"Aku bukan hanya menderita diabetes melitus, tapi juga mengidap kanker rahim stadium 4 Dik, mungkin usiaku tidak lama lagi..."
Hati Dika bagai luluh lantak mendengar penuturan Nia. Pemuda itu langsung duduk tersadar nyaris tak percaya dengan apa yang ia dengar. Emosinya berubah seketika dari amarah menjadi iba, pemuda itu pun nyaris meluruhkan air matanya.
"Sejak kapan kak? Kenapa kakak menyembunyikan nya dariku?"
Tanya Dika sedih.
"Aku nggak ingin kamu terlalu khawatir Dik?"
Jawab Nia tenang.
"Tapi seenggaknya kasih tahu aku kak, aku ini adik kakak satu-satunya. jika begini aku jadi menyesal nggak mengunjungi kakak setiap hari"
"Kau berkata seperti itu seolah-olah kakakmu ini sudah tiada Dik"
Dika mendekati sang kakak lalu memeluknya dengar erat. Tubuh ringkih itu hanya memerlukan satu tangan Dika untuk memeluk seluruh tubuhnya. Perlahan tanpa ia sadari bulir air matanya menetes di pipi.
"Aku harus bagaimana kak? Aku harus bagaimana jika kakak nggak ada?"
"Kamu sudah cukup dewasa Dik, turuti semua nasehat abangmu"
Nia membalas pelukan Dika dan menepuk-nepuk lembut punggung pemuda itu. Perlahan Dika melepaskan pelukannya sambil mengusap air matanya.
"Bagaimana bisa kak? Bagaimana semua ini kakak hadapi dengan tenang seperti ini? Ayo kak?! Ayo...,aku akan membawa kakak berobat kakak pasti bisa sembuh"
Nia menggerakkan kursi rodanya mendekati Dika, lalu meraih tangan pemuda itu dan menggenggamnya dengan hangat.
Nia menggelengkan kepala, lalu meraih wajah pemuda itu dengan kedua tangannya sambil tersenyum. Dika mencium tangan kurus itu dan kembali meneteskan air mata.
Sekuat dan setegarnya lelaki pasti akan menangis juga jika di hadapkan pada titik kelemahannya. Nia yang satu-satunya keluarga kandungnya di vonis dengan usia yang tidak akan bertahan lama.
Orang tua mereka lebih dulu meninggalkan mereka karena sakit. Awalnya adalah sang ibu yang menderita kanker, lalu selang beberapa bulan disusul sang ayah yang menderita penyakit Diabetes dan jantung. Sebelum sang ayah meninggal, ia sempat menyaksikan putrinya menikah, dan menitipkan Nia dan Dika pada Tomy yang kini menjadi tulang punggung baru.
Dika yang saat itu masih duduk di bangku kelas 3 SMP sangat terpukul dengan kepergian kedua orang tuanya. Namun sosok Tomy yang berwibawa dan tegas serta penyayang mampu meluluhkan hati Dika dan menjadi tauladan bagi pemuda itu.
Sepuluh tahun usia pernikahan antara Tomy dan Nia yang belum memiliki keturunan tidak sedikitpun menaruh rasa curiga Dika. Dika selalu berpikir positif, mungkin mereka hanya belum di karunia anak saja. Perlahan penyakit diabetes mulai menyerang sang kakak hingga tubuhnya menjadi sangat kurus. Dika tidak mengetahui adanya kanker rahim yang menyebabkan kakak dan abangnya belum di karuniai anak.
"Banyak yang mengincar posisi abangmu, kakak yakin kamu juga tahu itu. Untuk bisa mempertahankan posisi itu abangmu harus memiliki keturunan, sedangkan kakak nggak dapat memberikannya keturunan. Bibi dan paman abangmu sudah siap untuk merebut posisi itu jika kami nggak memiliki keturunan. Bukankah kau tahu membangun perusahaan itu hingga besar adalah hasil keringat abangmu?!"
"Jadi kakak ingin menjadikan jane sebagai ibu dari garis keturunan abang? bagaimana kakak bisa melihat suami kakak tidur dengan wanita lain?"
Dika masih tidak percaya kakaknya yang sangat mencintai Tomy mampu merelakan hatinya untuk berbagi suami.
