Kayla memutar diri, dan kaget ketika mendapati Arden di depannya. Begitu juga Aretha. Entah sejak kapan Arden berada di sana, dan mungkin saja Arden telah mendengar seluruh percakapan mereka.
"Are, biarkan aku bicara pada Kayla," pinta Arden.
"Kalian bicaralah. Aku pergi dulu," ucap Are.
Arden menatap Kayla yang memalingkan wajahnya ke arah lain. Ia dengar semua yang telah wanita itu ucapkan. Kayla sungguh tidak menganggapnya sebagai teman dalam hidup.
"Yang kamu katakan, apa benar?" tanya Arden.
Kayla memandang Arden. "Sebenarnya kamu yang tidak menganggapku teman. Tidak ada sahabat yang menyakiti hati temannya sendiri. Hanya kamu, Arden. Kamu adalah pria yang menyakitiku."
Arden mengangguk. "Ya, tapi aku tidak mengira jika kamu bisa bicara seperti itu. Kita sering bertengkar, tetapi detik itu juga baikan."
"Dulu kita belum dewasa. Sekarang berbeda, Arden. Aku tidak ingin mengenalmu lagi," ucap Kayla.
Arsen memaksakan senyum terbit di bibirnya. "Artinya, keputusanku sudah tepat. Aku sebaiknya pergi."
"Lebih baik begitu. Dengan kamu tidak berada di dekatku, hidupku tentram. Tidak akan ada lagi kata-kata pedas yang menusuk hatiku. Hidupku bahagia bila kamu tidak berada di sekitarku."
"Iya. Aku mengakui kesalahanku. Maafkan aku, Kayla," ucap Arden kemudian pergi.
Kayla mengerjap, tiba-tiba saja ia ingin menangis. Melihat kepergian Arden, hatinya terasa sakit. Ia melangkah untuk mengejar pria itu, tetapi urung.
"Ini pasti karena hubungan kami. Bagaimanapun, Arden adalah temanku," ucap Kayla.
Kondisi hati Kayla tidak karuan. Ia meminta Raka dan sang ibu untuk segera pulang. Kayla ingin bersama orang tuanya malam ini, dan Steve harus rela tidak tidur bersama tunangannya.
Sementara Arden telah berdiam diri di dalam kamar. Fotonya bersama Kayla, Aretha, dan Davin masih ada. Foto saat ia bersama saudara kembarnya merayakan ulang tahun yang ketujuh tahun. Saat itu Arden melumuri wajah Kayla dengan krim kue. Davin memarahinya karena selalu menganggu Kay, dan ketika itu Arden menyiram Davin dengan segelas air yang malah membuat Aretha marah kepadanya.
Arden juga mengingat ketika Davin selalu ingin bersama Kay. Arden selalu menghalangi karena Kayla yang gendut itu hanya boleh dekat bersamanya.
Arden tersenyum. "Kayla dulu, seperti boneka. Dia sangat lucu. Sampai sekarang begitu juga. Sekarang dia sudah sangat dewasa, sudah mau menikah bersama pria paling tampan. Kay, kamu sudah berubah. Jika begitu, aku juga akan berubah."
Di sisi lain, tepatnya di sebuah kamar tidur, Kayla menatap foto kebersamaan mereka sejak kecil. Ia mengingat perkataan tadi. Memang sangat keterlaluan, tetapi Kayla harus memutuskan tanpa memandang siapa Arden di dalam hidupnya.
Seorang teman tidak ada yang seperti Arden. Setiap sahabat seharusnya mendukung apa pun yang menjadi pilihan hidup rekannya. Arden tidak begitu. Pria itu memusuhinya, selalu mencari gara-gara bersamanya dan Steve.
"Kuharap dia sedikit dewasa. Kuharap Arden membawa pasangan hidupnya bila kembali nanti. Aku akan menyiapkan hadiah khusus untuknya," ucap Kayla.
...****************...
Keberangkatan telah tiba. Elena, Kevin, Aretha serta keponakan dan iparnya turut mengantar ke bandara. Hanya satu tas ransel yang Arden bawa. Barang-barangnya masih banyak di apartemen sana. Arden cuma membawa dokumen di dalam ransel yang ia tenteng di punggung belakang.
"Lekas hubungi Mama jika kamu sudah sampai," ucap Elena.
"Jaga baik-baik dirimu, Nak," tambah Kevin.
"Kembali ketika Aretha melahirkan," ucap Davin.
"Aku belum tau," sahut Arden.
"Kamu tidak akan kembali lagi?" Aretha merengut.
"Belum tau."
Aretha melipat tangan di perut. "Awas saja kamu tidak pulang ketika aku melahirkan."
