Pagi yang cerah. Gama sudah berusaha untuk bangun pagi seperti kebiasaan orang-orang di desa pesisir ini. Namun Gama masih juga kalah dari orang-orang di rumah Mala. Mungkin sebelum hilang ingatan dirinya adalah pemalas.
Gama berjalan dengan mata masih sedikit sayu. Dia mencari Mala yang tidak terdengar suaranya dari dia mulai bangun tadi. Dia datang mendekati ayah dan ibunya Mala yang sedang memperbaiki jala.
" Nak Gama, sudah bangun? Sedang cari siapa?" tanya ayah Mala.
" Tidak paman Heri, aku..."
" Mala sedang pergi mengantar Bara," kata ayah Heri.
" Mereka kelihatannya memang sudah tidak terpisahkan lagi. Berarti sebentar lagi kita akan segera memiliki menantu," kata ibu Sri ibunya Mala.
" Benar juga, bu. Ayah juga berharap mereka segera menikah. Ayahnya Bara dan ayah sudah ingin menimang cucu," sambung ayah Heri sambil tertawa.
" Bukan cuma kalian yang ingin segera memiliki cucu, ibu juga. Pasti suasana rumah ini akan jadi ramai," kata ibu Sri lagi. " Bagaimana menurutmu nak Gama?"
" Apa...?" tanya Gama kaget.
Gama tidak mendengar pertanyaan ibu Sri karena dia sedang membayangkan jika Mala dan Bara menikah, apa yang akan dia lakukan.
" Itu lho tentang pernikahan Mala dan Bara."
" Baik kok..." jawab Gama gugup tidak tahu harus jawab apa.
" Ya sudah nak Gama. Tadi belum sarapan kan. Tadi nak Bara bawa makanan dari rumahnya. Nak Gama sarapan saja dulu, sambil nunggu Mala pulang," kata ibu Sri.
" Tidak bi Sri, aku tidak lapar."
" Ya sudah kalau memang tidak mau sarapan. Nanti bibi taruh dalam kulkas saja," kata bu Sri.
" Paman bibi, Gama pergi jalan-jalan ke pantai sebentar. Ingin melihat-lihat, siapa tahu ingatan Gama bisa kembali," kata Gama agak sedih.
" Silahkan saja nak Gama tapi jangan sampai lupa makan ya..." kata bu Sri.
Gama melangkah pergi ke pesisir pantai. Gama termenung seorang diri ditepi pantai yang sepi. Dia berusaha mengingat, tetapi tetap terasa gelap.
Sementara Mala mengantar Bara sampai ke terminal terdekat. Bara dan Mala duduk sambil menunggu jam keberangkatan.
" Mala, seharusnya kamu juga kuliah bersamaku. Kita ambil jurusan yang sama, itu lebih bagus," kata Bara merajuk.
" Jangan mulai lagi. Emang siapa yang mau kuliah sama kamu. Nanti kalau aku udah ada niat untuk kuliah aku pasti akan bilang sama kamu," kata Mala.
" Mala, saat aku tak ada di sampingmu, apa kamu akan merindukan aku?"
" Tentu, kamu adalah temanku yang paling baik. Kamu baik-baiklah belajar di kota."
" Mala, boleh peluk kamu sebentar saja, please..." kata Bara sambil membuka tangannya siap memeluk Mala.
Mala tersenyum lalu memeluk Bara dengan lembut.
" Terimakasih ,Mala..."
***
Selesai mengantar Bara, Mala bergegas pulang, namun dia tidak langsung pulang ke rumah melainkan pergi ke pesisir pantai. Dia berjalan perlahan tanpa alas kaki.
Saat itulah dia melihat Gama sedang duduk melamun memandang lautan yang sangat luas dihadapannya. Mala kemudian mendekatinya dan duduk di sebelahnya tanpa berkata apapun.
Gama menyadari kehadiran Mala dan dia tersenyum kepadanya. Mala membalas senyuman Gama yang penuh arti.
" Mala, baru pulang?"
" Iya..."
" Apa kamu merindukannya?"
" Mungkin. Karena biasanya dialah yang selalu menemaniku. Saat dia pergi seperti ada sesuatu yang hilang," kata Mala sambil tersenyum.
" Jangan sedih. Kamu juga tidak sendiri. Ada aku. Aku yang akan menemanimu mulai sekarang," kata Gama percaya diri.
" Benarkah? Kamu pasti akan bosan bersamaku," kata Mala pelan.
" Tidak akan. Jika kamu izinkan aku, aku akan sangat senang sekali."
" Baik. Mulai sekarang, kamu akan selalu ada di sampingku. Sebagai teman. Tapi jangan salah paham. Aku tidak menganggap mu pengganti kok..."
" Aku tahu. Walaupun kamu menganggap ku pengganti, juga tidak apa-apa," kata Gama.
