"Berisik!" ucap Rangga
"Ka---kamu" ucap Aisa terbata-bata.
Aisa teringat, tadinya dia ketiduran di dapur, kenapa saat ini ia sudah di atas kasur dan sudah berbalut selimut. Namun saat ia melihat ke badannya ia sedikit lega karena pakaiannya masih utuh.
"Loe itu bisanya nyusahin aja. ngapain loe tidur di dapur? ntar di kira orang gue pelit lagi"
"Ma--maaf!"
"Sekarang, mending loe balik! daripada gue khilaf , loe mau gue khilaf? walaupun gue gak selera sama loe tapi kayanya loe boleh juga...." ucapnya sambil tersenyum licik
"tapi, Aira?"
"ck!!!! ciiiihhhh... kenapa sih loe bela dia banget? dia itu udah jahat sama loe, udah deh nikmatin aja"
"Dia itu adikku. Gak mungkin aku bisa diam aja dengan tenang sementara dia disana, hufffhh entah apa yang dialaminya disana. Apa dia sudah makan atau belum, apa dia tidur nyenyak atau tidak. Bahkan kedua orangtuaku sempat drop hanya karena memikirkannya"
Lagi-lagi, ucapan Aisa membuat Rangga iba, apalagi Aisa mengatakan jika Orangtua nya sempat sakit. Rangga tidak tega jika bawa-bawa orangtua sebenarnya.
"Please Ngga " ucap Aisa
Senyum licik kian menghiasi wajah Rangga, ia perlahan mendekat , dan semakin dekat.
Aisa yang sudah mentok di dinding tempat tidur hanya bisa pasrah. Mungkin hanya ini yang bisa dilakukannya agar saudara kembarnya itu bebas, pikirnya.
Sedikit lagi, bibir Rangga hampir saja mendarat ke bibir Aisa, namun ia berhenti saat melihat Aisa menangis dalam diam, jiwa tidak teganya pun meronta-ronta.
Akhirnya, ia membisikkan sesuatu ke telinga Aisa "Loe pulang sekarang, soal Aira biar tuntutannya gue cabut"
"hiksss benarkah?" mata Aisa berkaca-kaca
Rangga mengangguk "sorry udah buat loe nangis, gue gak tega sebenarnya"
"Terimakasih banyak Rangga, aku tahu kamu itu orang baik, terimakasih banyak"
Rangga mengangguk dan Aisa pun pergi dari rumah itu.
Tepat saat ia keluar dari rumah itu, Aisa dikejutkan dengan kedatangan mobil lainnya "Ayo masuk"
Aisa akhirnya masuk, dia tersenyum lega karena ternyata Pak Ghibran dan Rere setia menunggunya.
"Makasih banyak sudah mau menunggu saya ya , Pak"
Pak Ghibran mengangguk "Kamu gak apa-apa kan?"
"Iya sa, kau gak papa kan? kau diapain sama dia? terus kok bisa lama kali gitu? "
"Aku gak apa-apa. Aku hanya membersihkan rumahnya."
"Ku*ang ajar!!!" kesal Pak Ghibran sambil memukul pintu mobilnya.
"Dengar dulu pak, itu kemauan saya. Bukan dia yang suruh."
***
Malam harinya, Aisa tengah ngumpul bersama keluarganya di ruang tv. Padahal tv nya saat ini hidup tapi tak ada yang menontonnya.
tiba-tiba...
ting
Suara bel berbunyi, Aisa sudah menduga kalau itu adalah Aira, bi Inah pun membuka pintunya, dan...
ceklekkk
"Non Aira?" pekik Bi Inah membuat semuanya menoleh tak percaya
Aira langsung masuk dan memeluk sang Mama , lalu bergantian memeluk Papa dan juga kak Andre.
Saat depan Aisa, ia tidak mau memeluk Aisa, ia hanya mengucapkan terima kasih dengan tidak tulus. Karena ucapan itu adalah syarat dari Rangga agar dia bisa keluar.
"Thanks! katanya loe mohon sama Rangga ya? gue gak tahu loe itu tulus atau tidak, tapi, thanks!" ucap Aira singkat membuat semuanya tercengang, namun....