Arden mengembuskan napas kasar. "Iya, akan aku usahakan untuk pulang. Lagian masih sangat lama anak keduamu lahir."
Arden beralih memeluk keponakannya, Daren. "Sayangku, Paman pergi dulu. Kamu jangan nakal."
Daren mengangguk. "Iya, Paman. Tapi jangan lupa untuk mengirimkan mainan yang Daren inginkan."
"Pasti. Pamanmu ini tidak akan lupa."
Arden memeluk anak itu dengan erat, lalu beralih pada Elena, Kevin, Aretha dan Davin. Panggilan untuk penumpang tiba. Arden melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan. Ia pergi, tetapi belum tahu kapan akan kembali.
...****************...
Melewati perjalanan yang melelahkan, Arden tidak bisa beristirahat. Ia harus membereskan seluruh isi apartemen miliknya yang penuh dengan debu.
Sangat sayang membuang uang hanya untuk menyewa petugas kebersihan. Bayaran untuk mereka sangat mahal, tetapi hasil pekerjaan pelayan kebersihan itu memang sangat memuaskan.
Arden juga tidak suka apartemennya di masuki oleh orang-orang asing, dan lagian ia masih bisa mengerjakan sendiri. Setidaknya, pekerjaan rumah bisa membuang pikiran tentang seseorang di seberang sana.
Arden meraih ponsel, ia memasukkan nomor Kayla ke dalam kotak hitam. Jika Kayla telah memutuskan untuk melupakannya, maka Arden juga sama. Tidak ada wanita yang bernama Kayla dalam hidupnya mulai sekarang.
Arden juga menelepon Elena, mengatakan kalau ia sudah sampai di tempat tinggal dengan selamat, dan sudah menghubungi Dika jika dirinya telah kembali.
"Aku lupa menghubungi Lauren. Dia pasti mencariku. Aku hubungi lewat panggilan video saja," ucap Arden, lalu lekas melakukan panggilan telepon itu.
Lauren mengangkatnya, wanita itu memakai handuk, dan rambutnya basah. Kelihatan Lauren memang habis dari membersihkan diri.
"Kemarin kamu tidak meneleponku," kata Lauren.
"Aku berada di Amerika sekarang."
"Apa? Kapan?" tanya Lauren kaget.
"Baru saja sampai pagi ini. Kemarin aku berangkat," jawab Arden.
"Kamu tidak bilang padaku, dan kita belum mengucapkan kata-kata perpisahan."
Arden tertawa. "Maaf, aku belum sempat. Kita masih bisa melakukan kesenangan lewat telepon."
"Aku tidak mau. Apa enaknya?"
"Ya, ya, terserah kalau kamu tidak menginginkannya. Aku punya banyak wanita di sini."
"Kapan kamu akan kembali?" tanya Lauren.
Arden mengangkat bahu. "Aku tidak tau."
"Kamu akan selamanya di sana?"
"Lauren, aku suka padamu," ucap Arden. "Kamu tidak seperti wanita lain. Kamu tidak menganggapku sebagai milikmu sendiri."
Lauren tersenyum di balik layar ponsel itu. "Kamu bilang kalau kita teman bermain saja, dan aku juga menganggap begitu. Kalau kamu bilang ingin menikahiku, maka beda lagi statusnya. Aku tidak akan membiarkanmu melirik wanita lain."
Arden tertawa. "Jangan tidur dengan sembarang pria."
Lauren menggeleng. "Tidak akan. Aku janji tidak akan tidur bersama pria asing yang baru kukenal."
"Hei! Jangan berjanji seperti itu. Jika aku tidak mendapatkan wanita yang baik di sini, aku akan menikahimu."
"Aku berharap kamu tidak akan pernah mendapatkannya," ucap Lauren dengan tertawa.
"Doamu sangat jahat. Sudahlah, sampai jumpa nanti. Aku akan sering menghubungimu."
"Sampai jumpa." Lauren membuka handuknya.
Arden mengecup itu dari jauh, lalu memutus sambungan videonya. Arden suka Lauren yang apa adanya. Jika tidak mendapatkan apa yang inginkan, bersama Lauren tidak masalah.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Juan Sastra
baguslah memang sepatutnya arden dapat barang sisa,, secara dia tidak bisa menghargai wanita apa adanya,, hanya memandang fisik dan fisik
2022-06-15
0
Fenty Izzi
aden sepertinya dengan lauren malah kelihatan klop😁
2022-06-05
0
Nala Ratih Soemarna
hmmm mau sama barang bekas sana sini rupanya 😌
2022-03-27
1