Setelah semua di sepakati, Salma memutuskan untuk tinggal di pesantren sebagai santri biasa meski sebenarnya akan sangat sulit, tapi Salma berusaha menerima takdirnya dengan lapang dada.
"Ummi, apa aku boleh pulang dulu untuk mengemas barang-barang yang akan aku bawa?" tanya Salma.
"Boleh, Nak, nanti biar Ghozi yang akan mengantarmu." Jawab Ummi dengan senyum yang mengembang di bibirnya.
"Tari, temani aku pergi berkemas ya," pinta Salma.
"Siap, aku pasti akan menemanimu," jawab Tari.
"Nanti ba'da isya' jangan lupa ke sini Salma! karena Ummi mau ngadain tahlil untuk Ibumu," Ummi kembali berpesan sebelum Salma akhirnya pergi menuju rumahnya.
Sepanjang perjalanan Ghozi hanya berani mencuri pandang pada Salma, melihat wajah Salma yang teduh dan kini penuh dengan ketegaran memberikan ketenangan tersendiri di hati Ghozi, entah mengapa perasaannya menghangat saat bisa memandang wajah Salma.
"Maaf, Mas Ghozi bisa tidak berhenti sebentar di persimpangan depan?" celetuk Tari dengan nada sopan.
"Baik," jawab Ghozi singkat.
"Kamu mau ke mana Tari?" tanya Salma.
"Aku mau ambil barang di rumah, sebentar saja, apa kamu gak apa-apa?" jawab Tari.
"Astaghfirullah, aku sampai lupa kalau rumahmu dekat persimpangan," ucap Salma.
"Udah, jangan banyak fikiran! sampai rumahku aja lupa," Tari mengusap pelan pundak Salma.
Mobil terus melaju sampai di persimpangan Ghozi benar-benar berhenti seperti yang di minta oleh Tari.
"Tunggu sebentar Ya!" pinta Tari kemudian berhambur keluar mobil meninggalkan Salma dan Ghozi yang masih berada di dalam mobil.
"Ada es degan, apa kamu mau minum?" tawar Ghozi saat melihat Salma hanya diam sambil menatap keluar jendela.
"Tidak, terima kasih," Salma menolak tawaran Ghozi.
"Aku tahu kamu belum makan atau minum apapun sejak tadi, ketahuilah jika menerima takdir dan melewati ujian itu juga butuh tenaga Mbak Salma," tutur Ghozi yang berhasil mengalihkan perhatian Salma.
"Baiklah, aku mau es degan tapi kamu yang bayar, soalnya tadi aku tidak sempat bawa apapun, barang-barang dan dompetku tertinggal di rumah Ummi," Salma merasa apa yang di katakan Ghozi memang ada benarnya hingga dia memutuskan untuk menerima tawaran Ghozi.
"Tenang saja, biar aku yang traktir, ayo turun!" ajak Ghozi dengan hati penuh bunga-bunga karena Salma menerima ajakannya.
Dengan langkah ringan Ghozi berjalan menuju stand penjual es degan setelah memarkirkan mobilnya di tempat yang tepat. Sedang Salma hanya mengikutinya dari belakang.
Saat ini Salma memang tak membawa apapun karena barang-barang yang dia bawa waktu di rumah sakit dia tinggal di rumah Ummi, begitu juga dengan dompetnya.
"Minumlah!" Ghozi menyodorkan segelas es degan yang terlihat begitu segar dan menggiurkan ke arah Salma yang masih sempat melamun.
"Jangan suka melamun! tidak baik untukmu dan kesehatan jiwamu," ucap Ghozi.
"Aku tidak melamun," elak Salma.
"Diam mematung seperti tadi juga termasuk melamun Mbak Salma," ujar Ghozi.
"Bisa tidak, jangan panggil Mbak! aku tidak setua itu sampai harus di panggil Mbak," Salma yang baru menyadari panggilan Ghozi mulai melakukan protes dengan panggilan yang di sematkannya.
"Jika aku hanya memanggil namamu, apa itu artinya kita bisa berteman?" tanya Ghozi dengan penuh harapan, inilah yang sejak kemarin di tunggu oleh Ghozi, dengan penuh kesabaran Ghozi menunggu Salma menerimanya sebagai teman, karena itulah hal pertama yang bisa Ghozi lakukan agar bisa lebih dekat dengannya.
