Pov. Yanna.
Dua jam sebelum pulang, tubuhku masih baik-baik saja. Tapi saat aku akan mengantar makanan tiba-tiba kepalaku sedikit pusing, tubuhku sedikit oleng dengan cepat aku mencengkram meja bar agar tak terjatuh.
" Kamu kenapa?" Tanya Sari melihatku, yang menutup mata dan wajah berkeringat.
" Kepalaku tiba-tiba sakit." Jawabku, Sari dengan cepat menyentuh keningku.
" sedikit panas." Kata Sari. " Istirahat sana atau ijin pulang saja Yan." Imbuhnya, mungkin Sari merasa kasian denganku.
" Aku gak pa-pa, nanggung juga kalau ijin pulang." Jawabku, mencoba kuat untuk menahan sakit yang secara tiba-tiba saja.
" Yakin?" Tanya Sari.
" Iya?" Jawabku, dan mulai mengantar makanan ke meja pengunjung.
Aku tetap mencoba kuat menahan sakit kepala sampai jam kerjaku usai. Aku mulai duduk bersandar di ruang loker, memijat kepala yang terasa berat sekali untukku berjalan. Memegangi kepala sambil menutup mata, mencoba rileks agar aku bisa kuat berjalan dan pulang dengan cepat.
" Mau aku antar pulang Yan?" Kata Sari. Yang baru datang masuk ke ruang loker.
" Enggak usah Sar, sakit kepalaku juga sudah mendingan.." Jawabku.
" Yakin?" Tanya lagi
" Iya?" Jawabku tersenyum, aku tau sari merasa khawatir dan kasihan melihatku yang baru pertama kali sakit di tempat kerja. Tidak pernah dia melihatku sakit.
" Kenapa?" Tanya Eko, yang juga baru selesai pekerjaannya. Dan melihatku bersandar di loker.
" Yanna sakit." Jawab Sari.
" Sudah minum obat?" Tanya Eko. Aku menggelengkan kepala, lupa bila ada obat di ruang loker yang sudah tersedia oleh pihak restoran.
" Ayo aku antar pulang, gak tega aku lihat mukamu begitu." Eko Setengah mengejek mukaku yang melas ini.
" Namanya juga sakit, ya wajarlah mukanya melas gitu." Ketus Sari, dan ini satunya lagi sungguh menyebalkan.
Aduh! Mulai lagi, dua anak manusia beda kelamin berdebatnya. Bukannya tambah sembuh, malah tambah sakit ini kepala.
" Enggak usah Ko! Makasih." Tolakku halus pada eko. " Udah sana kalian pulang, sebelum aku nikahkan kalian." Ucapku, membuat Sari daj Eko berdecak kencang.
" Beneran gak mau di antar!" Ulang Sari.
" Iya." Jawabku yakin, dan mulai berdiri membuka loker kerjaku.
Meyakinkan Eko dan Sari bila diriku kuat. Lagian aku juga tidak ingin merepotkan mereka, kasihan juga pulang kerja capek-capek harus mengantarku pulang dan rumah mereka juga sedikit jauh.
" Ya sudah hati-hati, nanti kalau tambah sakit dan minta ke dokter kabari aku ya." Kata Sari, temanku yang satu ini selalu pengertian dan selalu membantuku.
Ya walaupun sedikit menyebalkan sama seperti lelaki yang ada di sampingnya. Semoga saja jodoh, biar tambah seru berdebatnya.
" Iya-iya!" Jawabku. Sepeninggal Eko dan Sari, aku kembali memilih ke kamar mandi, mencuci muka agar muka ini tidak terlihat melas seperti dua temanku yang bilang.
Selesai aku mencuci muka, aku pun melangkah keluar restoran berjalan sangat pelan sekali karna kepala ini nyeri bila di buat jalan. saat aku akan melangkah ke eskalator, aku sedikit terkejut sedikit menabrak orang yang juga akan melangkah ke askalator dan lebih terkejutnya lagi orang itu adalah Papa Nana. Aku melangkah mundur mempersilahkan papa Nana untuk melangkah terlebih dulu.
Bukan aku tidak mau menyapa atau bertanya tentang Nana. Tapi kepalaku ini memang sangat pusing sekali dan bibir seakan tak sanggup untuk berbicara.
Turun dari eskalator, aku berpamitan dan tersenyum pada Papa Nana. Dan melangkah sedikit cepat agar aku cepat pulang ke rumah dan merebahkan tubuhku di kasur. Sungguh aku sudah tak sanggup rasanya berjalan.
