Tidak mendengar suara putraku satu setengah hari saja sudah membuatku rindu. Naufal adalah titipan dari Tuhan serta ujian yang harus aku terima dengan lapang dada. Tidak pernah sedikitpun aku benci dengan putraku, ya meskipun awal pertama aku sangat tidak menginginkannya dulu.
Tapi seiringnya waktu aku Luluh dan menerima keadaan, jika ini sudah takdirku harus menerima resiko dalam hidup untuk selalu di ingat oleh keluarga dan juga para tetangga yang tau tentang diriku hamil di luar nikah dan beberapa jam setelah resmi nikah, aku di talak oleh ayah naufal yang baj*ngan itu.
Aku tidak peduli dan tidak akan peduli dengan olokan para tetangga atau belas kasihan akan status aku, yang janda di saat aku masih mengandung. Yang terpenting dalam hidupku saat itu adalah ibuku, karna aku takut ibuku tidak kuat menahan olokan dan cacian dari para tetangga. Ternyata aku salah, ibuku adalah wanita yang kuat, sabar dan tidak takut dengan olokan para tetangga, justru ibuku adalah garda paling depan melindungi anak dan cucunya yang belum lahir. Dan adikku, dia lelaki yang tak kalah hebat melindungi dan juga memberiku uang untuk memenuhi kebutuhan ibu hamil.
Awalnya mantan sang pacar tidak mengakui yang aku kandung adalah anaknya. Sungguh bangs*t tidak mau mengakui kesalahannya, tapi aku bukan wanita bodoh. Aku tunjukkan semua bukti chatku pada orang ayah mantan pacarku tentang diriku yang hamil serta perintahnya untuk menggugurkan janin di dalam perutku, dan ketika itu ayah mantan pacarku menghajar putranya saat membaca semua pesan mantan pacarku.
" Gakpapa nikahi, nanti kalau sudah sah langsung talak. Aku gak sudi punya menantu seperti dia."
Bukan dari bibir bapaknya yang bilang, tapi dari ibunya yang benci dan gak mau menerima kesalahan putranya. Seakan aku yang menggoda putranya dan mengharapkan di nikahi orang kaya.
" Yan? Yanna!!"
" Astaga!!" Ucapku, Lagi-lagi aku mengingat masa kelamku yang menyakitkan.
" Yanna!! mau nitip apa!! Aku mau keluar ini cari makan." Seru dari depan pintu kosku.
Sudah pasti itu mbak indri, yang selalu menawariku nitip makanan saat ia akan pergi bersama pacarnya.
" Mau kemana mbak?" Tanyaku, membuka pintu kamar dan melihat mbak Indri yang sudah berpakaian santai.
" Molor saja terus." Gerutu pacar mbak Indri, Mas Bayu.
Aku pelototit mataku sambil mengerucutkan bibir mendengar gerutuan Mas Bayu. Aku hanya tersenyum sinis melihat mbak Indri dan mas Bayu berambut basah.
" Pantas cari makan, wong tenaganya sudah berkurang." Sinisku, membuat mas Bayu tertawa karna ejekanku.
" Mau nitip gak! Aku sudah lapar ini Yan." Tanya mbak Indri, tidak mempedulikan sindiranku.
Mbak Indri tetangga kostku yang sudah seperti saudara sendiri. Apa-apa kalau dia keluar selalu menawariku, dan terkadang memberiku makanan jika tanggal muda atau mas Bayu mendapatkan ceperan dari bosnya. tetangga yang baik selalu saling membutuhkan dan menguntungkan.
Bukankah begitu!
" Gak, aku diet mbak."
" Diet?" Ulang bersamaan Mbak indri dan Mas Bayu.
" tubuh sudah krempeng gitu mau diet. Bilang saja kalau bokek." Ejek mas Bayu.
aku hanya bisa mengerucutkan bibir lebih maju, antara malu dan tau kalau sekarang pertengahan tanggal tua. Dimana aku harus hemat hingga akhir bulan.
Mbak Indri hanya menggelengkan kepala, menatap jenah diriku dan mas Bayu yang selalu saja kalau bertemu saling ejek. Dan jarang sekali akurnya.
" Ya sudah aku berangkat dulu, Nanti pulang aku bawakan makanan. Jangan tidur." Larang mbak Indri.
