Sarkas Arden

"Hei! Bangunlah," ucap Arden kepada wanita yang masih terlelap dalam tidurnya.

Lauren tidak mengindahkan seruan Arden. Ia masih ingin terlelap di tempat tidur yang empuk. Arden menyewa kamar terbaik, dan Lauren ingin berlama-lama di dalam hotel hanya untuk menikmati fasilitasnya.

"Aku mau pulang. Terserah kalau kamu mau tinggal."

Lauren sudah bangun, tetapi matanya saja yang enggan untuk terbuka. Rasa malas lebih besar mendera ditambah ia ingin sekali berada di dalam pelukan Arden.

"Berapa aku harus menbayarmu?" tanya Arden.

Lauren membuka mata, ia memandang Arden, dan wajah pria itu rupanya sangat tampan. "Aku bukan wanita seperti itu."

"Kamu hanya ingin bersenang-senang?"

Lauren bangun dengan tidak memperdulikan tubuhnya dipandang oleh Arden. Dari semalam ia tidak berpakaian, dan Arden sama sekali tidak tertarik akan tubuhnya.

"Aku sudah biasa berkencan dengan pria."

Arden mengerti sekarang. Lauren berpikiran sangat terbuka. Bagi wanita itu, cinta satu malam merupakan kegiatan yang sering dilakukan.

"Kamu sungguh tidak ingin meniduriku?" tanya Lauren.

"Aku tidak berminat untuk saat ini."

"Kamu punya pacar?" tanya Lauren.

Arden menggeleng. "Aku tidak ingin memiliki komitmen terhadap wanita. Aku meniduri mereka jika menginginkannya."

"Kita sama. Aku lebih suka sendirian. Terlalu banyak pria tampan dan aku ingin sekali menidurinya."

Arden tertawa dengan melempar pakaian ke arah Lauren. "Jika kamu ingin diantar, cepat pakai bajumu."

Arden bahkan tidak memberi kesempatan Lauren untuk membersihkan diri lebih dulu. Wanita itu segera memakai baju, lalu membersihkan wajahnya dengan tisu basah yang selalu dibawa.

"Kamu terburu-buru. Kita bahkan tidak sarapan," kata Lauren.

"Aku banyak pekerjaan dan harus segera pulang." Arden memandang Lauren dengan lekat. "Kamu sungguh tidak ingin bayaran?"

"Tidak! Aku tidak kekurangan uang," jawab Lauren.

Jika diperhatikan, Lauren memang dari kalangan berada. Tas, blazer, bahkan bralette yang dikenakan tubuh wanita itu berasal dari luar negeri. Arden menyakini jika Lauren wanita dengan finansial cukup.

"Kamu bekerja di mana?" tanya Arden.

"Online shop tangan pertama. Aku berdagang pakaian yang kubeli dari luar negeri. Kebanyakan dari Korea karena anak muda sekarang sangat suka style dari negara ginseng."

"Bagus sekali," jawab Arden.

Keduanya keluar dari hotel menuju mobil mereka diparkiran. Arden membuka pintu penumpang kemudian menyilakan Lauren masuk. Ia berlari kecil ke kursi pengemudi, lalu menyusul rekan wanitanya yang tengah duduk manis di dalam sana.

Mesin dihidupkan, Arden mendiamkannya dulu beberapa saat hingga mobilnya sedikit panas baru mengendarai kendaraan roda empat itu keluar dari halaman hotel.

Lauren memberitahu alamatnya kepada Arden, dan mereka sampai setelah empat pulih menit berlalu. Arden berhenti di perumahan sedang bergaya modern.

"Kamu tinggal sendiri?" tanya Arden.

"Begitulah. Kita bisa bermain di dalam jika kamu mau," goda Lauren.

Arden tersenyum. "Aku sungguh tidak tertarik. Maaf."

"Kurasa kamu sudah punya kekasih," kata Lauren.

"Aku jomlo," ucap Arden.

"Aku tidak percaya jika seumur hidupmu tidak punya wanita yang membuat jantungmu berdetak kencang.

Terbesit dalam pikiran Arden seorang wanita gendut bernama Kayla. Ia menggeleng, kenapa malah musuhnya yang muncul. Arden tidak percaya jika benci akan menjadi cinta. Namun, ia tidak bisa pungkiri jika bertemu dengan Kayla, Arden menginginkan wanita itu.

"Jangan membahasku. Cepatlah turun, aku harus pulang."

Lauren membuka sabuk pengaman, memajukan tubuh kemudian mengecup pipi Arden. "Sampai jumpa lagi."

Arden cuma tersenyum, melambaikan dua jarinya dan segera berlalu dari hadapan Lauren. Ia yakin akan mendapati ceramah dari Elena karena tidak pulang semalam. Hidup sendirian di Amerika memang lebih baik.

