BAB 15

Yuna terbangun saat mendengar suara ponselnya yang berdering. Kepalanya sedikit merasa sakit. Ia melihat nama di layar, Cathy.

"Ya Cat?" Yuna masih setengah sadar.

"Yuna? Kamu tidak apa-apa? Di rumah kan?" tanyanya. Yuna melihat sekelilingnya dan ia mengenalinya.

"Iya, aku di rumah. Kenapa?" tanyanya.

"Kamu mabuk berat semalam. Tidak ingat?" tanya Cathy.

"Hah?" Yuna mencoba mengingat kejadian semalam. Ia ingat Cathy menghampirinya dan ia menawarkannya minum.

"Oh iya, sepertinya aku ingat. Maaf ya. Aku belum pernah minum sampai mabuk begitu. Memalukan ya." kata Yuna lagi setengah menertawakan dirinya sendiri.

"Tahu ga apa yang menjadi itu memalukan? Pak Joshua melihatmu mabuk Yuna. Ia yang mengantarmu pulang." ucap Cathy.

"Apaaaa????" Yuna seolah menjadi sangat sadar sesadar-sadarnya sekarang.

"Iya, dia yang mengantarmu pulang, makanya aku telepon sekarang memastikan kamu dibawa pulang ke rumah apa ga sama dia. By the way, mobilmu ada di aku. Aku antar ke sana ya."

"Iya boleh. Sudah dulu ya. Nanti kalau sudah mau ke sini telepon aku." Yuna menutup teleponnya. Ia mencoba mengingat kejadian semalam. Astagaaaa. Yuna menutup mulutnya, samar-samar ia ingat saat ia memukul Shua di mobil. Tapi ia lupa apa yang mereka bicarakan. Yuna pergi ke kamar mandi dan mencuci wajahnya. Ia menatap cermin dan melihat penampilannya yang sangat kacau. Rambutnya berantakan, lipstiknya berlepotan. Memalukan. Aaahhh..

"Bik Sum, siapa yang kemarin antar aku pulang?" tanya Yuna sambil menuruni tangga.

"Bibik ga kenal Bu. Tapi guaanteng banget Bu. Dia yang gendong ibu ke atas." jawab Bik Sum.

"Ge..gendong bik?" tanya Yuna.

"Iya. Dia gendong Ibu dari mobil sampai ke kamar. Kuat juga ya dia." celoteh Bik Sum. Yuna tidak mendengar lagi apa yang dibicarakan Bik Sum. Ia hanya bingung bagaimana menghadapi Shua nanti. Benar kata orang, jangan sampai mabuk jika tidak mau hidupmu kacau!

"Hai Cat, maaf merepotkanmu." Cathy menyerahkan kunci mobilnya ke Yuna.

"It's ok. How do you feel?" tanya Cathy.

"Yaa..sudah lumayan. Tadi pagi saja agak pusing dan mual. Tapi beneran aku belum pernah mabuk Cathy. Kamu jangan beranggapan aku atasan yang suka mabuk-mabukan ya." Mereka tertawa sambil duduk di ruang tamu.

"Iya, tenang saja. Aku bisa lihat kok kepribadian kamu seperti apa." Cathy meminum teh yang dibawa oleh Bik Sum.

"Pak Adit di atas?" tanyanya lagi.

"Dia lagi keluar." jawab Yuna.

"Jadi kamu ingat diantar Pak Joshua kemarin? Kamu tahu ga, Pak Joshua keren abis. Kayak di drama-drama gitu. Dia anterin kamu pulang, tinggalin teman-temannya." Cathy terlihat sangat bersemangat mengingat kejadian semalam.

"Sepertinya aku sedikit ingat. Tapi itu sungguh memalukan Cat. Aku tidak tahu bagaimana nanti aku bertemu dia lagi."

Tidak berapa lama Adit pulang. Ia sedikit kaget melihat Cathy sedang berbincang ria dengan Yuna tapi ia mencoba tersenyum dan terlihat ramah.

"Sayang, aku pulang." Ia mencium pipi istrinya. Yuna sudah tahu bagaimana harus bersikap dan meladeni kepura-puraan Adit.

