Regina pun cepat keluar dari rumah Rumi, agar tidak ketahuan oleh Rumi. Jika tahu, pasti Rumi akan melarang Regina pergi dari rumah. Sampai di pinggir jalan Regina dapat ide untuk mencari pekerjaan yang layak dan tempat tinggal juga. Rumi terus berjalan tanpa lelah untuk mencari pekerjaan dan tempat tinggal. Regina merasa lelah, karena berjalan terlalu jauh. Jam sudah menunjukkan pukul 14.00, ternyata Regina sudah berjalan selama dua jaman.
"Pantas saja aku capek, ternyata sudah pukul 14.00, emb, laper," gumam Regina sambil mengecek ponselnya.
"Uang tinggal Lima ratus ribu lagi, cari tempat tinggal bisa nggak ya?" Regina bermonolog, sambil mengusap-usap perutnya yang lapar.
Regina karena terlalu lapar, ia memakai uangnya untuk mencari makan siang. Regina masuk ke sebuah warteg, membeli sebuah makanan seharga dua puluh ribu saja sudah cukup. "Bu, saya mau beli makanan," ucap Regina berdiri di depan warteg.
"Mau makan apa, Mbak?" tanya Ibu warteg.
"Pakai sayur, sama telur saja, Bu, cukup," titah Regina, sebenarnya ia ingin makan daging, tetapi takut uangnya habis untuk makan.
"Baik, Mbak, ini bungkus 'kan?" tanyanya lagi.
"Iya, Bu. Di bungkus saja," jawab Regina.
Setelah menunggu beberapa menit, Regina sudah mendapatkan makanan yang dia inginkan. Regina berjalan lagi mencari tempat untuk dia makan. Setelah menemukan minimarket, di sana tersedia tempat duduk umum untuk orang beristirahat. Tiba-tiba dirinya mengingat Melvin, waktu itu dirinya pernah diberikan sebuah ice cream, sat duduk di minimarket. Tanpa sadar Regina tersenyum, lalu ia masuk ke dalam minimarket untuk membeli air minum. Regina lalu kembali duduk di luar untuk makan.
"Mau ke mana lagi ya?" Regina binggung sambil melamun.
****
Rumi di dalam mobil bersama Brian, mereka tertawa bahagia melihat acara pesta pernikahan Wildan dan Selvi rusak, karena mereka berdua. "Tadi kamu ke mana saja, Sayang? Aku binggung mencarimu, sebelum Wildan datang menghampiriku," ucap Brian, sambil mengemudi.
"Aku tadi, mencari seseorang yang bisa membantuku untuk menghidupkan video itu, Mas."
"Kok mereka bisa setuju, apa mereka tidak menolakmu?" tanya Brian penasaran.
"Aku alasan saja, video ini adalah permintaan pengantin pria, yang harus di tayangkan secepatnya. Lalu aku beritahu lagi, jika nanti aku bertepuk tangan di depan pengantin pria tolong di tayangkan perintahku," ucap Rumi sambil tertawa lepas.
"Astaga, Sayang. Kamu memang hebat," puji Brian sambil menyentuh pipi Rumi, karena gemas dengan sang istri.
Sampai di rumah, Rumi tidak sabar ingin bercerita dengan Regina. "Sayang, pelan-pelan dong," tegur Brian saat melihat sang istri yang memakai heels, akan berlari masuk ke dalam rumah.
"Iya, Mas. Maaf," jawab Rumi, lalu berjalan masuk ke dalam rumah. "Re!" teriak Rumi, sedang mencari keberadaan Regina. Ia masuk ke dalam kamar tamu, tetapi tidak ada Regina. Pergi ke taman belakang pun tidak ada membuat Rumi panik. Akhirnya Rumi mencari asisten rumah tangganya untuk mencari kejelasan yang pasti.
"Mbak!" teriak Rumi panik.
"Iya, Nona," jawabnya.
"Di mana, Regina?" cecar Rumi.
"Dia pergi, Nona."
"Apa!" Rumi terkejut. "Kenapa kamu perbolehkan pergi, Mbak." Suara Rumi pun meninggi.
"Maaf, Nona. Karena tidak ada pesan dari Nina, jadi saya perbolehkan pergi," lirih Asisten rumah tangga, suaranya mulai bergetar.
"Ya Tuhan, Mbak." Rumi menghembuskan napasnya dengan kasar, karena menahan emosi.
Rumi pun pergi meninggalkan asisten rumah tangganya, ia memilih masuk ke kamar untuk menemui Brian. "Mas," lirih Rumi, yang menangis di pelukan Brian.