" Eh! jangan mbak, aku sudah ken-,"
" Enggak usah sok sungkan gitu!" Saut Mas Bayu. " Ayo Yank, sudah gak tahan aku lanjutin yang tadi." Imbuhnya, sambil merangkul bahu mbak Indri.
" Mbak Indri!! Astaga!! mulut pacar mu itu mau tak labban saja. Biar gak nyeplos gitu omongannya." Seruku, selalu saja pacar mbak Indri membuatku marah.
Ku tutup kembali pintu kostku, antara senang dan sebal. Senang mendapatkan traktiran dari mbak Indri dan sebal karna selalu saja di olok mas Bayu. Lengkap sudah paket tetanggaku itu, dan aku merasa tidak kesepian lagi di kota besar yang sendiri ini.
" Naufal, maafin mama ya nak? Mama gak bisa kasih kamu perhatian seperti anak-anak yang lain." Gumamku, menatap foto putraku di dalam ponselku.
" Selamat malam nak, selamat bobok semoga mimpi indah."
*****
Hari minggu, di mana restoran akan lebih ramai di hari itu. Akan banyak pengunjung menikmati hari liburnya bersama dengan keluarga. Hari yang akan sangat melelahkan bagi para pelayan restoran. Kenaikan pengunjung dua kali lipat dan terkadang tidak akan mendapatkan tempat duduk. Dan terkadang pengunjung yang tak sabaran selalu menyalahkan kinerja para pelayan.
Kerjaku berganti siff sore hari, dan pengunjung semakin membeludak. Harus extra sabar dan ramah melayani pengunjung yang dalam keadaan cerewet, ketus ataupun sombong.
Lelah pastinya, tapi tak mungkin juga aku mengeluh. Apa lagi bila aku mengingat punya tanggung jawab yang besar. Harus sabar dan semangat. Untuk mendapatkan uang dan mengirimkan ke desa buat anak.
" Kalau capek istirahat sebentar Na, nanti gantian." Ucap temanku, Mas Akbar.
" Enggak ah! Gak bisa tenang kalau ramai gini Mas." Tolak ku.
Bukan tidak mau istirahat, tapi lihat semua orang sibuk dan aku istirahat sendiri. Membuatku sangat tidak nyaman dan pastinya akan ada yang sirik atau menyindir nantinya. Akbar, pengawas restoran, dua puluh tujuh tahun, belum menikah.
Tampan, tinggi dan ramah sama semua bawahannya. terutama dengan diriku, Akbar lebih perhatian, selalu membantuku bila aku kesusahan dan terkadang sering menawariku tumpangan pulang atau mengajakku jalan. Dan aku selalu menolaknya. Bukan tidak mau, hanya saja aku sadar diri dengan status aku yang janda dan aku tidak mau bila nanti akan lebih banyak teman kerjaku merasa tidak suka denganku. hanya karna lebih dekat dengan Akbar.
Akbar, banyak sekali yang suka dengannya. entah itu satu tempat restoran atau pegawai lain di mall. Banyak yang mengaguminya daj banyak wanita yang terpesona dengan ketampanannya.
" Kan masih ada yang lain, nanti gantian?"
" Yang lain saja dulu mas, aku nanti saja belakangan istirahatnya." Tukasku, masih tidak mau di perintah Akbar untuk istirahat.
" Ini sudah ya Sar, Biar aku antar?" Tanyaku pada temanku, Sari. Tidak ingin lagi berdebat dengan Akbar, dan mengalihkan tatapanku pada makanan yang sudah di tata di atas nampan.
" Iya sudah." Jawab Sari, Aku mengangguk dan membawa nampan menuju nomer kursi yang sudah memesan makanan. Pergi begitu saja meninggalkan Akbar yang menggelengkan kepala.
" Keras kepala!" Gumam Akbar. " Hasan, Istirahat dulu sebentar, biar di ganti yang lain." Perintah Akbar, dan pergi meninggalkan dapur menuju ruang kerjanya untuk kembali mengerjakan laporannya.
.
.
.
.
🍃🍃🍃🍃
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Rahma Gusti
pm,p.
2022-04-12
1
Dewi Janahakim
duh telat buka tp gpp yg penting setia baca 😊
2022-03-10
2
Erna Sulastri
hadir ka lanjut up juga babang hendra
2022-02-06
2