Dika mendatangi kediaman kakaknya, Nia Fatmala. Pemuda yang sedang diliputi emosi itu berniat untuk memberitahukan kepada kakaknya perihal kelakuan suaminya.
Rumah mewah itu tampak sepi, hanya ada penjaga yang berada di posnya. Dika terduduk cukup lama dalam mobilnya. Satpam yang melihat Dika tidak keluar pun, mencoba untuk menghampiri pemuda itu.
"Selamat malam tuan Dika?"
Dika membuka pintu dan keluar dari mobilnya.
"Apa kak Nia sudah tidur?"
"Sepertinya belum tuan"
Dika melangkahkan kaki masuk kerumah besar yang sepi itu. Pembantu rumah tangga yang melihat kedatangan Dika dari jendela, langsung membukakan pintu untuk pemuda itu.
"Selamat malam den Dika?"
"Kak Nia mana bi?"
"Nyonya di ruang tengah den, lagi nonton... "
Tanpa ragu Dika melangkahkan kaki menuju ruang tengah.
Disana terlihat kakaknya Nia sedang duduk bersandar di sofa menonton acara komedi di televisi. Tubuh kurus dengan wajah yang pucat itu tersenyum melihat lawakan di televisi itu. Tubuhnya yang ringkih itu membuat hati Dika terenyuh, sedih yang teramat melihat kakak satu-satunya menderita penyakit yang harus merenggut kebebasannya.
"Oh.. Dika kapan datang?"
Nia yang baru menyadari kehadiran pemuda itu, menyapanya dengan tersenyum hangat.
Sekilas Dika mengalihkan pandangannya ke arah lain, dan menjernihkan matanya yang sempat kabur oleh genangan air mata yang ditahan. Lalu pemuda itu perlahan berjalan mendekati sang kakak.
"Baru saja. Kakak terlihat sedang asik, jadi aku nggak mau mengganggu kakak"
"Eleh... nggak rindu kamu sama kakakmu ini?"
Dika langsung memeluk sang kakak. Mencoba menyembunyikan kesedihannya di balik tubuh ringkih sang kakak.
"Apa kabar kak, kok belum tidur ?"
Tanya Dika setelah melepaskan pelukannya.
"Belum ngantuk. Seperti yang kamu lihat, kakak baik-baik aja. Udah makan kamu Dik? Kakak minta bibi siapin makanan ya?
"Nggak usah kak, aku udah makan. Emangnya kakak yang males makan sampai kurus begini?"
Dika mencoba mengajak sang kakak bercanda.
"Seksi tahu...?! Orang mau dapet tubuh begini aja mesti diet mati-matian..."
Dika terkekeh untuk menyenangkan kakaknya.
"Abang mana kak?"
"Abangmu lagi ada kerjaan. Tadi pamit sama kakak"
Melihat reaksi Nia yang terlihat santai tanpa beban, sesaat Dika enggan bertanya lebih. Melihat kondisi kakaknya yang seperti itu, entah bagaimana niatnya untuk mengadu hilang begitu saja.
"Apa abang sering ada kerjaan kalau malam kak?"
Dika mencoba mencari tahu.
"Kadang, tapi mungkin lebih sering dalam beberapa minggu ini"
Jawab Nia sambil mengalihkan siaran televisi dengan remote yang ada di tangannya.
"Nginap?"
Tanya Dika memastikan sambil melihat ke arah sang kakak.
"Biasanya pulang walau tengah malam"
Jawab Nia santai.
"Apa kakak nggak naruh curiga?"
"Apa yang mau kakak curigakan sama abangmu? Kakak yang paling mengenal abang mu Dik"
Nia balik bertanya kepada Dika sambil melihat ke arah pemuda itu sekilas.
"Yah, namanya lelaki kak..."
"Kakak dengar dari abangmu, kamu lagi tergila-gila sama perempuan yang lebih tua usianya dari mu"
Nia mengubah topik pembicaraan. Dika terkekeh mendengar ucapan sang kakak.
Oh... jadi begitu?! Aku di kambing hitam kan rupanya..
"Apa abang ngomong begitu?"
"Kakak setuju sama abang mu Dik, abang mu ingin yang terbaik untukmu"
"Apa kakak nggak menyesal dengan kata-kata kakak ini?"
"Nggak ada yang kami inginkan selain ingin melihat orang-orang terdekat kami bahagia. Terutama kamu Dik. Apa yang disarankan oleh abang mu, tentunya itu semua untuk kebaikanmu"
Untuk kebaikannya kak, bukan kebaikan ku?!
Dika hanya bisa menahan emosi di dalam dadanya. Pemuda itu menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan.
"Sudah hampir larut malam kak, kakak beristirahatlah?"
Dika berdiri, bersiap untuk pamit meninggalkan kakaknya.
"Kamu nggak ingin menginap di sini Dik?"
Tanya Nia yang seperti mengharapkan jawaban iya dari Dika.
