"Alea! Lu molor lagi, ya?" Teriak Arez dari luar kamar sambil terus menggedor pintu. Karena tak kunjung mendapat jawaban, Arez berinisiatif menggunakan kunci cadangan.
Benar saja. Saat pintu kamar berhasil di buka, Arez mendapati Alea yang kembali tertidur pulas tanpa ingat dunia.
"Allahu! Ini anak, sumpah!" Gerutu Arez, ia berdiam diri memperhatikan Alea sembari memikirkan ide jahat untuk mengerjai gadis itu.
Bergegas Arez masuk ke kamar mandi, memastikan bak air masih terisi dengan penuh.
"Keknya dia muat kalau dimasukan ke sini." Gumam Arez.
Kemudian Arez kembali menemui Alea yang masih tertidur pulas, bahkan terdengar suara dengkuran kecil dari mulutnya yang membuat Arez semakin, ugh!
"Liat aja lu, gua kerjain baru tau rasa." Arez seolah-olah berubah menjadi monster bertanduk yang sedang tertawa jahat.
Arez mengangkat tubuh kecil Alea, Alea hanya mendelik sesaat, kemudian tertidur lagi. Sama sekali tidak sadar akan rencana suaminya itu.
Perlahan, Arez melangkahkan kaki menuju kamar mandi, dan ...
"Astaghfirullah!!!" Pekik Alea ketika tubuhnya masuk ke dalam bak mandi. Alea yang masih dalam keadaan setengah sadar, kaget bukan main.
"Ya Allah! Banjir! Selamatkan hamba!" Alea semakin panik, sedangkan Arez terkekeh di bibir pintu kamar mandi memperhatikan tingkah Alea.
Menyadari ia sedang di kerjai, Alea bangkit dan turun dari bak.
"Abang! Apaan, sih? Ih!" Alea memukuli Arez, ia sangat kesal.
"Siapa suruh molor mulu. Dasar, kebo! Disuruh mandi dan siap-siap malah molor!"
"Kan bisa di bangunin baik-baik!"
"Halah! Lu kalo dah molor kek orang mati, dudul! Ada gempa aja lu gak bakal bangun."
"Gak mau tau! Pokoknya Abang juga harus nyebur di bak!"
"Dih, apaan! Kabur!" Arez bergegas menghindari Alea. Alea hanya bisa berdecak kesal karena tidak bisa membalas perbuatan Arez.
"Tunggu pembalasan ku, Abang!"
***
Cuaca hari ini sangat cerah. Sebuah sedan hitam melintas di keramaian jalan kota. Itu adalah mobil Arez bersama Alea di dalamnya.
"Abang,"
"Iya? Kenapa?"
"Aku masih takut nemuin Ayah sama ibu."
"Udah, lu ntar gak usah ngomong, biar gua aja."
"Bukan itu masalahnya, Bang."
"Terus?"
"Ya aku malu, rasanya aku udah gak pantes jadi anak mereka."
"Nih bocil, pea! Biar gimanapun lu anak ortu lu! Gak ada itu yang namanya mantan anak. Udah lu gak usah banyak nyerocos, ntar gak usah turun dari mobil, biar gua aja kalo lu malu."
"I--iya."
Sesaat kemudian, mobil mereka tiba di depan rumah Alea. Pak satpam yang berjaga segera membukakan pagar.
Rumah bercat putih di penuhi banyak tanaman dan bunga-bunga. Pemiliknya pasti rajin sekali merawat semua tanaman itu hingga tertata rapi dan tumbuh begitu subur.
"Yakin gak mau turun?" Arez memastikan lagi.
"Yakin,"
"Yaudah. Lu jangan ke mana-mana diem di sini."
Alea hanya mengangguk.
Arez turun dari mobil, di sambut pak satpam.
"Mas, mau di antar masuk?" Tawar satpam yang bernama--Hendi, tertulis di seragamnya.
"Gak usah, Pak. Terimakasih."
"Oke."
Arez masuk sendiri ke dalam rumah, tanpa Alea. Walau sebenarnya Arez masih merasa tak enak pada orang tua gadis itu, tapi kakinya tanpa gentar terus melangkah. Biar bagaimanapun, ia juga bersalah pada kasus pernikahan mereka. Tapi, Arez adalah laki-laki yang bertanggung jawab.