Mala tersenyum manis sambil geleng-geleng kepala.
" Mala, kamu tiap hari berjemur apa tidak takut kulitmu hitam?"
" Tidak. Walaupun aku lebih suka kulit putih tapi, kulit hitam juga tidak masalah."
" Tapi biarpun kulitmu hitam, kamu tetep cantik dan manis," kata Gama sedikit merayu.
" Gama, boleh pegang kulitmu? Kulitmu putih dan bersih, apa ada yang beda dengan kulitku?" tanya Kasih.
" Mungkin, coba saja rasakan."
Mala memegang tangan Gama lalu menggenggam telapak tangan Gama. Jantung Gama berdetak kencang. Hatinya bergetar dan dia merasa sangat gugup. Apalagi tangan Mala yang satunya mulai meraba kulit lengannya dengan lembut dan pelan. Ini seperti godaan terindah bagi Gama.
Gama berusaha menahan gairahnya yang tiba-tiba naik. Dia memejamkan matanya agar tidak melihat wajah Mala yang dimatanya saat ini sedang tersenyum menggodanya. Gama tersenyum malu-malu sambil menggenggam erat jemari Mala.
" Gama...," teriak Mala kesakitan.
" Apa...apa aku menyakitimu?" tanya Gama ketakutan mendengar Mala berteriak kesakitan.
" Gama, tangan aku ini kecil. Tapi kamu mengenggamnya begitu kuat. Sakit kan?" kata Mala sambil melihat tangannya yang agak kemerahan.
" Maaf, Mala. Aku..."
" Sudah, tidak apa-apa," kata Mala sambil geleng-geleng kepala. " Oh...tadi aku dengar detak jantungmu cepat sekali. Apa kamu sakit?"
" Tidak... tidak apa-apa. Kau pasti salah dengar," jawab Gama gugup.
" Tidak mungkin. Jelas banget kok. Coba sini aku dengarkan lagi kalau kamu tidak percaya."
Mala mendekatkan telinganya ke dada Gama tapi Gama menghindar takut ketahuan. Dia yang terlalu terbuai dalam angannya sendiri. Mala sama sekali tidak menggodanya, tapi Gama yang berhalusinasi berlebihan. Jika Mala tahu ini, pasti dia akan mengira Gama mesum.
Jadi Gama kemudian berlari menjauhi Mala yang terus mengejarnya. Hingga mereka lelah lalu kembali ke rumah Mala.
Esoknya adalah akhir pekan. Mala bergegas berganti pakaian dan bersiap untuk lari pagi seperti biasanya. Tak disangka Gama sudah siap menunggunya di depan rumah sambil berolahraga kecil alias pemanasan.
" Gama, kenapa kamu bangun pagi sekali, ini tidak seperti kamu?!" tanya Mala heran melihat Gama bangun pagi.
" Mulai sekarang aku akan selalu bangun pagi dan aku akan mengikuti semua kegiatanmu dengan senang hati," jawab Gama.
" Baik. Ayo kita berangkat."
Mala dan Gama berlari sejajar sambil sesekali tersenyum pada orang-orang yang mereka temui dijalan. Tak terasa sudah cukup jauh mereka berlari. Mala mengajak Gama beristirahat sebentar. Gama menyodorkan sebotol air mineral kepada Mala yang nampak kehausan.
" Terimakasih. Aku tidak menyangka kamu akan teliti membawa air minum dari rumah," kata Mala.
" Aku tahu Bara juga melakukan ini bukan ke kamu. Dia yang selalu menyediakan semua kebutuhanmu," kata Gama.
" Tapi kamu bukan dia. Aku sudah mengatakan bahwa aku tidak pernah menganggap kamu pengganti. Jadi tolong jangan berkata seperti itu. Dia adalah dia dan kamu adalah kamu," kata Mala agak kecewa.
" Maafkan aku. Aku terlalu ingin dekat dengan kamu seperti Bara. Jadi aku ingin melakukan apa yang Bara lakukan."
" Kamu juga bisa dekat dengan aku tanpa harus seperti Bara."
" Benarkah? Tapi sesungguhnya aku belum yakin dengan ucapan mu," kata Gama agak pelan.
" Kamu ingin bukti seperti apa?"
" Tidak perlu. Cukup kamu menerima perhatianku saja."
" Perhatian, maksudmu?"
" Aku memang tidak ingin seperti bara yang hanya kamu anggap teman. Aku ingin jadi orang yang spesial bagimu," kata Gama dengan penuh keberanian. " Maukah kamu jadi pacarku?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Rita Puwarningsih
Lanjuuttt...💪💪💪
2022-04-01
1
@ £I£I$ Mυɳҽҽყ☪️
lanjut baca
2022-03-18
1