Luluh

Luluh

Telpon putraku.

" Hay anak jagoan, Lagi apa?" Tanyaku tersenyum hangat menatap layar ponsel, memperlihatkan wajah bulat anak laki-laki berumur tiga tahun.

Senyum rasa lelahku terbayar sudah, setiap hari melihat anak laki-lakiku yang semakin tumbuh besar, berisi dan sehat di tangan ibuku yang berada di desa bersama adikku laki-laki, yang sekarang sedang memangku putraku.

" Maem jajan?" Jawab bocah gembul, logatnya sangat ketara anak desa. Maklumlah, putraku ini berada di desa bersama ibu. dan ibu jarang sekali mengajari anakku bahasa indonesia, lebih banyak sehari-hari memakai bahasa jawa.

" Maem jajan apa?" Tanyaku, duduk di kursi kayu depan kosku sambil melepas sepatu dan kaos kaki kerjaku.

Putraku menunjukkan jajan coklat kesukaannya yang sering kali aku menegur adikku yang selalu membelikannya.

" Sigit! Sudah mbak bilang Naufal jangan selalu di berikan coklat." Tegurku pada adikku satu-satunya yang menginjak sekolah menengah kejuruan.

" Nangis mbak! di tinggal ibu tadi ke rumah pak lurah ndelok wong ninggal!." Kata Sigit, setengah bahasa indonesia setengah bahasa jawa jawabnya. katanya biar terbiasa nanti hidup di kota.

" Sapa yang meninggal git?" Tanyaku sedikit terkejut dan ibu memanglah begitu, jika ada orang meninggal ibuku akan melihat mayatnya dan menitipkan putraku pada sigit.

Tidak mungkin kan membawa anak kecil, nanti anakku bisa ngigau menangis kalau tidur. Biasanya anak itu rentan sawan. Pasti di desa ada yang namanya begitu.

" Ibune Bu Lurah mbak." Jawab Sigit, dan aku hanya mengangguk-angguk.

" Naufal habis maem coklat, mandi terus sikat gigi. Biar giginya enggak sakit." Nasehatku pada putraku. Membuat putraku mengangguk-angguk mengerti, dan aku semakin gemas melihatnya.

" Yo wes mbak tak matiin sek, tak nyari ibuk sek aku." Kata Sigit.

" Iyo, cepetan suruh pulang." Ujarku, di anggukan sigit sambil menggendong Naufal keluar rumah. dan mematikannya setelah mengucapkan salam.

Memandang ponsel yang sudah tidak ada lagi panggilan, tapi terlihat walpaper putraku bersamaku waktu masih kecil.

Aku yang melahirkan, tapi aku yang tak pernah merawatnya selama ini. Hanya memberikan finansial untuk memenuhi kebutuhan keluargaku di desa. Uang yang aku berikan mungkin tidak cukup, hingga itu ibuku masih saja berjualan nasi pecel depan rumah, ikut mengurangi bebanku. Dan ibuku tidak pernah mengeluh tentang itu. Bersyukur, aku masih mempunyai ibu.

Setiap awal bulan aku pulang ke desa, menaiki bus di antar oleh temanku ke terminal, pulang dari kerja menuju desaku yang di perkirakan hampir empat jam perjalanan.

Jika di bilang lelah, tentu saja aku lelah. Tapi demi bertemu putraku aku rela pulang ke desa meskipun hanya satu hari bersamanya.

Namaku Yanna, umurku sekarang dua puluh satu tahun. Tinggal di kota surabaya, bekerja sebagai pramuniaga di salah satu restoran di mall kawasan eliet. Sudah dua tahun lebih aku tingal di surabaya, aku asli orang desa, meninggalkan keluargaku dan putraku demi mencari uang. memenuhi tanggung jawabku sebagai ibu dan merangkap sebagai ayah.

Lelah, tentu. Tidak bisa menikmati hidup remajaku dan bersenang-senang seperti remaja lainnya.

Kesalahan fatalku, adalah membuat ibuku malu dan di gosibkan satu kampung karena ulahku. Bukan salah ibuku, tapi salahkan saja aku. Yang terlalu bodoh dan percaya akan rayuan cinta si brengs*k dan baj*ngan yang pernah menjadi kekasihku dan mantan suami beberapa jam.

Waktu itu aku baru lulus sekolah, umurku delapan belas tahun. Bekerja di saah satu konter ponsel besar kota magetan, berpacaran dengan castamer yang pernah membeli ponsel di tempatku bekerja.

Cukup lama aku berpacaran dengannya, dia memintaku untuk melakukan hubungan suami istri. Aku sempat menolak tapi dengan rayuan manis dan juga janjinya padaku jika itu terjadi dia akan bertanggung jawab.

Pada akhirnya aku luluh dan mau melakukannya. Hanya sekali aku melakukan itu dengan dia, aku hamil dan aku sangat syock melihat tes pack yang aku pegang.

Aku memberitahukannya pada pacarku, kalau aku hamil. Dan tentu saja dia juga terkejut mendengarnya.

Ucapannyanya tak sama seperti janjinya.

" Aku masih kuliah, aku belum siap nikah. Orang tuaku tau pasti marah. Gugurkan anak itu."

Deg.

Sungguh keterlaluan pacarku itu. Menyuruhku untuk menggugurkan janin yang ada di dalam perutku hanya karna dia belum siap dan takut pada orang tuanya.

Baj*ngan, Janji dia tidak semanis saat mencoba merayuku dan mengambil keperawananku.

Jika dia belum siap, kenapa coba-coba melakukannya dan kenapa dia tidak memakai pengaman saat melakukkannya bersamaku. Menyemburkannya ke dalam rahim dan tidak mengeluarkannya di luar!

" Gugurkan!"

" Iya gugurkan! aku tidak ingin mempunyai anak dulu. Aku masih ingin kuliah dan mengejar cita-cita Ndri."

" Aku tidak bis-,"

" Kamu harus bisa sayang! Ini juga demi kebaikan kita dan keluarga kita!"

Keluarga!

Oh.. Ya Allah. ketika aku melakukan perbuatan zina. Aku tidak memikirkan resiko dan juga keluargaku. Pasti mereka akan malu dan terhina oleh kelakuan putrinya yang hamil di luar nikah.

" Aku akan membelikan obat penggugur lewat online." Ucap pacarku, dan aku hanya mengangguk serta bimbang untuk melakukannya apa tidak.

" Yanna!!" Tegur tetangga kosku, membuatku tersadar dari lamunan masa lalu dan membuka mata.

" Ngagetin aja sih mbak!!" Cicitku, mengerjabkan mata berkali-kali dan memasukkan ponsel ke dalam tas.

" Kamu tidur?" Tanya tetanggaku bernama Indri, umurnya lebih tua selisih empat tahun denganku. Belum menikah, tapi sudah kawin duluan dan sering membawa pacarnya masuk ke dalam kos.

Jangan tanya tempat kostku bagaimana, tempat kostku terbilang kost-kosan bebas, sangat bebas dan tepatnya tidak ada aturan sama sekali. Banyak sekali anak merantau, ada yang bujang, nikah siri dan sudah berkeluarga. Tapi lebih banyak orang bujang, karna yang berkeluarga kebanyakan tidak cocok tinggal di tempat kostku. Mungkin kalian tau sendiri kan bagaimana kost-kosan bebas.

Kostku yang tak jauh dari tempat kerjaku, melewati rel kereta dan gang sempit menuju kost-kosan. Kebanyakan para anak rantau mencari yang bebas dan tentunya kamar mandi dalam. Alasannya sederhana, tidak ingin mengantri mandi kala sedang mendesak dan bebas membawa siapa tanpa harus meminta ijin pemilik kost. Atau jika sedang ingin buang hajat harus menahan lama, karna tak kunjung menemukan kamar mandi kosong.

" Enggak cuma merem saja." Jawabku asal.

" Sama saja!" Gerutu indri. " Baru pulang kerja?" Tanyanya, sambil membuka kunci pintu kamarnya

" Iya mbak. Mbak indri juga baru pulang kerja?"

" Iya, ya udah aku masuk dulu." Pamit Mbak Indri, tentunya masuk ke dalam kamar kost tidak sendiri. di ikuti kekasihnya dari belakang, sambil senyum mengejekku.

" Kampret!!" Umpatku, membuat kekasih mbak Indri tertawa karena umpatanku. Aku tau, bila kekasih mbak Indri ikut ke kost sudah di pastikan tidak akan keluar semalaman dan pagi-pagi sudah terlihat basah ke dua rambut sepasang kekasih itu.

Menjengkelkan.

Tapi itulah yang aku suka di tempat kosan ini. Bebas tanpa adanya gangguan ghibah.

.

.

.

.🍃🍃🍃🍃

Terpopuler

Comments

Anisatul Azizah

Anisatul Azizah

kira² 4jam dr Surabaya mana ya?
aku kira Madiun, ternyata Magetan

2024-05-10

0

Anisatul Azizah

Anisatul Azizah

hadir kak...
natural bgt ini ya, bahasanya campuran Jawa-Indo kaya keseharianku di desa gini jg🤗

2024-05-10

0

Pandanacita82 cita

Pandanacita82 cita

Nyimakkk thorrr

2022-04-07

2

lihat semua
Episodes
1 Telpon putraku.
2 tempat kerja
3 rejeki malam
4 rutinitas pagi
5 tertabrak anak kecil
6 Hadiah
7 mendadak ke tempat kerja
8 Puding untuk Nana
9 Jajanan malam
10 bertemu dengannya
11 sakit tiba-tiba
12 Kasihan
13 Bimbang
14 menjenguknya.
15 dua tamu pria
16 Nana membesuk tante
17 kotak makan mama
18 Janji untuk mama
19 Putraku
20 pertemuan memuakkan
21 Telpon
22 Vidio call
23 boleh tikung?
24 terminal
25 protes
26 Mulai mengejar
27 obrolan warung kopi
28 Apa seperti ini keluarga?
29 Pasar.
30 Takut.
31 menguntitnya.
32 traktir
33 Saran di pagi hari
34 keluhan anak
35 Kenyataan
36 Ulang tahun
37 Hari bahagia Akbar
38 Diam
39 Rasa cemburu
40 Aduan ibu.
41 mendekapnya.
42 Menguatkannya
43 sentuhan berbeda
44 ungkapan
45 Kegundahan
46 Ketakutan Yanna
47 Penenang, Mas Rama.
48 Anak kita.
49 Ungkapan hati.
50 interviw.
51 Masih di sidang
52 Yes.
53 adik ipar
54 Kedatangan tamu
55 Bertemu mantan mertua
56 Pov. Sigit
57 Siapa?
58 Kesempatan
59 Bimbang
60 obrolan wanita
61 Jalan.
62 ngrumpi
63 Hari H
64 Dalam kamar
65 Masih di kamar
66 Teman kota
67 gagal
68 makan keluarga
69 Tamaram lampu
70 obrolan suami istri
71 persetujuan
72 balik ke kota
73 Rumah mertua
74 mulai terbuka
75 Sakitnya Nana
76 Batin seorang ibu
77 Terbongkar
78 Tangisan Anak
79 Kenyataan.
80 Godaan suami
81 Quality time keluarga
82 ke tempat kost
83 obrolan teman
84 ajaraan tetangga
85 di sapa
86 intograsi suami
87 kunjungan mantan
88 penasaran
89 sakit tiba-tiba
90 Putra pertama
91 kegundahan.
92 ketegangan
93 Rasa sakit
94 istirahat.
95 mengerti
96 Permintaan mama
97 Menepati permintaan
98 Saling memaafkan
99 Ibu dan Sigit.
100 Terasa ramai
101 saling berpelukan
102 ajakan nikah
103 Healing
104 Datang ke rumah.
105 ajakan
106 keluarga hangat
107 Mengumumkan
108 Akhir kebahagiaan
109 promosi
110 Promo
Episodes

Updated 110 Episodes

1
Telpon putraku.
2
tempat kerja
3
rejeki malam
4
rutinitas pagi
5
tertabrak anak kecil
6
Hadiah
7
mendadak ke tempat kerja
8
Puding untuk Nana
9
Jajanan malam
10
bertemu dengannya
11
sakit tiba-tiba
12
Kasihan
13
Bimbang
14
menjenguknya.
15
dua tamu pria
16
Nana membesuk tante
17
kotak makan mama
18
Janji untuk mama
19
Putraku
20
pertemuan memuakkan
21
Telpon
22
Vidio call
23
boleh tikung?
24
terminal
25
protes
26
Mulai mengejar
27
obrolan warung kopi
28
Apa seperti ini keluarga?
29
Pasar.
30
Takut.
31
menguntitnya.
32
traktir
33
Saran di pagi hari
34
keluhan anak
35
Kenyataan
36
Ulang tahun
37
Hari bahagia Akbar
38
Diam
39
Rasa cemburu
40
Aduan ibu.
41
mendekapnya.
42
Menguatkannya
43
sentuhan berbeda
44
ungkapan
45
Kegundahan
46
Ketakutan Yanna
47
Penenang, Mas Rama.
48
Anak kita.
49
Ungkapan hati.
50
interviw.
51
Masih di sidang
52
Yes.
53
adik ipar
54
Kedatangan tamu
55
Bertemu mantan mertua
56
Pov. Sigit
57
Siapa?
58
Kesempatan
59
Bimbang
60
obrolan wanita
61
Jalan.
62
ngrumpi
63
Hari H
64
Dalam kamar
65
Masih di kamar
66
Teman kota
67
gagal
68
makan keluarga
69
Tamaram lampu
70
obrolan suami istri
71
persetujuan
72
balik ke kota
73
Rumah mertua
74
mulai terbuka
75
Sakitnya Nana
76
Batin seorang ibu
77
Terbongkar
78
Tangisan Anak
79
Kenyataan.
80
Godaan suami
81
Quality time keluarga
82
ke tempat kost
83
obrolan teman
84
ajaraan tetangga
85
di sapa
86
intograsi suami
87
kunjungan mantan
88
penasaran
89
sakit tiba-tiba
90
Putra pertama
91
kegundahan.
92
ketegangan
93
Rasa sakit
94
istirahat.
95
mengerti
96
Permintaan mama
97
Menepati permintaan
98
Saling memaafkan
99
Ibu dan Sigit.
100
Terasa ramai
101
saling berpelukan
102
ajakan nikah
103
Healing
104
Datang ke rumah.
105
ajakan
106
keluarga hangat
107
Mengumumkan
108
Akhir kebahagiaan
109
promosi
110
Promo

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!