Sayang, Aku sedikit oleng karna anak remaja tak sengaja menabrak bahuku dan untungnya ada yang cepat memegang bahuku.
Papa Nana. Dia yang menolongku, mata kami saling bertatapan, tangan kami saling menyentuh dan aku dengan cepat menarik tubuhku sedikit jauh dari papa Nana.
" Maaf Mbak, Mas?" Ucap remaja yang menabrakku.
" Lain kali hati-hati kalau jalan." Tegur halus Papa Nana.
" Iya, maaf sekali lagi." Ucapnya, merasa takut pada Papa Nana.
" Iya tidak pa-pa, dek." Ucapku pelan, kasihan juga melihat gadis sepantaran Adikku yang ketakutan.
" Makasih Mbak." Ucapnya sedikit membungkuk dan pergi melangkah bersama teman-temannya.
" Makasih Pak." Ucapku pada Papa Nana yang sudah menolongku.
" Kamu sakit?" Tanya Papa Nana, membuat diriku sedikit terkejut.
Dia tau?
" Wajah kamu pucat, kamu tidak apa-apa?" Tanyanya lagi, dan diriku sedikit mengangkat bibir untuk tersenyum.
" Saya tidak apa-apa?" Jawabku. " Kalau begitu saya duluan, mari." Ujarku, berbalik melangkah dan berhenti saat kepalaku semakin pusing hingga aku memejamkan mata menahan nyeri.
" Aku antar pulang." Ucap Papa Nana, membuat aku menoleh ke arahnya.
" Tidak per-,"
" Kamu mau pingsan di pinggir jalan, terus di bawa orang gak di kenal dan mau di jual sama mucikari!" Kata Papa Nana, membuat diriku melototkan mata.
Om-om ini sungguh mulutnya sebelas dua belas kayak eko dan mas bayu.
" Jangan menolak, ayo!" Imbuhnya, Yanna tidak bisa menolak dan tak bisa berdebat juga. Kepala dan tubuhnya sudah mulai lemas serta pusing begitu dasyat rasa, kepala seperti akan pecah.
" Kamu naik apa." Tanya Papa Nana, berjalan di sampingku.
" Jalan."
" Jalan. memang kamu tinggal di mana?" Tanyanya lagi.
" Di belakang mall sini." Jawabku, sambil sekali-kali memijat kepala. Papa Nana hanya mengangguk dan dia menyentuh tanganku.
" Tunggu di sini dulu, jangan kemana-mana. Aku mau ambil motor sebentar." Perintah Papa Nana, menyuruhku untuk menunggunya di tepi sebrang pos tempat parkir.
Terasa panas, di tambah panas lagi berada di parkiran mall menunggu Papa Nana. Dan kenapa juga aku menurut perintahnya. Menyebalkan.
" Ayo!" Ucap Papa Nana, setelah mengambil motor dan menghampiriku yang duduk di tepi trotoar sambil memijat kepala yang semakin tambah pusing.
Aku mencoba berdiri, dan akan terjatuh bila Papa Nana tidak segera menarik tanganku.
" Pelan-pelan." Aku hanya mengangguk, mata sudah panas dan sulit untuk membuka lebar-lebar.
Aku naik ke atas motor Papa Nana, memegang kuat ujung kemeja papa Nana di pinggulnya. Tidak peduli untuk hari ini, karna tubuhku ini sudah melemas dengan tiba-tiba. Dan aku takut bila terjatuh dari motor.
" Aku antar ke klinik, sebelum pulang." Ucap Papa Nana.
Aku pun menyetujuinya, karna tubuhku ini memang harus mendapatkan obat agar sakitnya mereda dan tidak jatuh tumbang meringkuk lama di kasur kost. Dan tidak ingin membuat ibuku khawatir, sudah cukup putraku saja yang harus ibuku perhatikan. Dan jangan membuat ibuku susah karna diriku.
Seorang anak kost sendiri pasti tau, bagaimana rasanya bila sakit tanpa ada yang merawatnya. Pastinya sedih bukan.
Dan hal bodoh yang aku sesali saat ini, menolak kebaikan Sari dan Eko yang mau mengantarku pulang. Dan justru merepotkan orang yang baru tiga kali bertemu denganku.
.
.
.
.
🍃🍃🍃🍃
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
sunu prosanti
Semangat trus Kak Cuuzie 😘😘😘
2022-02-15
3
Dezzy Utami
gak papa ditolongin papa nya mana biar tambah Deket
lanjut thor
2022-02-15
2
FLA
lanjutt mantap
2022-02-15
2