Sudah tujuh hari tujuh malam, Ayesha beekrja keras agar tugas akhirnya selesai. Ia juga membantu menyelesaikan tugas akhir Tian. Hampir tujuh puluh persen tugas Tian, Ayesha yang mengerjakannya. Tian hanya membantu merapihkan sedikit, padahl itu adalah tugas akhirnya sendiri. Ayesha terlalu naif dengan cinta, hingga bisa dimanfaatkan seperti itu.
“Hah, akhirnya selesai juga.” Ayesha menarik nafasnya kasar.
Di depannya tengah duduk Tian. Pria itu tersenyum. “Terima kasih, Ay.”
“Sama-sama, Yan. Aku seneng bisa bantuin kamu.”
Tian menagngguk. “Untuk ucapan terima kasih, aku akan mengajakmu jalan-jalan malam ini.”
“Benarkah?” tanya Ayesha antusias.
Tian menggangguk dan tersenyum.
Ayesha pun langsung menghamburkan pelukan hingga Tian yang sedang duduk pun terjungkal. Mereka berdua terjungkal ke belakang karena kursi yang di duduki Tian patah akibat ulah Ayesha yang menubruknya tanpa aba-aba.
“Hahahaha ...”
Sontak seluruh orang yang di ruangan perpustakaan itu menertawai mereka. Tian dan Ayesha menjadi fokus semua orang di sana. Bahkan ada yang mengabadikan momen lucu itu.
“Kamu apa-apaan sih, Ay,” ujar tak senang Tian.
“Maaf, Yan. Aku terlalu senang. Maaf ya.” Ayesha bangkit dan mengulurkan tangannya ke arah Tian untuk membantu pria itu berdiri.
Tapi Tian cukup malu dengan kejadian itu, hingga ia tak membalas uluran tangan Ayesha. Pria itu berdiri sendiri dan segera merapikan barang-barangnya untuk keluar dari ruangan itu. Ia tak ingin jadi objek bully-an karena memiliki kekasih yang berat badannya melibihi kapasitas semestinya.
Tian malu. Pria itu sungguh malu. Selama ini, ia menahan ejekan orang karena memang menurutnya Ayesha adalah wanita yang baik da selalu membantunya kapan pun itu.
“Yan, maaf. Tolong jangan marah, aku tidak sengaja. Tadi hanya ekspresiku yang terlalu senang, karena sudah lama kita ga jalan bersa ...”
“Stop!” Tian menoleh ke belakang dan memotong perkataan Ayesha. “Cukup, Ay. Kita tidak jadi jalan nanti malam.”
Ian melangkah pergi meninggalkan Ayesha yang masih berdiri mematung di sana dengan memegang laptopnya di dada. Ia tak mungkin mengejar Tian, karena langkah kaki Tian cukup cepat, yanga da Ayesha akan ngos-ngosan dan tambah menjadi pusat perhatian sehingga Tian semakin ilfil dengannya.
Seketika bulir air mata jatuh di pipi Ayesha. Tian masih saja suka seperti ini. padahal ia telah menghabiskan waktu hingga tidak tidur yang cukup selama satu minggu ini hanya untuk menyelesaikan tugasnya. Hanya karena kejadian kecil tadi, Tian menghilangkan kerja kerasnya untuk pria itu. Sungguh keterlaluan.
****
Hampir setiap hari, setiap waktu, Ayesha melihat ponselnya. Tak ada satu pun pesan Ayesha yang dibalas Tian. Pria itu menghilang tanpa kabar beberapa minggu mereka tidak berjumpa, sejak kejadian di perpustakaan waktu itu.
Tugas akhir selesai. Ayesha dinyatakan lulus dan Tian pun demikian. Namun, tidak ada basa-basi dari Tian atau pun sekedar berucap terima kasih. Malah, pesan dari Ayesha saja tidak dibalas olehnya.
“Hei, Ndut. Kenapa ga keluar-keluar kamar?” tanya Vinza yang langsung masuk ke kaamr sang adik dan merebahkan tubuhnya di samping Ayesha yang sedang tengkurap sambil memainkan ponsel.
“Dari tadi ditanyain Maam sama Papa di bawah,” ucap Vinza lagi.
Pria itu ikut tengkurap dan ikut melihat ponsel Ayesha yang terbuka. “Ck. Pasti kamu begini karena Tian kan?”
Ayesha mengangguk. “Aku berbuat salah sama dia, Bang. Sekarang dia ngambek dan ga hubungin aku dua minggu.”
“Ah, emang anaknya aja yang rese. Udahlah putus aja. Cowok kaya gitu ga usah dibelain. Ngga ada terima kasihnya, udah dibantuin tugasnya juga.”
