"Adit, Joshua menanyakan kerja sama kalian." kata Yuna saat ia masuk ke ruangan suaminya itu.
"Joshua? Joshua William? Dia ke sini saat aku tidak ada?" tanyanya.
"Iya. Kami mengobrol sebentar dan sedikit membicarakan pekerjaan. Aku belum terlalu mengerti tentang itu, jadi aku bilang akan memberitahumu." Yuna duduk di depan Adit.
"Kalian sudah berkenalan?" tanya Adit.
"Kebetulan kami teman sekolah dulu." jawab Yuna.
"Oh, begitu. Sangat kebetulan sekali ya pria tampan seperti dia temanmu dulu dan sekarang menjadi temanku." kata Adit. Yuna tidak menanggapi perkataan itu sedikitpun walaupun perkataan itu sedikit menyinggungnya. Ia dan Adit tidak banyak bicara setelah Adit pulang dari Surabaya. Ia sedikit kesal. Mungkin sangat kesal. Adit sudah mencoba untuk mencari bahan obrolan jika mereka sedang bersama, tapi bayangan Becca dan dirinya yang berada di sana selama dua hari membuatnya muak.
"Baiklah. Aku hanya ingin menyampaikan itu. Aku keluar dulu." Yuna beranjak dari kursinya.
"Sayang, bagaimana kalau kita makan bersama?" tanya Adit. Yuna berhenti dan menoleh.
"Kamu berbicara padaku?" tanyanya.
"Siapa lagi?"
"Aku bingung, kadang kamu memanggilku dengan sayang, kadang dengan nama. Mana tahu kamu lagi mengangkat telepon, aku kan tidak melihatmu tadi. Sekarang aku tidak bisa sepercaya diri itu, yang menganggap panggilan sayangmu hanya untukku." Yuna sedikit melampiaskan kekesalannya. Ia baru mendapatkan menstruasi nya pagi ini, dan itu menandakan ia harus menunggu sebulan lagi dengan penuh harapan. Itupun jika mereka melakukannya.
"Maafkan aku. Jadi bagaimana ajakan makan siangku tadi? Kamu mau?" tanya Adit.
"Baiklah." Yuna menjawab tanpa ekspresi.
"Jadi kamu sudah buat janji dengan Jo?" Adit menyumpit bakmie yang dipesannya.
"Belum, aku mau menanyakannya dulu padamu. Kan kamu yang ada bisnis sama dia. Lagian aku kan tidak tahu jadwalmu dengan...." Yuna menghentikan ucapannya.
"Jadwal kantormu." Ia merevisinya.
"Nanti aku akan mengaturnya dengan Silvi. Aku akan memberitahumu jika sudah ada jadwal." kata Adit.
"Baiklah."
"Jadi katakan sedekat apa kamu dengan Jo dulu?" tanya Adit. Ia penasaran. Sebenarnya Adit tidak berpikir bahwa dulu Yuna memiliki hubungan yang terlalu dekat dengan Joshua. Adit tahu dulu seperti apa Yuna, bukan bermaksud menjelekkan istrinya, hanya saja....Ya, Adit tahulah jika cowok usia sekolah dulu pasti mendekati seorang gadis yang cantik. Apalagi cowok sekelas Joshua, tampan dan kaya. Sangat tidak mungkin jika Joshua dan Yuna memiliki hubungan. Kemungkinan terbesar adalah Yuna menyukai Joshua.
"Kami hanya pernah menjadi pengurus OSIS bersama. Saat itu ia ketuanya." jawab Yuna ringan.
"Hanya itu? Kamu tidak menyukainya dulu?" tanya Adit.
"Menurutmu? Apa ada gadis yang tidak suka dengannya?" Yuna tertawa. Ia tidak bisa menyangkal kenyataan itu. Adit kesal dengan jawaban Yuna walaupun ia juga mengakuinya.
"Ya, aku tahu. Aku juga pernah berada di posisi itu. Suamimu ini juga dulunya sangat populer." Adit tertawa dan Yuna hanya tersenyum.
'Sampai sekarang pun kamu masih tebar pesona walau sudah memiliki istri.' Yuna mengomel dalam hatinya.
"Halo." Adit mengangkat ponselnya yang bergetar di atas meja.
"Oh baiklah, sebentar lagi aku ke sana." katanya lagi. Yuna bisa menebak siapa yang menelepon Adit hanya dari nada bicaranya.
"Kita kembali ke kantor yuk. Aku ada pekerjaan." Yuna tidak mau ditinggalkan kali ini. Ia berdiri dan meninggalkan Adit yang hanya bisa menurutinya. Adit mengantar Yuna ke kantor dan ia lanjut mengendarai mobilnya. Yuna berjalan masuk tanpa menoleh ke belakang sedikitpun walau hatinya sakit. Sebrengsek apapun Adit, ia masih mencintainya.
"Sayang, kamu kenapa?" Becca masuk ke dalam mobil Adit dengan wajah pucat.
"Aku lemas banget sayang. Kepalaku pusing." katanya.