Salahnya yang sekarang menjadi anak satu-satunya bagi pasangan Kevin dan Elena yang belum menikah. Bukan! Salahkan orang tuanya yang tidak membuat anak banyak.

Arden berkeinginan untuk tinggal di apartemen dan rumah yang baru ia beli, tetapi sang ibu sama sekali tidak mengizinkannya untuk diam sendiri.

Sampai di rumah, Arden mengerutkan kening melihat kendaraan roda empat terparkir di halaman rumahnya. Ia tidak memiliki mobil sejenis kijang, dan pertanyaannya adalah, siapa pagi-pagi yang bertandang ke kediaman keluarga Kevin Pratama?

Arden langsung masuk ke dalam rumah karena pintu tidak ditutup. Ia tersentak karena Kayla berada di ruang tamu sembari menikmati teh hangat yang dihidangkan untuknya.

"Setauku rumah Aretha tidak di sini," tegur Arden yang langsung duduk berhadapan dengan Kayla. "Kamu tidak menemani tunanganmu?"

Kayla berdecak, "Aku datang kemari bukan untuk mencarinya, dan tunanganku pandai mengurus diri sendiri."

"Baru pulang?" tegur Kevin.

Arden mendongak, ia memperbaiki posisi duduknya. "Arden menginap di apartemen, Pa."

Kevin menarik sebelah sudut bibirnya. Ia tidak percaya anak laki-lakinya menginap di apartemen terlebih tercium aroma parfum wanita yang menyengat.

"Jangan kamu samakan di sini dengan Amerika, Nak."

"Kayla juga pakai parfum," sahut Arden.

"Wanginya beda," kata Kevin.

"Arden! Kamu baru pulang, Kayla sudah lama menunggumu," timpal Elena yang tiba dengan membawa kue buatannya. "Makan dulu kuenya, Sayang."

Elena menawarkan kue kepada Kayla dan Kevin lebih dulu, lalu terakhir untuk Arden yang mendapat protes dari anak itu. Ia anak dari Elena dan Kevin, apa hak Kayla yang harus lebih dipentingkan dalam menerima potongan kue dari sang ibu.

"Dia mengatakan tidak mencariku," kata Arden.

"Kayla datang memang tidak mencarimu, tetapi Papa yang kesal menunggumu untuk Kayla."

"Ada apa memangnya?" tanya Arden.

"Kayla ingin bekerja di perusahaan kita. Kamu kasih posisi yang bagus di kantor," jawab Kevin.

"Bukannya kamu akan menikah? Kenapa harus bekerja?" tanya Arden kepada Kayla.

"Menikahnya masih lama. Kayla tidak ingin mengganggur," sahut Elena.

"Perasaan aku anak Mama. Kok, Mama suka belain Kayla."

"Reputasimu yang membuat Mama melindungi Kayla," ucap Elena.

"Astaga! Di dunia ini tidak ada yang menyayangiku," Arden berkata sedih, dan malah mendapat jeweran di telinga dari sang ibu.

"Perusahaan Om Kevin yang paling teratas saat ini. Aku ingin bekerja di sana untuk mendapat kualifikasi agar diterima di perusahaan asing," ujar Kayla.

Arden berdecih, "Kamu bisanya cuma mengandalkan koneksi."

Kayla menunduk, sedangkan Kevin dan Elena melototkan mata ke arah Arden. Putranya sungguh sangat keterlaluan bisa bicara seperti itu.

"Arden! Jaga bicaramu," ucap Kevin.

"Aku sudah melamar di perusahaanmu, tetapi belum menerima panggilan," kata Kayla.

"Kalau begitu tunggu saja. Kenapa kamu tidak bekerja di perusahaan Steve? Ah, calon suamimu juga bekerja di perusahaan orang lain, kan? Menang tampang doang, tetapi tidak punya apa-apa."

"Arden!" bentak Kevin. "Papa cuma minta kamu kasih Kayla posisi yang bagus di perusahaan. Kenapa malah merembet ke masalah tunangan Kayla?"

"Tidak apa-apa, Om. Kayla akan tunggu panggilan saja."

"Kamu tenang, Nak. Om akan suruh orang lain untuk mengurusnya. Jangan harapkan anak ini," ucap Kevin.

"Kalau mengunakan koneksi, kapan dia akan maju," kata Arden.

Bersambung

Terpopuler

Comments

yeyen melia😍😍

yeyen melia😍😍

huu dadas arden kolo ngmg suka sekate kate..

2023-05-09

0

Nita Anjani

Nita Anjani

alah dasar adren,cinta aj sok jual mahal

2022-11-11

0

Nurwana

Nurwana

dendam banget nhe si Arden.....😁😁😁😁😁

2022-10-22

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!