Pov. Yanna.
Untuk pertama kali seumur hidup merantau di kota besar, baru pertama kali aku sakit separah ini. Di bawa ke dokter dan mendapatkan ijin libur selama dua hari. Dan di pagi ini rasa sakit di seluruh tubuhku sedikit berkurang.
Aku akan Berterima kasih pada Papa Nana bila suatu saat nanti bertemu dengannya. Karna dia sudah membawaku ke dokter dan juga mengantarku pulang ke kost. Dan dia pula yang membeliku makan serta membayar pengobatanku di klinik.
Bila tak ada dia, bagaimana jadinya aku yang sekarang. pastinya sampai pagi ini aku akan masih meringkuk di kasur tanpa bisa berdiri dengan kuat.
Dan untuk Mbak Indri serta Mas Bayu, mereka benar-benar sudah menganggapku seperti adiknya sendiri. Mbak Indri merawatku, menyuapiku makan dengan lembut, memberiku obat dan juga mengompres keningku agar panasnya mereda.
Seperhatian itu mbak Indri padaku, aku bersyukur punya tetangga samping seperti mbak Indri dan Mas Bayu.
Untuk Mas Bayu, dia juga perhatian. Tidak mempermasalahkan Mbak Indri yang merawat dan juga tidur bersama ku. Padahal aku sudah menolaknya untuk tidak tidur denganku, tapi Mbak Indri yang bersikeras tetap ingin tidur denganku. Takut bila nanti demamku lebih tinggi. Padahal demamku sudah sedikit menurun.
Pagi ini Mas Bayu membeliku bubur dan sarapan pagi untuk Mbak Indri serta dirinya. Kami makan bertiga di kamarku. Aku menolak mbak Indri yang akan menyuapiku, dan aku memakan buburku sendiri. Dan mbak indri juga makan bersama mas Bayu.
Ini seperti keluarga, walaupun kita bukan saudara atau kerabat.
Mbak Indri dan Mas Bayu pamit berangkat kerja, dan memberiku nasehat untuk meminum obatnya siang hari tepat waktu dan menyarankan aku untuk membeli makanan lewat online saja.
Aku hanya mengiyakan dan bilang terima kasih pada tetanggaku yang sudah merawatku semalaman.
Aku kembali merebahkan tubuhku di kasur dan segera mengirim pesan pada Sari untuk datang ke kostku, menitipkan surat ijinku agar di berikan pada manajerku.
Kini giliran suara panggilan vidio call dari adikku. Aku tersenyum, mengangkat panggilan dengan tidur miring menghadap layar.
" Mama?" Sapa pagi Naufal, aku tersenyum melihatnya.
" Maem Apa?" Tanyaku.
" Maem sayur acem." Jawabnya sambil bergedik. Merasakan asemnya sayur yang Naufal Makan.
" Enak?"
" Enak." Jawabnya.
" Mbak sakit?" Tanya sigit, menatapku dengan teliti.
" Cuma masuk angin saja. Sudah di kerok juga sama mbak Indri." Jawabku bohong, tidak ingin membuat adikku khawatir terutama ibuku. Pasti akan kepikiran terus bila aku sakit.
" Sudah minum obat mbak." Tanyanya.
" Sudah? Hari ini mbak ijin libur."
" Iya, libur saja. dari pada Nanti tumbang mbak." Katanya, aku hanya mengangguk. Padahal sudah tumbang juga.
" Jangan bilang ibu, nanti ibu kepikiran."
" Enggak bilang, ibu nanti juga telpon tau juga muka mbak kayak gitu." Ujar Sigit, melihat wajahku yang sedikit bengkak dan pucat.
Namanya seorang ibu pasti akan merasakan juga sakitnya anak, apa lagi bila jauh begini pasti akan tambah merasakannya.
" Jangan lupa minum obat mbak, istiharat yang banyak. Jangan mainan hp." Perhatian sigit padaku, adikku laki-laki ini sangat pengertian dan sayang dengaku.
"Iya, Ya sudah hati-hati berangkat sekolahnya." Sigit hanya mengangguk. " Da-da naufal." Ucapku, mencium putraku lewat vido call, yang di balas Naufal dengan lambaian tangan saja.
Asupan semangat pagiku untuk sembuh dari sang adik dan putraku.
Pov. Rama.