"Abangmu dan aku sudah menyelidiki latar belakang Jane. Wanita lebih itu lebih baik dari wanita-wanita yang selama ini mendekati abangmu. Bukankah akan menjadi lebih baik jika kita bisa mengangkat derajat nya? Ia tidak perlu lagi melakukan pekerjaan rendahan itu demi hidup dan anaknya. Wanita seperti Jane tidak akan membuatku cemburu, malah aku akan menjadi bahagia. Apa kamu nggak tahu kalau dia memiliki anak cacat dan kedua orang tuanya telah meninggal? Kehidupan rumah tangganya di masa lalu sangat menyakitkan, apa salahnya kita mencoba memberikan kebahagiaan untuknya? Dari cerita abang Jane bukanlah wanita gampangan, dan sebenarnya ia yang melakukan pekerjaan itu juga karena terpaksa bukan?"
Jelas Nia panjang lebar.
"Bagaimana bisa kak? Bagaimana semua ini kakak hadapi dengan tenang seperti ini? Ayo kak?! Ayo.. aku akan membawa kakak berobat kakak pasti bisa sembuh"
"Aku sudah divonis Dik, belajarlah untuk menerima ketentuan yang telah ditetapkan untukku. Saat ini, kita hanya bisa berdoa, semoga saja akan ada mukjizat untukku"
"Aku nggak memiliki siapa-siapa lagi di dunia ini selain kakak..."
Tomy perlahan mendekati mereka berdua. Lalu mengusap lembut punggung sang isteri yang mencoba memberi kekuatan untuk Dika.
Dika kemudian pamit setelah melihat jam yang menunjukkan hampir menjelang tengah malam. Ia tak ingin waktu istirahat kakaknya berkurang hingga menambah drop tubuh yang ringkih itu.
*****
Rumit, itu yang di rasakan Dika saat ini. Sepulangnya dia dari rumah kakaknya, Dika hanya duduk melamun di balkon kamarnya. Angin dingin yang menerpa tubuh dan wajahnya tidak ia rasakan malam itu.
Semua perasaan sedang bercampur aduk dalam hatinya, entah yang mana harus ia utamakan dirinya pun tak tahu. Apakah ia harus melepas wanita tercinta untuk abang iparnya, atau kah ia bertahan untuk terus berusaha memenangkan cintanya. Belum lagi kondisi kakaknya yang sedang sekarat membuat Dika kian dilema menghadapi situasi yang harus ia pilih.
Hati Dika terasa sesak dan sakit mengingat kakaknya yang memiliki hidup tidak lama lagi. Kenangan-kenangannya bersama sang kakak perlahan mulai terlintas satu persatu. Membuat Dika semakin bersedih bernostalgia dengan memori ingatannya.
Keesokan harinya, Dika memutus untuk tidak masuk kerja. Baru kali ini ia melalaikan pekerjaannya setelah mengetahui kondisi buruk kakaknya. Dika yang sedang tidak berselera di hadapan sarapan paginya hanya membolak balikkan makanan yang ada di dalam piringnya.
"Ting"
Sebuah notif membuyarkan pikiran Dika. Air mata yang membasahi pipi ia lap begitu saja dengan telapak tangannya. Hidungnya memerah dan menjadi basah setelah menangis beberapa saat. Ia lalu meraih smartphonenya dan melihat isi pesan yang dikirim untuknya.
Umar : Lu mau tahu nggak gue ketemu siapa tadi?😎
Umar : Mau tahu aja apa mau tahu tempe? 😚
.....
Beberapa saat Dika mengabaikan pesan itu setelah ia membacanya. Saat ini, ia sedang tidak ingin menanggapi obrolan yang tidak penting menurutnya.
"Ting"
Sekali lagi pesan masuk di smartphone Dika.
Umar : Elah di read doang, dibalas kagak?!😏 Gue tadi ketemu Yasmin dan dia nanyain kabar lu?! Lu telpon nggak bakal gue angkat! Rasain lu?! 😒
Seketika Dika langsung duduk tegak mendengar penuturan Umar sahabatnya. Ia pun mencoba melakukan panggilan telepon pada pemuda itu. Dan benar saja, beberapa kali Dika menelpon Umar, pemuda tidak menyangkat sama sekali telpon darinya.
"Ck... sialan?!"
Dika berdecak kesal. Pemuda itu lalu mengambil jaket, helm dan kunci motornya bergegas menembus keramain jalan membelah ibu kota.
Notes : Anggap aja visual itu Nia ya..hanya imajinasi bukan realnya oke😉
✨Beri dukungan untuk aku dong😘
* Like 👍
* Komen
* favorit ❤️
*Rate⭐⭐⭐⭐⭐
*Hadiah
*Vote, Terima kasih 🤗
✨Baca juga Dream Destiny, bagi yang suka kisah romansa istana 😂.
Terima kasih 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Ajijah
lanjut
2022-03-07
1
Sisa
lanjut
2022-03-07
1
Jingga🦋
lanjut
2022-03-07
1