Laki-laki yang berwibawa adalah laki-laki yang bisa bertanggung jawab pada segala hal, terlebih pada pasangannya.
Arez masih ingat dengan sangat detail, ketika pak Damar--ayah Alea meluapkan emosinya hari itu. Kalau saja orang-orang tidak melerai, mungkin wajah Arez sudah bonyok kena sambaran tinju seorang bapak yang sedang dipenuhi amarah yang membara. Tapi semua sudah berlalu.
Tidak ada alasan untuk Arez membiarkan Alea, karena bagaimanapun Alea adalah istrinya. Dan orang tua Alea sekarang juga menjadi orang tua ia juga. Karena pada hakikatnya pernikahan tidak hanya menyatukan dua insan, tapi juga menyatukan dua keluarga. Hormat pada orang tua harus di junjung setinggi-tingginya.
"Assalamualaikum," Ucap Arez mengetuk pintu perlahan.
Tak lama, pintu di bukakan oleh wanita paruh baya, ibunya Alea--bu Amira. "Waalaikumsalam. Nak Arez?" Ucap bu Amira lembut. Segera Arez bersalaman--takzim pada ibu mertuanya itu.
"Ayo, masuk." Ucap bu Amira lagi. Tampak bu Amira celingak-celinguk seperti mencari sesuatu sebelum ia kembali menutup pintu.
"A--Alea gak ikut?" Tanya bu Amira. Arez hanya tersenyum kecil, memberi isyarat kalau Alea berada di dalam mobil.
"Ayo masuk, Nak."
"Iya, Bu."
*
Bu Amira menemui suaminya di kamar untuk memberi tahu kedatangan Arez.
"Pak," ucap bu Amira lembut pada suaminya yang sedang berbaring.
"Iya, Bu?" Lirih pak Damar. Dapat di lihat kalau kondisi pak Damar sedang drop.
"Ada Nak Arez di depan,"
Seketika pak Damar tertegun, seperti memikirkan sesuatu.
"Temuin dulu, Pak. Biar bagaimanapun, nak Arez juga anak kita."
Pak Damar masih berdiam diri.
"Ibu tau bapak kecewa, karena ibu juga merasakan demikian. Ibu yang lebih sakit, ibu yang lebih kecewa melihat anak yang ibu kandung dan ibu besarkan sepenuh hati dan jiwa berbuat seperti itu."
Sesaat semua hening,
"Semua sudah terjadi. Rasa kecewa ibu tak sebanding dengan besarnya kasih sayang ibu ke Alea. Jadi, ibu sudah mengikhlaskan semua ini, Pak. Dan sekarang, ibu serahkan kebahagiaan Alea pada Arez."
Pak Damar bangkit, mencoba untuk berdiri di bantu oleh bu Amira.
"Hati-hati, Pak."
*****
Mobil sedan hitam itu kembali melaju, yang kali ini tujuannya tentu ke suatu tempat yang sudah Alea tentukan untuk bertemu bersama teman-temannya.
Arez dan Alea sama-sama hening. Tapi, di dalam hati Alea ia sangat penasaran, apa yang sudah terjadi di dalam sana, tadi.
"Bang, tadi ibu sama ayah ngomong apa? Apa mereka masih marah?"
"Enggak. Gak ada marah-marah."
"Iyakah?"
"Iya. Tadi, ayah pesen ... katanya lu sekolah bener-bener. Harus sekolah sampai selesai."
"Terus apalagi?"
"Harus jaga diri baek-baek!"
"Terus, terus?" Kali ini senyum melengkung disudut bibir Alea, ia senang karena ayah dan ibunya masih memperhatikan dan memperdulikannya.
"Terus terus mulu. Kek tukang parkir."
"Dih! Cepetan kasih tau!"
"Ayah sama ibu pesen, lu harus jadi istri yang baek! Nurut sama suami!"
"Dih! Ngadi-ngadi! Gak ada gak ada!"
"Kalo gak percaya tanya aja noh, kita muter balik, mau?"
"Iya! Percaya! Nanti aku usahakan!"
"Ya harus, lah! Itu mah kewajiban lu, dudul!"
"Berisik, Abang!"
***
Flashback
"Semua sudah terjadi. Rasa kecewa ibu tak sebanding dengan besarnya kasih sayang ibu ke Alea. Jadi, ibu sudah mengikhlaskan semua ini, Pak. Dan sekarang, ibu serahkan kebahagiaan Alea pada Arez."
