Zahra mulai memacu motornya menuju pasar untuk membantu Neneknya berjualan. Benjol di keningnya juga sudah susut. Hanya lututnya yang masih terasa sakit.
"Zahra, kamu tidak usah bantuin Nenek hari ini. Kan ada Bu Halimah yang bantuin Nenek. Kakimu kan masih sakit." Ucap Nenek lemah, ya namanya Lansia, gampang lelah.
"Tidak apa-apa koq Nek. Hanya lecet sedikit. Kasihan Nenek gak ada yang bantuin menjaga. Walau ada Bu Halimah, tapi kan ditambah tenaga Zahra jadi makin cepat layani pembeli." Ucapnya lembut, sambil mencuci piring.
"Kamu itu dibilangin selalu ngeyel. Oh ya Zahra. Tadi ibumu nelpon. Katanya dia sekarang sudah kerja di rumah orang kaya, sebagai Koki. Gajinya lumayan besar." Ucap Nenek dengan wajah sumringahnya. Sang Nenek sangat bersyukur, Menantunya itu dapat pekerjaan yang bagus juga.
"Iya kah Nek, syukurlah. Semoga Ibu diberi kesehatan dan umur panjang." Ucapnya sedih, kedua bola mata indahnya sudah berkaca-kaca.
"Zahra sudah kangen banget sama Ibu. Sudah hampir setahun ibu tidak pulang." Ucapnya lagi, melap air matanya dengan baju yang menempel di lengan atasnya.
Cucu dan Neneknya itu, banyak komunikasi hari ini. Karena pembeli sudah mulai sepi.
"Iya sayang. Nenek juga sudah kangen sama ibumu." Sang Nenek juga ikutan sedih.
"Nek, malam ini Zahra minta izin ya. Ada acara perpisahan teman sekelas Zahra di Hotel XX." Ucapnya lembut, setelah menyimpan piring di rak. Zahra pun duduk di kursi plastik sebelah Neneknya.
Sang Nenek terkejut mendengar ucapan cucunya itu. Dia tidak suka cucunya itu pergi ke Hotel. Mereka tinggal di kampung, masuk ke Hotel dengan alasan cari hiburan, adalah hal sangat tabu di tempat mereka.
"Hotel tempat yang asing buat kita. Kalau tidak urusan penting. Gak usah kamu ikutan berpesta-pesta gak jelas disana." Tolak Nenek tegas. Raut wajahnya nampak murung.
"Iya sih Nek. Zahra pun tidak mau ikut acara itu. Tapi, Ayah teman ku itu katanya ingin membantu kita Nek. Uang satu juta yang aku kasih sama Nenek tadi, Pak Ezra yang kasih. Padahal lukaku tidak parah." Ucap Zahra menatap Neneknya penuh keyakinan. Jangan sampai kesempatan ini hilang.
Siapa tahu Pak Ezra benar-benar mau menyumbangkan uang pada mereka. Ya secara orang kaya kan selalu hambur-hamburkan uang.
"Semua orang itu baik karena ada maunya. Apalagi orang kaya, kelakuannya aneh-aneh. Nenek gak mau nantinya. Kamu jadi tumbal."
"Tumbal apa sih Nek? Nenek gak lihat tadi di sekolah begitu baik dan sopannya Pak Ezra itu. Mana mungkin dia mau kasih uang, terus mau macem-macem gitu samaku. Aku juga gak bodoh Nek. Nenek ini jauh sekali mikirnya." Zahra memberi pengertian pada Neneknya itu. Dia sudah yakin sekali, kalau Ezra. Ayahnya Rara adalah orang baik.
"Zahra hanya perlu izin dari Nenek. Aku yakin Nek, Pak Ezra tidak buruk seperti pemikiran Nenek. Kan lumayan Nek, kalau betul Pak Ezra mau bantuin kita. Boleh ya Nek. Zahra pergi nanti malam.!?" Wajah Zahra nampak memelas, memegang kedua tangan Neneknya itu dengan gemes. Dia bahkan mengedipkan sebelah matanya kepada Neneknya itu.
"Terserah kamu. Yang paling penting, kamu harus bisa jaga diri." Sang Nenek mengelus kepala cucunya itu dengan sayangnya.
"Terimakasih Nek." Zahra tersenyum bahagia, bertemu lagi dengan Ezra membuat hatinya senang bukan main. Entah kenapa pria itu sangat menarik perhatiannya.
"Itukan Hotelnya yang dekat pantai itu kan sayang?" Sang Nenek ingin kejelasan tempat yang akan dikunjungi cucunya.