"Hai Cathy. Kok bisa ke sini?" Cathy melihat Yuna dan Yuna sedikit menggeleng kecil.

"Cuma ngobrol saja Pak. Kami tadinya mau ke mall. Tapi ga tau Bu Yuna jadi atau tidak." katanya.

"Jadi donk. Aku siap-siap dulu ya." Yuna dan Adit naik ke atas meninggalkan Cathy di sana.

"Tumben pulangnya cepat. Ga langsung sambung besok baru pulang?" Yuna bertanya ke Adit sambil menukar bajunya. Sepertinya ia harus membeli beberapa baju karena tubuhnya yang semakin kurus. Ia memang tidak nafsu makan semenjak tahu hubungan terkutuk suami dan sahabatnya.

"Tadinya aku mau melewati weekend bersamamu." Adit memeluknya dari belakang. Yuna berbalik melihatnya.

"Aku tidak tahu bagaimana harus bersikap menghadapimu. Di satu sisi aku mencintaimu Adit. Tapi di sisi lain, aku membencimu karena cintamu tidak sebesar cintaku. Jadi tolong, jangan bersikap setengah-setengah padaku. Coba bersikap 60:40 padaku. Tentukan yang mana enam puluh persen mu agar aku juga tidak bingung untuk bersikap." Yuna mengambil tas dan ponselnya, meninggalkan suaminya yang terdiam.

Adit duduk di pinggir tempat tidurnya. Apakah ia harus meninggalkan Yuna jika diharuskan memilih? Adit tidak mungkin meninggalkan Rebecca apalagi ia sedang hamil sekarang. Lalu bagaimana ia menjelaskan semuanya pada keluarganya dan keluarga Yuna?

"Tadi aku asal ngomong loh Yun mau ke mall. Kamu pasti ga mau Pak Adit sampai tahu kamu mabuk kan." kata Cathy sambil melihat ke arah Yuna yang sedang menyetir.

"Iyalah, ngapain dia sampai tahu. Bik Sum sama satpam juga sudah aku pesanin. Kita belanja saja yuk. Suntuk." Mereka berjalan ke salah satu mall terbesar di kota itu. Yuna berpikir untuk menghabiskan sedikit uang yang diberikan Adit setiap bulan untuknya. Selama ini Yuna hanya menyimpannya karena ia juga memiliki penghasilan sendiri. Yuna pernah ingin mengirimkan sedikit uang untuk orang tuanya. Namun mereka menolak karena mereka masih memiliki uang pensiun ayahnya. Hari ini Yuna akan bersenang-senang. Sudah saatnya ia memanjakan dirinya sendiri.

"Cathy, kita beli baju yuk. Kamu boleh beli satu deh, aku bayarin." kata Yuna.

"Ga usah Yun. Aku masih ada baju kok. Kamu saja yang beli, aku temenin."

"Ga apa-apa. Anggap ini ucapan terima kasihku." Yuna memilih baju-baju yang akan dicobanya.

"Mahal Yun." Cathy berbisik.

"Pilih saja. Jangan lihat harga." Yuna menarik Cathy mendekatinya. Mereka banyak mencoba baju-baju di butik itu. Alhasil Yuna membeli tujuh pasang baju dan Cathy memilih satu.

"Semuanya sembilan juta empat ratus lima puluh ribu Bu." ucap kasir yang tersenyum ramah dengan Yuna. Yuna membuka tasnya dan mengambil dompetnya. Dompet? Mana dompetnya? Yuna tidak menemukannya.

"Sebentar ya Mba." ucap Yuna.

"Kemarin tas aku ga dibuka orang kan Cat waktu di klub?" Yuna bertanya pada Cathy.

"Setahu aku ga Yun. Dompet kamu ga ada?" Yuna mengangguk. Tiba-tiba ponselnya berdering. Joshua. Aduuuh. Yuna sedang tidak ada waktu untuk berpikir bagaimana menghadapi Joshua. Ia menolak telepon itu.

"Kamu ada uang?" tanya Yuna. Cathy menggeleng.

"Mana ada sembilan juta Yuna. Sembilan ratus aku ada." jawabnya.

Telepon Yuna berbunyi lagi. Kali ini ia menjawabnya.

