Di Indonesia, Kevin tengah pusing karena terus di desak oleh sang ayah yang memintanya menikah.
“Kev, mana wanita yang ingin kamu kenalkan ke Mama Papa?” tanya Kenan yang duduk santai bersama istrinya di ruang keluarga.
Kenan duduk dengan melipat kakinya di samping sang istri sambil menyandarkan tubuhnya pada punggung sofa. Sementara Hanin duduk dengan tubuh tegak dan sedikit maju. Lalu, Kevin duduk di seberang orang tuanya.
Kevin hanya menghelakan nafasnya kasar, lalu meminum teh hijau hangat buatan sang ibu.
“Memang kamu tidak ingin memiliki teman hidup, yang akan mengurus keperluanmu, memasak untukmu, dan hmm ber ...”
Perkataan Kenan terpotong karena ia melihat Hanin yang tengah membulatkan matanya. Hanin tahu kata-kata apa yang akan dikeluarkan suaminya.
“Bercinta maksud papa?” tanya Kevin santai sambil meletakkan cangkir yang semula digenggamnya.
“Nah, itu,” jawab Kenan tersenyum.
“Pa,” panggil Hanin pada suaminya, karena ia khawatir Kevin akan canggung dengan pembahasan ini.
“Putra kita sudah besar, Ma. Dia sudah mengerti itu,” ucap Kenan lagi, membuat Hanin cemberut. “Jangan cemberut, Sayang. Nanti aku cium loh!”
“Ck.” Kevin berdecak kesal melihat keromantisan ayah dan ibunya.
Lalu, Kevin beranjak dari sofa itu dan hendak kembali ke kamar. Ia ingin beristirahat. Lagi pula, lama-lama di ruangan ini, membuatnya iri dan ingin memiliki teman hidup seperti sang ayah.
“Hei mau kemana? Papa belum selesai bicara,” kata Kenan.
“Malas.”
“Hei, Kev. Ayolah!” teriak Kenan yang melihat putranya hendak menaiki tangga.
“Ck. Kalian membuatku iri.”
Kenan tertawa. “Makanya cepatlah menikah.”
“Aww ...” sontak Kenan meringis karena Hanin mencubit pinggangnya.
“Kamu tuh ya, By. Ngeledek Kevin terus.”
“Bukan ngeledek, Sayang. tapi memberi semangat.”
Kevin menggelengkan kepalanya melihat ayah dan ibunya berdebat dan diakhiri dengan candaan. Ingin rasanya ia seperti mereka. Tapi ia sangat sulit menemukan wanita yang bisa membuat hatinya bergetar. Entahlah!
****
Di Australia, tepatnya di kota Melbourne, Ayesha baru saja melakukan wisuda. Ia berfoto bersama teman-teman seangkatannya sambil melemparkan toga di depan kampus ternama itu. Henry pun berada di sana. Ayesha mengenalkan orang tuanya pada Henry yang saat ini juga tengah bersama orang tuanya.
“Ay, kita belum foto bersama,” ucap Tian yang menghampiri kekasihnya.
Ayesha tersenyum dan mengangguk. Kemudian mereka pun berfoto selfie.
“Orang tua ku ingin kita berfoto bersama dengan orang tuamu,” kata Tian lagi yang langsung diangguki Ayesha.
Ayesha mengajak Vicky dan Rea untuk berfoto bersama Tian dan orang tua nya. Lalu kedua orang tua itu pun kembali berbincang.
“Ay, aku ingin bicara denganmu,” kata Tian di sela para orang tua yang sedang berbincang masing-masing.
“Aku juga ingin bicara denganmu,” jawab Ayesha yang langsung diangguki Tian.
Setelah semua prosesi acara itu selesai. Ayesha meminta izin pada Vicky dan Rea untuk pergi ke taman belakang kampus. Ia janjian dengan Tian bertemu di sana.
Tian pun melakukan hal yang sama. Ia izin dengan kedua orang tuanya untuk ditinggal sebentar ke dalam kampus. Orang tuanya pun mengangguk sambil melihat-lihat kampus megah itu. Mereka sangat bangga pada putranya yang berhasil menyelesaikan studi-nya di sini. Padahal tanpa Ayesha, Tian mungkin tidak akan lulus.
Ayesha berjalan menuju taman yang berada ujung belakang gedung luas ini. Selama proses wisuda berlangsung, ia tak melihat keberadaan Jessi. Entah dimana sahabat sekaligus selingkuhan kekasihnya itu. padahal hari ini adalah hari bahagia Tian, di tambah ada orang tua Tian hadir di sini. Apa Tian tidak ingin mengenalkan Jessi sebagai kekasihnya? Ayesha tidak peduli itu.