"Iya Nek." Jawab Zahra tersenyum.
"Itukan jauh dari rumah kita, hampir satu jam perjalanan. Mana nanti kamu melewati hutan dan perkebunan sawit. Itu sangat berbahaya untuk kamu lewati di malam hari." Ujar Nenek, mulai ragu lagi untuk melepas cucunya itu.
"Iya juga ya? mana melewati pemakaman lagi." Jawab Zahra bergidik ngeri. Sang Nenek menganggukkan kepalanya.
"Zahra akan berani kan diri Nek, yang penting kita dapat bantuan dana hibah dari orang kaya. Nek, kesempatan ini jangan kita sia-sia kan. Zahra bisa jaga diri koq." Zahra kembali meyakinkan Neneknya.
"Baiklah sayang. Disana kamu hati-hati. Kalau Ayahnya teman mu itu meminta imbalan yang tidak pantas. Kamu jangan terima uangnya ya. Jaga harga diri." Sang Nenak begitu mengkhawatirkan cucunya itu.
"Iya Nenekku sayang." Zahra pun tersenyum lebar merentangkan tangannya, kemudian memeluk Neneknya itu dengan gemes dan penuh kasih sayang. Hanya wanita tua itu tempatnya berbagi suka dan duka.
"Nek, rambut nenek sudah bau. Nanti keramas ya." Goda Zahra, tersenyum jahil kepada Neneknya.
"Iya namanya Nenek-nenek, ya wajar bau tanah." Jawab Sang Nenek ketus. Dia kesal dikatain bau.
Zahra tertawa lepas, sangat bahagia rasanya menggoda sang Nenek.
Tepat pukul enam sore, Zahra pun pamit kepada Neneknya. Dia sangat semangat untuk hadir di acara perpisahan yang diadakan oleh Rara. Karena, akan dapat bantuan keuangan dari pak Ezra, ayahnya Rara.
Zahra sengaja cepat berangkat, agar dia tidak melewati jalanan sepi disaat hari sudah gelap.
"Zahra pamit Nek." Mencium tangan dan memeluk sang Nenek.
"Iya sayang, cepat pulang. Tidak usah sampai habis acara kamu disitu. Kalau sudah ketemu dengan Pak Ezra, kamu langsung to the point' saja ya!" Ujar Sang Nenek memberi peringatan. Dia sangat mengkhawatirkan cucunya itu.
"Ok Bos, rebes..!" Ucapnya dengan tersenyum. Zahra pun memacu motornya dengan riang gembira. Sang Nenek cemberut, gak suka dipanggil dengan sebutan Bos.
Rencana Zahra, setelah dapat waktu sholat Magrib. Dia akan sholat di jalan saja. Tentunya setelah sampai di kota, atau di pemukiman warga yang ramai.
Kini Zahra sudah sampai di parkiran Hotel. Tempat diadakannya acara perpisahannya Rara dengan kawan-kawannya.
Dengan perasaan tidak tenang, jantung yang berdetak cepat. Zahra pun melangkahkan kaki jenjangnya menuju tempat yang dimaksudkan oleh Rara.
Dia menarik napas panjang setelah masuk ke club malam tersebut. Suara dentuman musik keras menggema keseluruh
ruangan club malam itu, dengan lampu yg
berkerlap-kerlip, membuat Zahra ragu untuk benar-benar ikut dalam acara itu.
Terlihat banyak sekali
lelaki dan wanita yg sedang asik dengan minumannya. Tak terkecuali Rara dan beberapa teman sekelas mereka dan juga dari kelas lainnya. Teman satu kelas mereka yang perempuan dan laki-laki terlihat sangat dekat,
yang sedang duduk sembari mengobrol disebuah meja panjang dengan botol-botol minuman didepannya.
"Hei Zahra, kamu sudah datang rupanya."
Celetuk gadis cantik yang berparas seperti boneka yang tak lain adalah Rara. Dia menarik lengan Rara agar duduk di sebelahnya. Zahra jadi takut, menyesal datang ke tempat ini.
Zahra mengibaskan tangannya, tidak suka dengan bau alkohol. Dia pun menatap heran teman satu kelasnya yang asyik menghisap rokok dan menghembuskan kupulan asap berbentuk bola-bola.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 206 Episodes
Comments
MiNIeL
menghadiri thor
2022-03-05
1
Nadine Stefani Siboro
zahra bodoh..maunya aja kena rayuan..percuma pinter disklh...jgn uang mulu dong mikirnya..jd kesel thor😫😖
2022-02-02
2
Fenti Husmala Dewi
up nya yg banyak😄💪💪💪
2022-02-02
0