"Lain kali aja, besok aku banyak kerjaan"
Jawaban Dika sedikit membuat kecewa Nia yang terlihat murung di wajahnya.
"Sering-seringlah ke sini Dik? Kamu jarang sekali datang ke sini"
Pinta Nia sang kakak. Jelas sekali terlihat di wajahnya bahwa wanita itu sangat kesepian.
"Aku akan datang lagi saat aku senggang"
"Hmm... baiklah, hati-hati Dik. Maaf kakak nggak ngantar kamu sampai ke pintu"
"Kakak istirahat aja. Jangan tidur larut malam?!"
Dika memeluk sang kakak sebelum pergi. Nia pun
membalas pelukan itu dengan hangat.
*****
"Tuan... tuan...?"
"Hmm..."
"Maaf membangunkan anda? Sudah hampir jam 1, aku harus pulang karena jam kerjaku hampir selesai"
Ujar Humaira membangunkan Tomy yang tertidur lelap.
Perlahan Tomy membuka matanya. Ia duduk sesaat sebelum akhirnya melangkah ke kamar mandi untuk menyegarkan wajahnya.
Lelaki itu mengambil handuk kecil lalu mengelap wajahnya yang basah. Setelah di pakai handuk itu langsung di buang ke tempat sampah.
Humaira yang memperihatinkan Tomy terheran-heran.
Apa orang kaya begini, sekali pakai langsung buang ya...?
Tomy mengambil sesuatu dari dalam laci nakas, kemudian memberikannya pada Humaira.
"Simpanlah"
"Apa ini tuan?"
"Itu kunci kamar apartemen ini. Mulai besok datang lah langsung kesini. Urusan imbalanmu, itu menjadi urusanku dengan majikanmu"
Humaira menerima kunci apartemen yang berbentuk kartu itu dari tangan sang tuan. Wanita itu ternganga tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan.
Apa mulai besok malam aku tidak perlu lagi melayani pria-pria hidung belang lagi ? Tapi aku juga tidak boleh menilai baik tuan ini. Dia juga bagian dari pria-pria itu karena membooking diriku. Tapi... entah kenapa aku merasa senang...
"Oh ya..., namaku Tomy, bukan tuan pendiam"
"Ya?! Oh..."
Humaira merasa malu. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain. Karena ternyata sang tuan menyimak obrolannya dengan sang mami yang memanggilnya tuan pendiam.
Mereka lalu merapikan diri dan keluar dari apartemen itu. Tomy berada di kursi supir karena Romi telah di pulangkan lebih dulu.
"Duduk lah di depan?!"
Perintah Tomy pada Humaira. Tanpa membantah sedikitpun, Humaira langsung duduk di depan sesuai perintah Tomy.
Tomy yang tidak banyak bicara membuat Humaira selalu merasa canggung bila di dekatnya. Bagi Humaira, Tomy adalah tamu yang spesial, yang memperlakukannya dengan sangat baik walau lelaki itu dingin seperti kutub. Berbeda dengan Dika yang selalu terkesan romantis, sikap Tomy lebih ke hangat dan nyaman, membuat wanita itu merasa tenang.
"Aku boleh mengantarmu sampai depan pintu rumahmu?"
"Ya?? Kontrakanku jauh ke dalam gang tuan, dan harus berjalan kaki untuk menuju kesana"
"Baiklah"
"Ya?? maksud ku apa tidak apa-apa tuan?"
"Kenapa? Aku punya kaki, dan aku berjalan dengan itu"
Tentu saja anda punya kaki tuan, tapi anda itu seorang tuan kaya raya. Apa nggak apa-apa?
Tomy melirik sekilas Humaira yang tampak berpikir.
"Kaya tidaknya seseorang, dia tetap butuh kaki untuk berjalan"
"Anda bisa membaca pikiran ku tuan?!"
Ucapan itu keluar begitu saja dari mulut Humaira yang terkejut dan bingung.
Tomy tersenyum sesaat, tanpa menjawab pertanyaan Humaira yang makin terlihat kebingungan. Begitu sampai di depan gang, Tomy memarkirkan mobilnya, lalu berjalan bersama Humaira menuju kontrakan wanita itu.
"Sudah sampai tuan, terima kasih"
Ujar Humaira tanpa menawarkan Tomy untuk singgah kerumahnya.
"Beristirahatlah..."
Ucap Tomy yang di barengi usapan lembut tangannya di kepala Humaira.
✨Beri dukungan untuk aku dong😘
* Like 👍
* Komen
* favorit ❤️
*Rate⭐⭐⭐⭐⭐
*Hadiah
*Vote, Terima kasih 🤗
✨Baca juga Dream Destiny, bagi yang suka kisah romansa istana 😂.
Terima kasih 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
🎤༈•⃟ᴋᴠ•`♨♠Echa🐞Jamilah🍄☯🎧
hadeuh
2022-03-22
1
Orange cubby
next
2022-03-01
1
Jingga🦋
next ya
2022-02-21
1