Pak Damar bangkit, mencoba untuk berdiri di bantu oleh bu Amira.
"Hati-hati, Pak."
Pak Damar menemui Arez yang kini sedang duduk di sofa ruang tamu. Melihat kedatangan Pak Damar, Arez segera bangkit dan menyalami bapak mertuanya itu.
"Duduk, duduk." Pak Damar mempersilahkan Arez untuk kembali duduk di sela batuknya. Kini Arez dan pak Damar duduk berhadapan, sedangkan bu Amira ke dapur untuk membuatkan minuman.
"Gimana kabar, Pak? Bapak keliatan kurang sehat."
"Iya. Kesehatan bapak drop."
Arez semakin merasa tak enak hati, dan berpikir kedatangannya kemari makin memperburuk suasana dan keadaan.
"Sudah, tidak usah tegang gitu. Kita bicara sebagai sesama lelaki saja, nak Arez."
Arez mengangguk pelan.
"Saya ke sini mau minta izin pada bapak dan ibu untuk membawa Alea pindah ke Purwokerto, Pak. Karena saya dipindah tugaskan di sana. Dan tidak mungkin saya meninggalkan Alea sendiri di kota ini."
Pak Damar tersenyum kecil. "Sebenarnya, Alea itu tidak pernah jauh dari orang tua sejak kecil. Dia betul-betul dijaga. Dan entah kenapa hari itu ia luput dari penjagaan dan melakukan kesalahan yang sangat fatal."
Arez hanya diam mendengarkan pak Damar berbicara.
"Bapak tidak tau, sejak kapan ia mengenalmu. Apakah kalian sudah sering bertemu atau bagaimana karena ya Alea gak pernah nampak kalau dia punya pacar. Sejauh ini, Alea selalu nurut dan tidak pernah melakukan kesalahan-kesalahan. Makanya, saat ia ketahuan melakukan ini apalagi sampai di grebek warga bapak sangat sangat malu dan syok. Ingin rasanya Bapak menghilang dari dunia ini saking malunya. Ingin membela, tapi semua bukti dan saksi mata ada."
"Saya minta maaf yang sebesar-besarnya, Pak. Tapi semua itu terjadi benar-benar secara tidak sengaja."
"Bapak sudah berdamai dengan semua itu, Rez. Semua sudah terjadi ya mau di apakan. Bapak berpesan kepadamu sekarang,"
Hening,
"Bapak berpesan, kamu jaga Alea sebaik mungkin. Sekarang dia adalah tanggung jawab mu. Dia istrimu, pakaianmu. Baik buruknya dia tergantung kamu. Bapak gak minta banyak hanya itu. Dan kemanapun kamu pergi, Alea harus bersamamu." Ucap pak Damar sembari menatap netra Arez.
"Satu permintaan bapak,"
"Apa itu, Pak?"
"Izinkan Alea menyelesaikan sekolahnya. Kasian. Satu tahun lagi juga ia sudah lulus. Jaman sekarang, pendidikan itu di perlukan walau hakikatnya tugas istri adalah mengurus suami. Tapi, wanita yang berilmu juga penting untuk menjadi pondasi mendidik anak-anaknya kelak."
"Siap, Pak. Saya berjanji pada bapak dan pada diri saya sendiri akan memenuhi permintaan Bapak."
"Terimakasih, nak Arez. Dengan ini, secara suka rela dan ikhlas hati bapak menyerahkan Alea padamu. Dan bapak percaya sepenuh hati padamu."
Arez bangkit dan merangkul pak Damar. Entah mengapa, ia merasakan hal yang luar biasa menghujam batinnya. Bukan beban ... tapi semacam tantangan baru dalam hidupnya.
Bu Amira yang sedari tadi memperhatikan dari kejauhan tersenyum lega. Kemudian ia berjalan mendekati suami dan menantunya itu dengan membawakan roti kering beserta dua gelas kopi hangat yang memang tersedia di atas nampan yang sudah ia siapkan sebelumnya.
"Mulai sekarang, jangan panggil Bapak. Panggil saja Ayah. Karena kamu juga anak kami sekarang."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Soleh Pasir
authornya orang purwokerto kah😊😊
2022-05-20
1