Aku pulang dari rumah sedikit malam dari kost Yanna. Bukan aku mengobrol sama Yanna, melainkan sama suami tetangga Yanna. Banyak pertanyaan dan mengobrol tentang pekerjaan serta tempat tinggal. Cukup lama kami mengobrol dan aku berpamitan pulang karna hampir dua jam lebih aku di kost Yanna.
Sampai di rumah, Mama dan Nana menyambutku dengan senyum. Bukan seperti Mama dan Nana yang aku lihat sebelumnya. Biasanya bila aku telat pulang, mereka akan bertanya dan sedikit cemberut karna tidak di bawakan jajanan dari luar. Tapi ini tidak, mereka tak bertanya dan tentang puding, putriku juga tidak memintanya. Seperti Nana tidak meminta apa-apa padaku. Padahal Nana menginginkan puding.
" Maaf ya sayang, papa telat pulang. Soalnya papa tadi nganterin tante teman nana ke dokter. "
" Kenapa tante di bawa ke dokter Pa? Tante sakit pa?"
" Iya tante sakit, tapi sudah agak mendingan. Soalnya kan sudah di bawa ke dokter. Dan pudingnya Nana, papa kasihkan ke tante gak pa-pa kan sayang."
" Enggak pa-pa pa? Kasihan tante sakit. Kapan-kapan Nana boleh kan njenguk tante."
" Iya, kalau tante sudah sembuhnya."
Seperti biasa, sebelum tidur aku selalu menani Nana tidur dan berbagi cerita tentang kegiatan putriku di saat aku sedang bekerja.
Nana yang mendengar pelayan restoran itu sakit, wajahnya terlihat sangat sedih. Dan putriku ingin menjenguknya. Aku pun menjanjikannya bila gadis pelayan itu sudah sembuh, Aku akan mengajaknya bertemu dengan Yanna.
Dan semalaman aku memikirkannya hingga pagi ini aku kasih memikirkan gadis itu.
Bagaimana keadaannya, apa sakitnya sudah mereda, apa dia sudah makan, apa dia sudah minum obat. Ah.. Sungguh aku memikirkannya.
" Kata Nana, tantenya sakit?" Tanya Mama, saat Kami berada di meja makan untuk sarapan.
" Iya, sudah aku bawa ke dokter Ma." Membuat Mama mengerutkan kening mendengar jawabanku.
" Aku gak sengaja lihat dia pucat dan hampir pingsan di jalan. Ya sudah, aku antar saja dia ke dokter sekalian nganterin dia pulang Ma." Ujarku lagi, menjelaskan dengan singkat agar mudah di pahami. Mama hanya mengangguk dan tersenyum.
Entah itu senyuman apa.
" Kamu enggak mau menjenguknya?" Tanya Mama, membuat alisku naik ke atas dan berhenti mengunyah makanan. Sedangkan Nana asyik tenggelam dalam sarapan paginya, tanpa mau mendengarkan percakapanku dengan Mama.
" Buat apa Ma?" Tanyaku.
" Ya lihat keadaan tante Nana lah Ram! Masak mau nagih hutang. Dia aja tidak punya hutang sama kamu." Kesal Mama. Seperti aku bodoh saja.
Aku pun tau, tapi untuk apa juga harus menjenguknya. Sedangkan aku sama dia belum saling menganal dan juga belum berteman dengannya. Bisa-bisa aku di bilang sok kenal sok dekat.
" Nana sudah makannya. Ayo berangkat." Ucapku pada Nana, tidak mau menjawab pertanyaan Mama.
" Iya Pa?" Jawab Nana patuh.
" Nek, Nana berangkat dulu." Ucap Nana, menyalimi mama dan mencium pipinya.
" Iya, yang rajin sekolahnya. Jangan lupa bekalnya di makan." Perhatian Mama pada Nana.
" Siap Nek!" Riang Nana, berjalan terlebih dulu menuju teras rumah.
" Aku berangkat dulu Ma?" Pamitku pada Nana.
" Iya hati-hati. Jangan lupa jenguk tantenya Nana." Ulang Mama, membuatku tak menjawab atau tak menganggukkan kepala.
Di antar dua pilihan, Menjenguknya atau tidak.
Dan otakku mulai bekerja keras karna 'Tante'. Menyebalkan bukan.
.
.
.
.
🍃🍃🍃🍃
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Murni Zain
jenguk saja pak Rama,.. sekalian pdkt 🤭🤭🤭
2022-02-18
1
Ika Sartika
lanjut
2022-02-17
0
Kas Gpl
dehh galau, mending jenguk daripada penasaran rama
2022-02-17
1