Lalu, Ayesha bangkit dari ranjang itu dan segera mengambil mantelnya.
“Eh, mau kemana?” tanya Vinza yang ikut bangkit dan mengikuti adiknya.
“Aku mau ke apartemennya Tian. Aku mau minta maaf langsung sama dia.”
“Ngapain sih, ini udah malem tau.”
“Sebentar. Ngga jauh juga kok.” Ayesha langsung keluar dari kamar dan turun dengan etrgesa-gesa.
“Ay, mau kemana?” tanya Rea, Ibu Ayesha. Ia sedang duduk di ruang keluarga bersama suaminya.
“Mau ke apertemen Tian, Ma.”
“Sendiri?” tanya Vicky, ayah Ayesha.
Ayesha mengangguk. “Sebentar, Pa.”
Vinza mengikuti adiknya turun dan ia berdiri di anak tangga terakhir sambil memasukkan kedua tangannya ke saku.
“Kamu ga antar adik kamu, Za?” tanya Rea pada putranya.
“Orangnya ga mau, Ma.”
“Ya, tetap diantar dong, Za,” sambung Vicky.
Vinza menaikkan alisnya untuk bertanya pada sang adik. “Di antar ngga?”
“Terserah,” jawab Ayesha yang langsung meluyur keluar.
Vinza pun mengambil mantelnya dan pamit pada kedua orang tuanya.
Sesampainya di apartemen, Vinza tidak ikut ke unit Tian yang berada di lantai dua puluh. Ia lebih memilih menunggu adiknya di lobby.
Kemudian, Ayesha berjalan menuju lift hingga sampai ke lantai unit apartemen kekasihnya. Ayesha memang sudah jarang sekali ke tempat ini. lebih tepatnya sejak enam bulan lalu. Tian melarang Ayesha ke apartemennya dengan alasan, ia tidak ingin terjadi sesuatu, karena sebelumnya Tian memang pernah mencium Ayesha dan seolah ingin melakukan sesuatu pada gadis itu. Namun, Ayesha menolaknya.
Ayesha menekan pascode pintu apartemen itu. Ternyata pascode Tian masih sama, masih menggunakan tanggal lahir pria itu, padahal sejak dulu Tian janji akan merubah pascode itu menjadi tanggal lahirnya, sebagai bukti bahwa Tian sayang padanya. Namun, hingga kini Tian tak melakukan itu.
Perlahan, Ayesha masuk ke dalam apartemen itu. Tidak ada orang di sana. Tetapi, Ayesha mendengar suara dari dalam kamar.
“Ah, Tian ... Terus ...”
“Iya, Sayang. Aku akan puaskan kamu.”
“Tian, aku mencintaimu.”
“Aku juga mencintaimu, Jessi.”
Deg
Sontak jantung Ayesha berdetak kencang. Ia semakin penasaran dengan apa yang dilakukan kekasihnya di dalam sana.
“Bagaimana dengan Ayesha, Yan? Kamu tidak memberi kabar padanya?” tanya waniat di dalam kaamr itu.
Ayesha mengintip di balik pintu yang sedikit terbuka. Dadanya sesak ketika ia melihat kekasihnya yang sedang berada di atas ranjang dan menindih tubuh seorang wanita dalm ke adaan polos. Walau ia tak tahu siapa wanita yang berada dalam kungkungan kekasihnya saat ini, tetapi ia kenal jelas suara wanita itu dan panggilan kekasihnya untuk wanita itu.
“Jangan sebut namanya! Aku muak dengan wanita gendut itu.”
“Tapi dia telah membantumu hingga risetmu selesai dan laporanmu diterima.”
“Oh, Jes. Aku sudah tidak tahan ...”
Percakapan pria dan wanita di dalam kamar itu pun tidak berlanjut karena sepertinya sang pria hendak melakukan pelepasan.
Ayesha masuk ke dalam kamar itu dan menyaksikan mereka yang sedang menikmati pelepsannya tanpa menyadari bahwa ada orang yang tengah berdiri di sana.
Dada Ayesha bergemuruh, air matanya sudah sejak tadi mengalir. Ia tak menyangka bahwa dirinya telah dikhianati terlebih oleh sahabatnya sendiri. Rasanya sakit, amat sangat sakit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 203 Episodes
Comments
💫R𝓮𝓪lme🦋💞
kenapa gk kamu siram pake air seember aja tuh mereka,ay🤭🤭
2023-02-15
1
Putri Minwa
lagian Ayesha mudah sekali percaya Ama orang
2022-11-12
0
Bundanya Robby
ohh 😭
2022-07-11
0