Pov. Akbar.
Aku mamandang surat ijin dari dokter beberapa jam yang lau dari Sari dengan keterangan tulisan nama Yanna. Terkejut, sungguh! Kenapa dengan Yanna. Pesaraan kemarin dia bekerja baik-baik saja, dan ini kenapa bisa dia sakit. Isi kepalaku masih memikirkan Yanna. Aku tak bisa tinggal diam.
Aku menelpon nomor kasir, memintanya untuk memanggil Sari datang ke ruanganku. Aku ingin menanyakan tentang Yanna. Dia tak pernah sakit separah ini dan surat ijin ini, sungguh mengusikku dan membuatku sangat khawatir dengan keadaan Yanna sekarang.
" Yanna sebelum pulang sudah ngeluh sakit pak? badannya panas, kepalanya juga pusing." Ucap Sari, menjelaskannya kepadaku saat dia menyentuh kening Yanna dan mendengar keluhannya.
" Kamu tau kostnya Yanna?" Tanyaku pada Sari.
" Tau pak. Tadi saya mampir ke kostnya Yanna, dia nitip surat ijin sama sekalian saya lihat keadaannya juga." Jawabnya.
" Gimana keadaannya sekarang." Tanyaku, masih merasa khawatir dengan keadaannya. Aku benar-benar tidak tau bila Yanna sakit, dan aku meresa menyesal saat Yanna pulang sendiri tanpa aku yang biasa pulang jalaj bersamanya.
Ya, sore itu aku sibuk. Tidak bisa pulang seperti biasa berjalan bersama Yanna sampai di parkiran. Karna aku harus menyerahkan rekapan gaji karyawan di akhir bulan.
" Masih sedikit demam dan pusingnya sedikit reda katanya Pak." Aku hanya bisa menganggukkan kepala pelan, dempat ragu untuk mengucap. Tapi juga ingin sekali melihat keadaan Yanna.
" Nanti pulang kerja tolong antarkan saya ke kost Yanna, Sar." Ucapku, tanpa mempedulikan Sari yang melebarkan mata mendengar ucapanku.
Pov. Rama.
Rasanya otakku ini ingin sekali aku cuci bersih atau ingin aku kosongkan saja agar tidak lagi memikirkan dia yang sedang sakit dan pastinya tak ada yang merawatnya.
Aku tidak tau kenapa isi kepalaku ini memikirkannya. Padahal pekerjaanku masih banyak, apa lagi saat gulung-gulangan kainku tiba di toko dan harus segera mengecek serta membayar tagihan dari seles. Kepalaku pusing, isi kepala berdebat dengan hati.
Aku memutuskan keluar toko di siang hari, agar pikiranku tidak lagi terpecah dengan gadis itu. Tujuanku ingin mencari tempat makan, tapi Sayang bukannya aku menuju ke tempat makan, malah kini aku sudah berada di depan halaman parkir kost Yanna.
Kenapa aku tiba-tiba ada di sini, Astaga!! Aku menghembuskan nafas berat, ingin kembali lagi ke toko. Tapi langkah kaki ini, tidak bisa kembali bergerak menuju Toko. Justru aku malah masuk ke dalam lorong kost Yanna.
Tepat di depan kamar kost Yanna yang tertutup, perlahan aku mengetuk pintu tak ada sahutan mencoba lagi mengetuk pintu. Bila yang ke dua tidak menjawab itu artinya dia sedang istirahat dan aku akan kembali ke toko tanpa hasil bertemu dengan Yanna.
Pintu terbuka, dengan dia yang masih terlihat sedikit pucat dan mata terlihat sayu.
" Papanya Nana." Lirih Yanna. Yanna masih mengenaliku aku pun tersenyum kecil dan bodoh ke kost Yanna tidak membawa apa-apa.
" Masuk Pak." Ucap Yanna, membuka pintu kamar kost lebar menyuruhku untuk masuk ke dalam.
" Bagaimana keadaan kamu." Tanyaku padanya, duduk bersandar di depan pintu yang berbuka.
" Sudah agak mendingan." Jawab Yanna, duduk di samping tempat tidur sambil menguncit rambutnya yang tergerai.
Cantik, meskipun wajahnya sedikut pucat! " Sedikit tersenyum dan menggelengkan kepala saat sadar dengan ucapan hati yang frontal.
" Sudah minum obat." Tanyaku, dan kenapa aku jadi seperhatian ini.
" Belum." Jawabnya lirih, membuatku mengerutkan kening dan mellihat jam dinding yang hampir menunjukkan angka dua titik tiga puluh.