Ayesha duduk lebih dulu di taman itu. Selang beberapa menit, ia pun melihat Tian menghampirinya. Tak ada senyuman dari kekasihnya itu. Wajah Tian tampak datar. Memang ia sering seperti ini. senyumnya cukup mahal. Lalu, Tian duduk di samping Ayesha.
Ayesha sudah siap melepas Tian. Ia pun sudah membawa sebuah kotak yang tidak besar, yang berisi beberapa barang pemberian Tian dulu.
Mereka terlihat canggung. Kedua diam dan belum ada satu pun yang mulai bicara.
“Aku ...”
“Aku ...”
Ucap Tian dan Ayesha bersamaan.
“Ladies first,” kata Tian.
Ayesha mulai merangkai kata dibenaknya. Telapak tangannya dingin. Pandangannya pun tetap lurus ke depan tanpa melihat ke kedua bola mata Tian, karena jika ia melihat bola mata itu, maka keputusannya akan tergoyahkan.
“Hmm ... sebelumnya aku minta maaf. Ya, kamu benar, kita tinggal di negara bebas. Hal itu adalah kebutuhan bagi pria dewasa dan maaf aku tidak bisa memberikannya untukmu. Aku bukan kekasih yang baik untukmu. Aku juga bukan wanita yang cocok untukmu. Seperti yang kamu bilang waktu itu.” Ayesha melirik sedikit ke arah Tian yang terus menatapnya, lalu ia kembali meluruskan pandangan. “Jadi aku pikir, hubungan kita memang tidak akan sehat jika diteruskan.”
Tian diam seribu bahasa. Padahal ia mengajak Ayesha bertemu untuk memulai kembali hubungan mereka yang rusak. Entah mengapa, setelah beberapa minggu tidak bersama Ayesha, Tian merasa ada sesuatu yang hilang. Di tambah penuturan Ayesha yang tidak menyalahkannya sama sekali, tapi justru dia malah menyalahkan dirinya sendiri.
“Setelah ini, mungkin aku juga tidak akan tinggal di kota ini lagi,” kata Ayesha lagi.
Namun, bibir Tian sulit untuk bertanya pada Ayesha, kemana ia akan pergi?
“Semoga setelah ini, kamu mendapat pekerjaan di Sidney. Bukankah cita-citamu ingin bergabung bersama Campaign monitor?”
Tian mengangguk.
“Aku doakan, semoga mimpimu tercapai,” ucap Ayesha. “Oh, ya. Aku ingin mengembalikan sesuatu.”
Ayesha menyerahkan kotak kecil itu. “Terima kasih. Kita berpacaran baik-baik dan kini kita berpisah juga baik-baik.”
“Tidak, aku beli ini untukmu.” Tian menggeleng saat melihat isi kotak itu.
“Tidak, aku ingin melupakan semuanya.”
Tiba-tiba kata-kata Ayesha membuat hati Tian ternyuh. Ternyata wanita yang selama ini Tian pikir cinta mati padanya dan tidak akan pernah meninggalkannya adalah tidak benar. Faktanya, hari ini Ayesha mengambil keputusan yang sama sekali tidak di duga Tian.
“Selamat tinggal, Yan. Good Luck,” senyum Ayesha pada pria itu.
Entah mengapa, hati Tian semakin terenyuh melihat senyum itu. Senyum manis yang tidak bisa lagi ia lihat. Walau Ayesha tidak memiliki postur tubuh menggoda, tapi senyum gadis itu cukup menggoda dan kebaikannya yang mungkin bisa meluluhkan hati seorang pria. Namun sayangnya, Tian terlambat memperbaiki itu. Sudah cukup waktu yang Ayesha berikan pada pria ini, tapi Tian terlambat menyadari.
Ayesha bangkit dan pergi meninggalkan Tian yang masih diam dan hanya duduk mematung di sana.
“Ayesha,” panggil Tian setelah Ayesha melangkah cukup jauh.
Ayesha menoleh.
“Terima kasih.”
Ayesha tersenyum dan mengangguk. Lalu, kembali membalikkan tubuhnya dan melangkah keluar. Sepertinya beban di dadanya terasa ringan. Setelah ini ia ingin pergi sejenak menenangkan hatinya yang terluka. Ke mana pun, asal tidak berada di kota ini. Mungkin ke tempat Aunty Thia yang tinggal di bali.
Aunty Thia adalah adik ibu Ayesha yang sudah menikah dan memiliki dua anak lucu. Mereka menetap di sana. Di kota yang penuh dengan pantai-pantai indah dan pemandangan yang menyejukkan mata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 203 Episodes
Comments
Rose 19
nah ini baru wanita kuat dan pintar jangan mau lagi di bodoh sama yang namanya cinta ya Ay.
2024-10-15
0
💫R𝓮𝓪lme🦋💞
keputusan yang tepat,dan aku suka kata2 nya😁
2023-02-15
2
mars
seneng dwngan karakter kaya ginj
2023-02-09
0