"Ya Shua." jawabnya.

"Sudah sadar?" tanya Shua.

"Ya sudahlah, emang aku koma ga sadar-sadar?" Shua tertawa.

"Sudah dulu ya Shua. Aku lagi cari dompetku yang hilang. Bye." Yuna hampir menutup teleponnya saat ia mendengar kalimat terakhir Shua.

"Dompetmu di aku."

"Hah? Kok bisa?" Yuna berteriak.

"Habis aku melihat KTP mu, aku lupa memasukkan dompetmu kembali." jawabnya. Yuna sedikit lega karena ia paling malas mengurus semua kartu kredit dan tanda pengenalnya jika sampai hilang. Tapi ia bingung bagaimana membayar belanjaannya.

"Yuna? Kamu masih di sana?" tanya Shua.

"Iya, aku lagi belanja. Tapi ga bisa bayar karena ga ada dompet." jawab Yuna.

"Lagi di mana sekarang?" tanya Shua lagi.

"Di mall Grand Xander."

"Oh, aku di dekat sana. Lima belas menit lagi aku sampai, tunggu ya." Yuna baru akan menjawab tidak perlu tapi panggilan sudah diputus oleh Shua.

"Mba, maaf ya. Dua puluh menit lagi dompetku baru diantar." Yuna tersenyum malu pada kasir itu.

"Pak Joshua mau ke sini?" tanya Cathy. Yuna mengangguk.

"Kok aku ngerasa dia baik banget sama kamu Yun. Dulu kalian dekat ya?" Mereka menunggu di kursi dekat butik itu.

"Tidak terlalu dekat. Mungkin karena aku istri Adit kali. Mereka kan ada kerja sama." jawab Yuna.

Joshua masuk ke mall itu sambil tersenyum. Ada untungnya Nissa minta diantar ke rumah Tante Sophie di daerah dekat sana. Tadinya Joshua mau mengantar dompet Yuna ke rumahnya, tapi ia sempat ragu karena akan terasa canggung jika ia bertemu Adit. Bersyukur ia menelepon Yuna tepat waktu. Ia melihat Yuna dan Cathy dari kejauhan sedang duduk memakan es krim.

"Bayar pakai apa es nya?" tanya Shua. Mereka berbalik.

"Ditraktir Cathy. Mana dompetnya?" Shua memberi dompet ungu itu pada Yuna.

"Kamu belanja di sini?" Yuna mengangguk dan masuk ke dalam.

"Mba, maaf ya lama." Yuna memberikan sebuah kartunya.

"Tidak apa Bu. Hai Pak Joshua. Tidak sama Ibu Nissa?" sapa kasir itu. Yuna dan Cathy serempak melihat ke arah Shua.

"Ga, Wit. Mama ga ikut." jawab Shua.

"Punya mama." Ia berkata pelan ke mereka yang seolah meminta penjelasan siapa itu Nissa.

"Oh. Kirain Nissa istrimu." kata Yuna.

"Itu mamaku. Aku masih lajang kalau kamu mau tahu." Shua menatap tajam ke Yuna. Yuna mengalihkan pandangannya.

"Wit, diskon keluarga donk. Nanti aku yang ngomong sama mama." kata Joshua. Yuna dan Cathy tersenyum senang. Yah lumayanlah selisihnya bisa dipakai untuk beli yang lain.

"Jadi sekarang kalian mau kemana?" tanya Joshua. Ia bersikeras membawakan tas belanjaan Yuna.

"Mungkin belanja lagi. Shua, kamu boleh pulang kalau mau. Sungguh. Aku bisa membawanya sendiri." kata Yuna.

"Aku belum mau pulang. Aku ingin ikut kalian. Boleh kan Cat?" ia bertanya ke Cathy. Tentu saja Cathy kegirangan dan langsung mengangguk kencang. Joshua memang tampak keren hanya dengan kaos putih dan cardigan garis-garis kuning dan hijau. Dipadu dengan celana ripped jeans dan kets putih. Sangat berbeda dengan penampilan kerjanya.

Dari kejauhan Yuna bisa melihat sosok yang sangat dikenalnya. Rebecca.

*****

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!