaan pagi ini,” ucapnya. Sabrina menaikan kedua alisnya. Dia sudah menyilangkan tas, bersiap akan pergi.
“Kau? Benar-benar akan keluar rumah? Meninggalkan semua ini?” Sabrina menggelengkan kepala. Dia masih saja belum percaya dengan keputusan teman masa kecilnya beberapa hari lalu. Dia sungguh menyayangkan keputusannya.
“Yup! Aku sudah tidak sabar dengan petualanganku!” dia menunjukkan sederet gigih putihnya sambil tersenyum.
“Kau gila! Sungguh, kau tahu kan, kalau aku disuruh memilih, aku lebih baik menikmati semua ini!” Sabrina masih tak habis pikir dengan pemikirannya. Dia selalu berkhayal menikmati semua kekayaan juga fasilitas dari keluarga Aramgyan dan Bunarco yang tak akan habis sampai tujuh turunan itu.
“Iya, ayo. Kau mau ikut denganku tidak?” tawar Jessy. Terlihat jelas dia akan langsung menolaknya. Sabrina tipe perempuan yang lebih suka jalan ke mall atau salon. Wanita yang lebih suka memanjakan diri dan berhura-hura. Walaupun dia tahu Sabrina seperti itu, dia adalah teman yang bisa diandalkan. Ya ... tentu saja untuk saat ini.
“Lalu, kapan kau akan keluar dari rumahmu ini?” Sabrina menegaskan akan satu hal. Dia mengetahui, jika temannya ini keluar dari rumah. Semua fasilitas, uang, kartu dan apapun yang menempel pada seorang Jessyana Aramgyan Estimo itu akan langung menghilang. Dia berencana hidup seadannya tanpa apapun yang melekat di nama besar kedua orangtuanya itu.
“Tentu saja hari ini dong, kalau tempat tinggal yang aku lihat cocok, aku akan langsung pindah!” cetusnya mantap. Penuh dengan semangat.
“Kau gila!” cibirnya. Tanpa memperdulikan komentarnya dia hanya menanggapi dengan senyuman.
Sabrina tahu kedua kembar itu memiliki sikap dan sifat berbeda. Jonathan Bunarco Estimo terkenal dengan sikap playboynya. Urakan, seenaknya dan suka menghamburkan uang, apalagi jika wanita yang sedang dekat dengannya. Dia bersedia menghamburkannya dengan cuma-cuma. Namun, apapun itu prioritas utamanya adalah adiknya Jessyana Aramgyan Estimo. Kemanapun langkah dan Jessy bergaul, matanya selalu mengintai seperti elang. Dia tak akan membiarkan siapapun menyentuh dan membuat adiknya terluka. Sungguh over protecnya sangat mirip dengan para ayahnya.
Sedangkan Jessyana Aramgyan Estimo, dia gadis periang. Mudah bergaul dengan siapapun. Hemat, anti dengan yang berhubungan keluyuran malam. Daripada keluyuran dia lebih memilih berdiam diri di kamar menonton tv atau hanya sekedar membaca novel kesukaanya. Karena dia takut kondisi hidupnya yang berbeda dengan yang lain, dia memilih untuk menggunakan baju, peralatan elektronik se-sederhana mungkin. Dia tak ingin mencolok, apalagi dia mendapatkan pertemanan karena status kedua orangtuanya. Jessy tidak mau. Dia tidak ingin teman-temannya, bergaul dengannya karena status.
“Ya sudah, jadi kau tetap tidak mau ikut denganku?” Jessy bertanya sekali lagi sebelum dia benar-benar berangkat.
“No! Aku akan di jemput Rico sebentar lagi!” cetusnya seketika membuat Jessy mendelikkan mata dan berlari menjauh dari rumahnya. Dia tahu, Rico selalu mempermainkan wanita. Namun, entah kenapa Sabrina tetap betah dengannya. Dia menganggap Rico sudah cinta mati dengannya. Berulang kali Jessy menasehati, teman kecilnya itu tidak pernah mau menerima.
“Jess, Jessy!” Sabrina berteriak. Namun, punggungnya sudah menghilang.
“Huh, harusnya tadi aku pinjam uang dulu beberapa lembar dengannya sebelum dia kabur!” gerutu Sabrina. Dia memang selalu beralasan meminjam uang pada Jessy, tapi tak pernah sekalipun dia mengembalikan. Dia tahu, teman kecilnya itu tidak akan perhitungan dengannya. Mereka selalu membandingkan sifat putrinya dengan Jessy yang selalu bersikap sederhana dan bahkan tak pernah mau pamer dengan barang bermerk.
“Hei, Beib!” kaca diturunkan tepat di hadapan Sabrina. Pengemudi mengedipkan satu matanya dengan centil.
Seperti gayung bersambut, Sabrina mengembangkan senyuman mautnya,”Hei, Ric. Kok telat sih?” ucapnya. Membuka pintu mobil dengan sangat lincah dan lansung mendaratkan pantatnya di kursi empuk yang memang disediakan khusus untuknya. Rico hanya tahu, rumah Jessy saat ini adalah rumahnya. Dan, Rico mendekatinya karena Sabrina dengan sengaja mengakui nama salah satu orang tua Jessy adalah orangtuanya.
Tentu saja Rico akan menjadikannya seperti ratu jika sedang bersamanya. Sabrina memanfaatkan nama besar keluarga Jessy sebagai tameng untuk mendapatkan apapun yang sedang dia inginkan.
“Beib, tau nggak?” tangan Sabrina sudah bergelayut manja di lengan Rico. Laki-laki itu meliriknya, dia tahu jika wanita yang sedang di sampingnya itu sedang menginginkan sesuatu.
“Kau sedang mau apa lagi, Beib?” ucapnya. Namun, matanya tetap focus menyetir.
“Uhm, aku mau kalung yang ada di toko Anna Jewelly itu. Mereka bilang hanya ada satu dan limited edition!” tangannya terus berjelajah ke suatu tempat yang membuat Rico hanya bisa menahan nafasnya sesaat saat tangan itu bergerak padanya. Matanya merem melek saat dia terus bergerak disana.
“Ok, tapi setelah pesta nanti malam, kau ikut denganku. Kita ke tempat biasa, oke?” ucapnya membalas genit serangan yang diberikan Sabrina.
***
Halo, terima kasih sudah mampir di novel terbaruku. Jangan lupa tinggalkan like, komentar terbaikmu, love dan rate 5-nya ya. Dukungan dari kalian sangatlah berharga untukku. Ada novel lain yang berjudul, "Mr. Arrogant's Baby" jangan lupa mampir ya, di jamin sama serunya loh...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
𝕽𝖈⃞Butirn𝕵⃟dBUᶜʙᵏⁱᵗᵃ
satu kyk papa/papi atu na ge kyk mama na.... eehhhmmm lengkap
2022-02-28
1