Plakkkkk
"Aw! hiksss" lirih Aira
"Sakit? mau lagi? hm? apa kamu bisa bayangin gimana rasa sakit dari kakak kamu? Begini cara kamu berterimakasih?!" suara bariton terdengar jelas menahan amarah
"Papa menamparku?" lirih Aira
"Kenapa? cukup ya Aira! kamu sudah keterlaluan. Sebagai hukumannya, semua fasilitas kamu papa cabut! kamu akan pergi naik angkutan umum. "
"Tapi pa ----"
"Dan satu lagi, uang bulanan kamu papa potong setengah, kamu harus menanggung akibat dari kesalahan kamu Aira!"
Papa Baskoro dan kak Andre pergi meninggalkan Aira .
Saat Papa Baskoro di depan tangga "Risa? ayo masuk kamar!" titah papa Baskoro pada istrinya.
Tinggal lah kini Aisa dan Aira, keduanya sama-sama diam.
"Aku ambilin minum ya Ra?"tawar Aisa
"Ga usah! loe udah buat semuanya benci sama gue, udah ya sa! cukup semuanya! gausah sok baik lagi." Aira menghentikan ucapannya lalu melemparkan tasnya ke sembarang arah " arggghhhhhh!"
Sakit? pasti! Aisa bingung, sebenarnya apa salahnya kenapa Aira sangat membencinya. Apa karena dia yang berpenampilan cupu? Apa jika dia merubah penampilannya itu akan membuat Aira akan menganggap nya ada?.
***
Dua hari kemudian,
Seperti biasa kalau Aisa pergi ke kampus menaiki angkutan umum. Berbeda dengan Aira, walaupun fasilitas di hentikan tapi ia masih punya sahabat yang dengan terpaksa mau mengantar jemput nya.
Ternyata, selama ini Aisa tidak hanya menaiki satu angkutan umum saja, karena jalur menuju kampus itu tidak ada angkutan umum yang melewatinya dari arah rumahnya.
Akhirnya, Aisa memilih untuk menyambung nya . Kini Aisa sudah berada di halte untuk menuju angkutan umum ke dua.
Aisa melihat ada seorang laki-laki kini menyebrang jalan, namun dengan arah berlawanan terlihat ada sebuah motor melintas dengan cepat.
Dengan sigap, Aisa berlari untuk menolong lelaki tersebut.
brukkkkk
prangggg
***
Satu jam kemudian, Aisa sadar dari pingsannya. Betapa terkejutnya dia saat ini berada di sebuah rumah sakit.
"Aw! di--dimana ak-u?" ucapnya terbata-bata karena memang dia belum sadar penuh.
"Nak, terimakasih banyak. Kamu di rumah sakit" ucap laki paruh baya.
Aisa menoleh, lalu ingatannya kembali kepada kejadian itu "Ba--pak? bapak yang tadi kan? bapak tidak apa-apa?"
Laki-laki itu menggeleng "Tidak apa-apa, saya hanya terhempas, sedangkan kamu tadi... ah sudahlah. terimakasih sudah menolong saya. Kalau boleh tahu, siapa nama kamu?"
"Saya Aisa, Tuan" ucap Aisa. Ia melihat pakaian yang dikenakan lelaki ini bukanlah pakaian biasa, makanya dia memutuskan untuk memanggil tuan.
"Ah, jangan panggil saya tuan. Bapak aja lebih baik. Aisa, kamu kuliah atau kerja?,"
"Saya kuliah tu...eh pak"
"Tapi ini sudah siang, apa kamu sudah enakan?"
"Sudah pak,.apa saya boleh pulang sekarang?"
"Sebentar, saya panggil dokter dulu"
ceklek
Baru saja Bapak itu ingin keluar, tiba-tiba seorang wanita paruh baya masuk ke dalam ruangan.
"Ayah..." Panggil wanita itu
"Eh bunda, kamu disini?"
"Iya, tadi pak Supri yang nelpon. Ayah tidak apa-apa?"
"Gak apa-apa sayang, semua itu karena gadis ini yang menyelamatkan ayah. "
"Terimakasih ya nak" ucap wanita itu
"Sama-sama Bu"
"Kenalkan , nama saya Fahri Daniswara, dan ini istri saya Melisa"
Aisa pun mengangguk patuh, ia belum menyadari jika kedua orang tua ini adalah pemilik dari kampus yang ia tempati, lebih tepatnya adalah orang tua dari pak Ghibran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Bunda Rangga ( Robbi dan angga
camer
2022-10-27
0