"Kita ke dokter ya." Becca mengangguk sambil terpejam. Adit melajukan mobilnya ke rumah sakit. Tadi Becca meneleponnya bahwa ia sakit dan meminta Adit menjemputnya di bimbel.
"Sepertinya Ibu Rebecca lemas karena sedang mengandung Pak. Untuk lebih pastinya Ibu bisa dirujuk ke dokter kandungan." kata dokter muda yang berjaga di UGD. Adit terkejut bukan main mendengar kabar itu. Tapi ia belum mau memberitahu Becca sebelum dokter kandungan yang memberi kepastian. Adit melihat Becca yang sedang tertidur dan ia langsung mendaftarkan Becca ke dokter kandungan di sana.
"Kita ngapain ke sini?" tanya Becca yang diajak Adit ke dokter kandungan di rumah sakit yang sama saat ia terbangun tadi.
"Sudah kamu nurut saja ya." Adit merangkul Becca dan masuk ke ruangan itu. Becca menjawab beberapa pertanyaan dari dokter tentang apa yang dirasakannya dan jadwal menstruasi nya. Sampai akhirnya ia di USG.
"Ibu lihat lingkaran hitam itu? Itu bayi di dalam kandungan Ibu. Belum terlihat seperti bayi karena usianya baru dua bulan." Becca terkejut bukan main, ia melihat ke Adit. Adit tertawa gembira mendengarnya dan mencium kening Becca.
"Terima kasih sayang." ucapnya ke Becca. Rebecca tersenyum. Ia memang sudah menduga hal ini akan atau bisa terjadi. Sejak mereka mengakui hubungan mereka, Becca tidak pernah lagi mengkonsumsi pil KB nya. Dulu Adit selalu mengingatkannya untuk selalu meminum pil KB. Tapi Becca sangat menginginkan sesuatu yang bisa mengikat hubungannya dengan Adit walaupun itu bukan melalui pernikahan.
'Setidaknya aku lebih beruntung dibanding Yuna. Tenang saja Nak, akan mami pastikan kamu memiliki papi saat kamu lahir nanti. Mami janji.' Becca mengelus perutnya.
"Dari mana kamu tahu kalau aku hamil?" tanya Becca sambil berbaring di kamar tidurnya dibantu Adit.
"Dari dokter jaga UGD waktu kamu tidur." Adit mengusap rambut Becca.
"Kamu bahagia?" tanya Becca. Adit mengangguk. Ia tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Senyuman tidak pernah lepas dari raut wajahnya. Ia tidak mau bertanya mengapa Becca bisa hamil jika meminum pil KB nya. Adit juga tidak mau memikirkan reaksi Yuna karena mereka akan menyembunyikannya sementara. Adit tidak mau ada keributan apapun saat Becca sedang hamil.
"Jaga kesehatanmu, tidak perlu ke bimbel jika sedang tidak sehat. Aku nanti akan mencari seorang asisten rumah tangga untuk membantumu."
"Aku..bagaimana jika perutku sudah membesar sayang? Bagaimana aku mengurus bimbel?" tanya Becca dengan manja.
"Kamu serahin ke siapalah untuk mengurusnya. Tidak perlu kamu yang ke sana." Becca sedih mendengar jawaban Adit. Ia sadar tidak bisa sembarang bertindak karena hamil di saat ia belum menikah.
"Sudah, jangan banyak berpikir sayang. Kamu hanya perlu menjaga anak kita. Aku akan sering mengunjungimu. Malam ini aku akan menginap. Maaf aku cuma bisa menginap tiga malam seminggu, tapi aku janji akan menemuimu setiap hari. Satu hal lagi, aku minta kamu jangan beri tahu Yuna tentang hal ini. Aku..tidak mau ada keributan. Ok?" Becca mengangguk. Ia akan menuruti Adit sekarang. Becca akan mencari jalan lain nanti. Ia hanya perlu bersabar dan menikmati kehamilannya untuk sementara.
*****
Yuna mendapat pesan Adit bahwa ia tidak pulang malam ini. Yuna sudah terbiasa selama sebulan ini. Dua atau tiga malam dalam seminggu ia tidak pulang dan menginap di rumah Becca. Yuna tidak akan mengambil pusing, ia akan belajar menerimanya. Setidaknya itu yang harus dilakukannya jika masih ingin bersama Adit. Mungkin ini takdir yang harus dijalaninya. Yuna berpikir untuk menelepon Cathy.
"Cat, kamu lagi ngapain?" tanyanya.
"Lagi santai saja Bu. Ada apa?" jawabnya.
"Kita keluar jalan yuk. Suntuk. Pak Adit lagi banyak pekerjaan di luar."
"Boleh Bu, kita ketemuan di mana?" tanya Cathy. Becca memberikan sebuah nama mall dan mereka akan bertemu di sana.
'Baiklah. Mulai sekarang aku akan menikmati hidupku di saat kamu sedang sibuk dengan hidupmu.' Yuna mulai memoles wajahnya dan berpakaian selayaknya wanita yang masih remaja.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments