...SEGENGGAM LUKA...
BAB 2 | MENDAPATKAN PEKERJAAN
~TEH IJO~
SELAMAT MEMBACA
Sesampainya di rumah Pita, Jihan tak hentinya menyoroti setiap sudut dari ruangan rumah Pita. Meskipun tidak terlalu besar, tetapi Jihan yakin jika semua perabotan yang berada di rumah Pita harganya sangat mahal.
Pita menuntun Jihan ke salah satu kamar yang telah ia siapkan untuk Jihan.
"Ji, ini kamarnya. Tapi maaf kalau kamarnya sempit, karena ya ... seperti inilah rumah kami. Kalau ada yang kurang bilang aja ya."
Jihan mengangguk pelan. Ia masuk ke dalam kamar yang menurutnya itu sudah besar. Pita terus mendampingi Jihan untuk menata bajunya kedalam lemari yang juga telah disiapkan oleh Pita.
"Pit, kamu udah setahun menikah gak ada keinginan untuk mempunyai anak?" tanya Jihan yang merasa penasaran dengan keadaan Pita yang tak kunjung hamil. Siapa tahu Pita memang sedang menunda kehamilannya, karena keluarga Pita belum merestuinya pernikahannya dengan Danar.
"Kami sedang berusaha, tetapi semua atas kuasa Tuhan. Jika Tuhan belum berkehendak mau bagaimana lagi." Pita mencoba menahan sesak didalam dada akibat pertanyaan yang terlalu sensitif.
Jihan bukanlah orang pertama yang menanyakan keadaan Pita saat ini. Beruntung saja Pita tidak memiliki mertua, sebab Danar memang sudah menjadi yatim piatu saat usianya 17 tahun.
Jika Pita masih mempunyai mertua, Pita yakin jika sang mertua akan terus menerus menerornya dengan pertanyaan serupa.
"Terus Danar tidak mempermasalahkan?"
Pita menggeleng pelan sambil tersenyum tipis. "Tidak! Bang Danar tidak keberatan. Semua sudah ada jalannya. Oh iya bagaimana hubunganmu dengan Reza?"
Mendadak Jihan terdiam. Reza adalah kekasih Jihan semasa kuliah. Namun, untuk saat ini Jihan sendiri tidak tahu bagaimana kabar Reza, karena setelah wisuda pria itu hilang bak ditelan bumi. Bahkan hingga saat ini hubungan keduanya masih menggantung.
"Ji ... maaf jika ucapanku membuatmu tersinggung. Aku cuma ingin …."
"Tidak apa-apa Pit. Aku sendiri saja juga tidak tahu bagaimana kabarnya, karena setelah malam itu Reza menghilang begitu saja," tutur Jihan.
Pita turut prihatin dengan kisah asmara sahabat yang berjalan lancar. Namun, apapun yang telah terjadi pasti telah di tetapkan oleh sang pemilik takdir.
Setelah membereskan kamar, Pita mengajak Jihan untuk memasak, karena Pita sudah terbiasa memakan masakan rumahan begitu juga dengan Danar yang selalu menanti masakan istrinya.
Sepanjang kegiatan memasak, Jihan mendengar semua cerita Pita yang terlihat sangat bahagia bisa menikah dengan Danar. Bahkan Pita rela menjadi Mualaf demi bisa hidup bersama dengan Danar.
"Jadi bagaimana dengan ayahmu?" tanya Jihan tiba-tiba.
"Awalnya ayah sangat menentang hubungan kami, apalagi ayah tahu jika aku pindah agama. Ayah sangat murka saat itu. Namun, perlahan hati ayah luluh dan bisa menerima Bang Danar, meskipun belum sepenuhnya. Tapi aku yakin suatu saat nanti ayah pasti bisa menerima Bang Danar sepenuhnya.
Jihan menghela napas beratnya. Ia tidak menyangka jika Pita akan senekat itu untuk meninggalkan keyakinan yang ia bawa sejak lahir hanya demi seorang Danar. Harusnya Pita tidak menikah dengan Danar!
Hampir satu hari Pita menghabiskan waktunya bersama dengan Jihan. Selain melepaskan rasa rindunya, Pita juga ingin membuat Jihan agar tidak merasa bosan.
Tepat pukul delapan malam, Danar sampai di rumahnya dan disambut oleh dua orang yang berbeda penampilan. Pita yang berdandan seperti biasa hanya dengan balutan daster tanpa make up dan rambut hanya di sanggul biasa. Sementara Jihan yang terlihat bersinar dengan balutan dress mini membuat siapa saja yang memandang akan terpesona.
Danar segera membuang pandangan dari Jihan lalu memilih untuk segera menghampiri Pita.
Seperti biasa, Pita segera mencium tangan Danar. Hal itu membuat Jihan langsung membuang muka, karena tiba-tiba saja dadanya terasa panas. Ada rasa tidak suka dengan kemesraan dua orang yang ada di depannya.
Setelah makan malam, Pita mengajak Jihan untuk bergabung bersama dengan dirinya dan Danar untuk menonton televisi. Pita ingin mengenalkan Jihan lebih dekat kepada suaminya agar Jihan bisa dibantu Danar untuk mencari pekerjaan yang baik.
Tak hentinya Jihan mencuri pandangan kepada Danar, membuat suami Pita itu merasa risih oleh tatapan Jihan.
"Jadi gimana Bang? Abang bisa bantu Jihan kan?" tanya Pita.
"Jujur kalau di dunia model Abang belum bisa bantu, karena kamu tahu sendiri kan Abang gak punya teman di bidang itu. Tapi … tapi kalau Jihan mau kerja di Caffe Abang yang di cabang alun-alun, pas banget, karena Karina baru saja mengundurkan diri," pungkas Danar.
"Mau … mau banget aku! Gak papa kerja apa aja yang penting aku punya gaji dan tidak merepotkan kalian," ucap Jihan antusias, membuat Pita langsung heran. Padahal sebelumnya Jihan ingin tetap menjadi seorang model.
"Kalau kamu bersedia, besok kamu sudah bisa bekerja," tambah Danar.
"Serius?" Jihan memastikan dengan mata berbinar. "Iya … iya aku bersedia."
...____...
Pagi hari sesuai dengan kesepakatan tadi malam, Jihan sudah bersiap untuk mulai bekerja disalah satu caffe milik Danar yang berada di Alun-Alun. Dengan pakaian rok span dan blouse berwarna putih serta make up tipis Jihan terlihat sangat cantik.
Danar sampai tak mengedipkan mata saat melihat penampilan Jihan yang terlihat bersinar daripada penampilan istrinya yang hanya menggunakan daster seperti biasanya. Jauh sangat berbeda dengan Jihan.
"Bang nitip Jihan ya." pesan Pita saat Danar yang hendak mengantar Jihan ke caffe.
"Iya pasti. Nanti kalau Abang sudah sampai disana, Abang kabari biar kamu gak khawatir sama Jihan," ujar Danar.
Hati Jihan sangat berbunga, karena bisa semobil dengan Danar tanpa ada Pita. Selama ini untuk bisa duduk berdua dengan Danar tidaklah mudah. Namun, hari ini akan menjadi hari yang paling bersejarah dalam hidupnya, karena bisa berdua dengan Danar. Dengan sendirinya Pita menyerahkan dirinya kepada Danar. Tentu saja Jihan tidak akan menyia-nyiakan celah yang sudah ada di depan matanya.
"Pita, aku berangkat dulu ya. Semoga nanti aku betah di sana!" ucap Jihan sebelum berangkat.
"Iya. Aku doakan semoga kamu betah."
Pita mengantar kepergian sahabat dan suaminya. Meskipun berada satu mobil tak ada rasa takut ataupun cemburu, karena Pita sangat percayai Jihan. Ia yakin jika Jihan tak akan menikungnya, begitu juga dengan suaminya yang tak mungkin berkhianat.
Setelah kepergian suami dan sahabatnya, Pita by langsung menepis jauh rasa kekhawatiran yang tiba-tiba mengganjal di hatinya. Ia tidak ingin berpikir yang macam-macam tentang dua orang yang baru saja meninggal pekarangan rumah.
"Tidak! Aku yakin bang Danar tidak akan mengkhianati cinta kami. Aku kenal bagaimana cinta bang Danar kepadaku."
Setelah mobil tak terlihat, Pita langsung masuk ke dalam rumah untuk mengerjakan pekerjaan rumah seperti biasanya.
..._____...
Di dalam mobil, Jihan berusaha untuk mencuri pandang kepada Danar yang masih fokus pada jalanan. Wanita itu benar-benar tak ingin membuang kesempatan yang ada di depan matanya.
"Mas Danar udah berapa lama nikah sama Pita?" tanya Jihan berpura-pura demi bisa membuat Danar memperhatikan dirinya.
"Sudah setahun. Kenapa?" Danar masih ketus terhadap Jihan. Namun, itu tidak membuat Jihan putus asa.
"Mas Danar masih ingat gak waktu kita... Eh, maksudku, Pita, Mas Danar dan juga aku sedang makan di angkringan dekat sini terus kita bertiga pergi, eh ternyata Mas Danar lupa belum bayar." Jihan mencoba mengingatkan Danar akan momen yang telah lama terlewatkan.
"Iya, aku masih ingat." Danar mulai menarik kedua garis simpul bibirnya membuat Jihan merasa Jika Danar merasa terhibur akan nostalgia mereka.
"Oh iya Mas, aku kan gak tahu apa aja kerjaanku di sana. Mas Danar bisa kan bantu aku dulu. Aku tuh suka gak nyaman kalau sama orang baru, Mas."
Tak terasa mobil yang dikemudikan oleh Danar telah berhenti di parkiran sebuah Caffe yang memang tidak terlalu besar. Berada didekat pusat kota membuat caffe milik Danar tidak pernah sepi dari pengunjung. Apalagi saat Danar membawa Pita dan Pita menyumbangkan lagu untuk para pengunjung. Namun, sayangnya pertunjukan itu hanya akan bisa dinikmati sebulan sekali, karena Pita memang tidak akan keluar rumah tanpa izin dari suaminya.
"Iya," jawab Danar cepat.
Sudah hampir satu minggu Jihan bekerja di caffe milik Danar. Dan sesuai janjinya, ia akan segera mencari tempat tinggal baru setelah ia mendapatkan pekerjaan.
"Ji, kamu serius ingin cari kontrakan? Rumah ini kan besar, kenapa tidak tinggal disini saja?" Kali ini Danar merasa tidak rela jika Jihan harus keluar dari rumahnya.
Selama satu minggu Jihan sudah berhasil mengalihkan pandangan Danar. Bahkan Danar selalu memuji kecantikan Jihan daripada memuji istrinya sendiri.
Jihan juga tak menyangka jika ia akan langsung mendapatkan posisi Manager di Caffe Danar mengingat Jihan adalah karyawan baru.
"Tapi Mas … aku gak mau ngerepotin kalian. Aku juga gak enak sama Pita," ujar Jihan.
"Kamu pindahnya nunggu sebulan dulu aja. Nanti kalau habis gajian kita cari kontrakan dekat caffe, gimana?" tawar Danar.
Jihan tersenyum puas. "Ya udah kalau Mas Danar gak keberatan, aku nurut aja apa kata Mas Danar. Ya itung-itung menghemat." Jihan tertawa kecil seolah menertawakan Pita yang sebentar lagi akan menangis melihat Danar mulai berpaling darinya.
🍃🍃 BERSAMBUNG 🍃🍃
GUYS, jangan lupa Like ya 👍🏻
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Maria Magdalena Indarti
pita salah bawa wanita dom rmh nya. suami ga setia
2025-01-24
0
Sesye Pattiasina
lelaki buaya darat
2023-06-15
0
Ade Nurhadi
loh, ko Jihan terindikasi kuat jadi pelakor sih?
2023-01-14
0