"Kamu kenapa menangis, Sayang?" tanya Brian sambil mengusap-usap punggung sang istri.
"Regina ...," ucap Rumi sambil sesenggukan.
"Kenapa, Regina?"
"Dia pergi dari rumah kita, Mas. Aku khawatir, dia tidak ada tempat tinggal, tidak punya kerabat dekat, hanya aku yang selalu di sampingnya, Mas."
"Coba telepon dong, siapa tahu dia keluar bentar." Brian mencoba menenangkan hati sang istri yang lagi kacau.
****
"Ya Tuhan, aku dari tadi siang, udah cari banyak pekerjaan belum satu pun yang mau menerimaku bekerja," gumam Regina sambil melamun.
Regina yang sedang kacau, pikirannya entah ke mana? Belum mendapatkan tempat tinggal. Sudah mencari rumah kontrakan tapi di tolak, karena mereka meminta uang diatas lima ratus ribu rupiah. Sedangkan uang Regina tinggal empat ratus ribu rupiah. Habis untuk ke sana ke mari untuk makan dan minum, tak lupa naik angkutan umum. Regina telah frustasi berat, sampai Regina tanpa sadar berjalan dari pinggir jalan pindah ke tengah jalan. Tiba-tiba jarak lima puluh meter dari Regina berdiri ada mobil truk telah membunyikan klaksonnya.
Tin ...
Tin ...
Regina yang baru sadar dengan suara klakson mobil langsung menengok ke belakang, lalu ia berteriak. "Aaa!" Regina spontan menutup wajahnya dengan tangan.
Mungkin Tuhan masih berbaik hati, tidak ingin Regina mati terlebih dahulu. Tuhan telah mengirimkan malaikat tanpa sayap untuk Regina. Dia berlari meraih tubuh Regina di dalam pelukannya. Hingga mereka berdua terjatuh di pinggir jalan.
"Aau!" seru Regina siku tangannya telah terluka.
"Re, kamu nggak pa-pa?" tanya Melvin.
"Sakit," lirih Regina sambil menangis.
Regina menangis bukan karena terluka di sikunya. Melainkan menangis karena sakit hatinya. Luka yang terlalu dalam sulit sekali ia lupakan. Tanpa sadar Regina memeluk Melvin menangis di dalam pelukannya.
"Re, jangan nangis, kita cari obat ya, lukanya di obati, biar nggak infeksi," pinta Melvin mencoba membantu Regina berdiri.
Regina mencoba berdiri ternyata kakinya juga terluka. Regina tak kuat berdiri, dengan sigap Melvin menggendong Regina dengan gaya bridal style. Regina melihat wajah tampan Melvin tanpa berkedip sedikit pun.
"Aku tahu, aku tampan," ucap Melvin dengan memuji dirinya sendiri. Regina mendengar ucapan Melvin otomatis ia memalingkan wajahnya.
"Kok gitu," goda Melvin.
"Apa si, Vin. Aku malu," ucap Regina.
"Lihat aku sebentar, Re," ucap Melvin sambil menatap mata Regina. Begitu pula Regina membalas tatapan Melvin.
Melvin menghentikan langkahnya, lalu ia berkata. "Jangan menangis, aku sedih lihatnya," ucap Melvin sambil mempererat gendongannya.
"Terima kasih, Vin." Regina mencoba tersenyum dengan suasana hatinya yang buruk.
Melvin menurunkan Regina, karena sudah sampai di parkiran mobil. Melvin membuka pintu mobil, Regina dengan terpincang-pincang masuk ke dalam mobil. Tiba-tiba Regina teringat sesuatu, ia pun panik.
"Vin! Tas aku, ketinggalan di sana," seru Regina panik.
Spontan Melvin berlari untuk kembali lagi, di mana ia terjatuh dengan Regina.
Kira-kira tas Regina ilang nggak ya?
Bersambung.....
Happy reading guys,
Jagan lupa memberi like, komentar, vote & gift.
Stay tune terus ya guys, jangan lupa tekan tanda favorit agar kalian tidak ketinggalan.
Terimakasih atas dukungan kalian.
1 like pun sangat berarti untukku ❤❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
IG: Warnyiwarnyi
lanjut kak
2022-06-01
0
🤒
🤣🤣🤣🤣🤣 masih ingat tas rupanya.
2022-05-31
0
Um_bell29
logikanya tas Regina pasti ilang, tapi semua tergantung othor😁
2022-04-23
0