Sesore ini dia belum minum obat, apa dia juga belum.. " Kamu belum makan?" Tanyaku, membuat dia menggelengkan kepala, dan benar tebakanku. Bila dia belum makan, dan beginilah bila orang sakit tidak ada yang merawatnya.
" Aku carikan makan dulu, jangan kemana-mana." Kataku, membuat dia mendongakkan kepala menatapku yang sudah berdiri dan akan berbicara. tapi aku terlebih dulu menghindar darinya. Karna dia pasti akan menolak bila aku mencarikan makan untuknya.
Saat aku akan menyalakan motor, aku mendengar suara gentingan garbu melengking keras di gang kampung Yanna. Aku menoleh ke belakang dan melihat gerobak bakso yang lewat.
" Bakso Mas." Ucapku, memberhentikan tukang bakso pengkolan.
" Pentol alus saja mas. pakai lontong ya, di pisah saja. Putihan gak usah sambel." Ucapku pada Penjual bakso. Dengan cekatan penjual bakso melayaniku.
" Berapa Mas."
" Dua belas Mas." Jawabnya, aku menyerahkan uang lembar dua puluh ribu dan aku meminta di bungkuskan satu porsi lagi, tanpa saus dan sambel.
Bukan pelit sih, membelikan makanan untuk Yanna dengan harga murah. Tapi aku sudah menemukan makanan yang datang di waktu yang pas. dan aku tidak perlu bingung mencari warung makan di sekitar perkampungan Yanna. Pastinya akan membingungkan dan lama.
" Aku belikan bakso gak pa-pa kan?" Ucapku, saat masuk ke dalam kamar Yanna. Dengan Yanna menyandarkan tubuhnya di tembok sambil memijat keningnya. dan mendongakkan kepala menatapku.
" Enggak Apa-apa, Makasih." Jawabnya lirih.
" Sudah duduk saja. Di mana mangkonya." Tanyaku, melarang Yanna yang akan berdiri dari duduknya. Yanna hanya menunjukkan arah dengan tangan, aku pun mengikuti arah tangannya dan mengangguk mengerti.
Kalau di lihat-lihat. Kamar kost Yanna sangat rapi, bersih dan juga wangi perngharum ruangan. Tidak penuh dengan perabotan dan juga terlihat sedikit luas. Beruntung kamar mandi ada di dalam, kala dapur berada di depan kamar mandi.
Mengambil mangkok dan juga sendok. Menuangkan bakso ke dalam mangkok dan memotong lontong, aku taruh di atas piring.
Kenapa aku sekarang seperti seorang suami! " Ucapku mengerutkan kening dan menggelengkan kepala menghilangkan gumaman tak jelas di isi kepalaku ini.
" Ayo makan." Ucapku, duduk di lantai berhadapan dengan Yanna. Menaruh mangkok dan juga piring serta botol air di hadapannya.
Aku melihat Yanna mengerutkan kening, menatap makanan yang mungkin tidak berselera baginya.
" Kenapa?" Tanyaku.
" Ini kebanyakan." Jawabnya. Menatap potongan lontong yang menggunung di atas piring.
Dan benar, dua lontong ukuran lonjong aku potong semua dan aku taruh di atas piring hingga menjulang tinggi.
" Orang sakit tidak serakus ini. Apa lagi orang yang sehat, pastinya juga gak akan habis." Kata Yanna. Aku pun hanya meringis bodoh mendengar cibirannya.
" Tolong ambilkan piring dan sendok lagi." Pinta Yanna, aku pun menurut. Mengambilkan kembali piring serta sendok di dapur dan kembali duduk di depan Yanna.
Yanna mengambil empat isiran lontong di atas piring baru, menyiram kuah bakso serta mengambil tiga pentol bakso.
" Kenapa sedikit?" Tanyaku.
" mulutku pahit." Jawabnya, menelan makanan tanpa menguyah lebih lama.
" Kamu enggak makan." Tanya Yanna. " Ini masih banyak, sayang bila nanti di buang." Ujarnya menawarkan aku untuk ikut makan.
" Di dapur masih ada sebungkus bakso." Kataku, membuat Yanna mengerutkan kening.
" Kenapa beli banyak, terus siapa yang makan."
" Kamu." Ucapku tersenyum manis, dan Yanna melebarkan mata menatapku.
.
.
.
.
🍃🍃🍃🍃
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Diah Minasih
kpn up thor bolak balik liat blm up jg
2022-02-18
1
FLA
kemajuan nie pap
2022-02-18
1
Luluk Putri 😘Muneyy 😍
hahahha smngt kak
2022-02-18
1