"Baiklah, kita berteman," jawab Salma, sejak pertama bertemu, Salma merasa jika Ghozi orang yang baik, karena itulah dia mau menerimanya sebagai teman.
Ghozi hanya tersenyum menunjukkan deretan giginya yang putih menanggapi ucapan Salma, sungguh awal yang indah, dan dia berharap semuanya akan berakhir indah pula.
"Astaghfirullah, kalian malah enak-enakan minum es degan di sini, kau tahu Salma dari tadi aku nyariin kamu ke mana-mana tapi gak ketemu, mobilnya juga pindah tempat," protes Tari yang baru saja sampai.
"Maaf, tadi Ghozi mengajakku minum es degan dulu sambil menunggumu," tutur Salma.
"Duduklah sebentar! kita minum dulu sebelum melanjutkan perjalanan," sahut Ghozi yang kini sudah berdiri berjalan mendekat ke arah sang penjual untuk memesan satu gelas es degan lagi untuk Tari.
Ketiganya kembali duduk di kursi yang sudah di sediakan oleh pemilik warung, Salma terdiam menatap Tari yang kini menikmati es degan di hadapannya hingga muncullah satu ide di kepala Salma.
"Tari!" panggil Salma.
"Hm, kenapa?" sahut Tari.
"Bagaimana kalau kamu ikut tinggal di pesantren?" tawar Salma.
"Tinggal di pesantren bagaimana maksudmu?" Tari semakin bingung dengan ucapan Salma.
"Kamu kan tinggal sendiri di sini, dari pada sendiri lebih baik tinggal bersamaku di pesantren," usul Salma.
Tari seorang gadis korban broken home, ayah dan Ibunya telah lama bercerai, dan mereka sudah bahagia dengan kehidupan mereka masing-masing, awalnya Tari tinggal bersama sang Nenek mengandalkan kiriman uang dari Ayah dan Ibunya, tapi setahun terakhir kiriman dari keduanya berkurang karena sang Nenek telah meninggal dunia, Tari berjualan online dan gorengan yang dia titipkan di warung-warung untuk menyambung hidup, nasibnya hampir sama dengan Salma memiliki ekonomi yang bisa di bilang pas-pasan.
Tari merupakan sosok pribadi yang tangguh dan pantang menyerah, dan dia telah menjadi sahabat Salma selama tiga tahun lebih tepatnya saat keduanya masih sekolah sampai sekarang, meskipun hanya lulusan SMP tapi keduanya sangat bersyukur masih bisa bersekolah dan mengenyam nikmatnya menjadi seorang murid.
"Kalau aku ikut jadi santri, bagaimana aku bisa bertahan hidup di sana Salma?" tanya Tari yang bingung dengan usulan Salma.
"Bener juga, aku sendiri masih menumpang dan berencana jadi haddam agar bisa makan di sana," lirih Salma dengan ekspresi wajah penuh kecewa.
"Maaf, sebagai seorang teman, apa aku boleh memberi saran," sela Ghozi yang sejak tadi hanya diam sambil mendengar dan memperhatikan percakapan kedua gadis di hadapannya itu.
"Silahkan!" jawab Salma.
"Jika kalian memang ingin tinggal bersama di pesantren menurutku akan lebih baik, soal bertahan hidup kalian bisa bekerja di kantin, nanti biar aku yang bantu ngomong sama Ummi dan Abah, aku yakin mereka akan setuju dengan apa yang aku usulkan," usul Ghozi yang di sambut dengan kebingungan oleh Salma dan Tari.
"Aku kok jadi bingung ya? maksud kamu itu bagaimana?" tanya Tari.
"Begini, di pesantren setiap santri akan makan di kantin. Di mana pesantren sudah menyediakan kantin khusus untuk para santri makan dengan menukarkan kupon yang di belikan orang tua mereka, kebetulan dua hari yang lalu kariyawan Ummi yang bertugas membantu Mbok Iyem memasak dan menyiapkan makan untuk para santri menikah dan tak kembali, dan kalian bisa menggantikan mereka bekerja, bagaimana?" Ghozi menjelaskan apa yang terjadi dan mengusulkannya pada Salma dan Tari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 304 Episodes
Comments
Rinjani
wah 2 sahabat yg ketemu dan hidup sama2 susah
2022-03-09
0