AKU MADU IBUKU
"Zahra....!"
Suara barithon yang tidak asing di telinga wanita berparas cantik itu terdengar keras. sehingga siswa/i yang ada di taman itu, ikut menoleh ke asal suara.
Zahra tidak menggubris teriakan pria itu. Dia malah mempercepat langkahnya menuju kelas. Karena sebentar lagi waktu istirahat akan selesai.
Halwatuzahra, gadis cantik, pinter, serta berani itu. Tidak mau berurusan lagi, dengan pria yang memanggil-manggilnya. Sudah terlalu kompleks masalah hidupnya saat ini. Sehingga dia tidak mau menambah beban pikirannya lagi.
Biar saja pria yang mengaku cinta padanya itu, dijauhinya. Agar dia tidak diganggu, oleh Rara.
Rara adalah teman sekelas mereka yang cintanya ditolak oleh Ferdyansyah.
"Lepas...! apaansih? kamu mau aku diteror dan diganggu si Rara itu lagi? please.... menjauhlah dariku.!" ketus Zahra, setelah menghentakkan tangan pria yang menggenggam tangannya.
Zahra menatap kesal Ferdy yang tidak bisa dibilangin itu. Saat ini, bukan masalah hati atau asmara yang jadi prioritas Zahra. Tapi, fokus belajar, agar bisa nantinya lulus dengan nilai baik dan masuk ke perguruan tinggi negeri.
Gadis cantik yang duduk di kelas XII itu punya cita-cita tinggi. Agar kelak bisa jadi orang sukses dan kaya. Karena, jadi orang miskin itu tidak enak. Selalu dihina, direndahkan dan tidak dianggap keberadaannya.
"Ini terimalah, aku dengar kamu belum lunasi uang sekolahmu sudah dua bulan." Ferdy menempelkan amplop putih ke tangannya Zahra. Pria itu tersenyum penuh dengan ketulusan.
Zahra menatap sendu Ferdy, pria itu begitu baik padanya. Sebelum Negera api menyerang, dia dan Ferdy sangat akrab. Bahkan, tersebar isu kalau mereka pacaran. Tapi, sebenarnya Zahra tidak pernah menjalin hubungan dengan pria yang baik hati itu.
Setelah kedatangan siswi baru yang bernama Rara Putri Assegaf tiga bulan lalu ke sekolah mereka. Hidup Zahra berubah jadi mencekam, karena selalu diusul oleh Rara. Yang sangat menyukai Ferdy.
Zahra merasa jadi tidak enak kepada Ferdy, tapi sungguh dia sangat membutuhkan uang itu. Hutang peninggalan Ayahnya begitu banyak. Penghasilan keluarganya tidak bisa menutupi hutang Ayahnya setiap bulan.
"Terimalah, aku ikhlas koq." Ferdy tersenyum dan langsung meninggalkan Zahra, dalam keadaan terbengong.
Wanita itu pun masuk ke dalam kelas, mempersiapkan segala sesuatunya, karena mereka akan melaksanakan praktikum.
Setelah setangah jam berlalu di ruang praktikum.
DUARRRRR….
“TOLONG….. TOLONG……!” Suara ledakan serta teriakan siswa/i terdengar jelas dan keras dari Laboratorium. Siswa/i berhamburan keluar dari gedung itu dengan saling dorong. Berusaha menyelamatkan diri masing-masing. Tampak beberapa guru piket dan pak sekolah menghampiri tempat kejadian.
Guru Mata Pelajaran kimia, Bu Rosita Sirait, langsung tanggap mengatasi masalah yang timbul saat praktikum berlangsung. Dia beserta Guru lainnnya, mengevakuasi siswa/i yang mengalami cidera.
Huuffttt....
“Syukurlah, hanya tiga orang yang terluka.” Ucapnya ngos-ngosan, mendudukkan tubuhnya di teras Laboratorium. Dia berusaha menenangkan dirinya, yang dari tadi tertekan, karena insiden ini.
“Iya Bu Ros, kenapa bisa terjadi ledakan di dalam Laboratorium?” Bu Ros menatap datar, teman satu profesinya itu, kemudian membuang napas kasar.
“Entahlah, kelompok Zahra yang bertanggung jawab atas kejadian ini.” Jawabnya lemas, mereka pun meninggalkan tempat itu, berjalan cepat menuju ruang UKS. Melihat kondisi siswa yang terluka.
Sementara di ruang BK, Zahra dan teman satu kelompoknya sedang di interogasi oleh Guru BK dan Wali kelas mereka, terkait insiden ledakan yang baru terjadi. Dan beruntungnya, kelompok itu tidak ada yang cidera, aneh memang.
“Zahra, kenapa kamu dan anggotamu tidak hati-hati?” Pak Anhar Sinaga selaku guru BK, mulai mengintrogasi Zahra dan kawan-kawannya.
Raut wajah takut jelas terlihat dari wajah-wajah satu kelompok Zahra. Jelas saja mereka takut, guru BK mereka terkenal kejam. Mereka berdiri dengan sesekali menyikut kawannya. Sangat takut kepada Pak Anhar Sinaga. Murid yang Diinterogasi Pak Anhar Sinaga terdiri dari lima orang dalam satu kelompok itu. Yaitu Zahra, Yuni, Ardhi, Tommy dan Dinda.
“Maaf Pak, kami sudah hati-hati, melakukan praktek sesuai prosedur.” Jawab Zahra menunduk, karena takut. Bahkan telapak tangannya sudah berkeringat. Sebenarnya Zahra bukan penakut, dia siswa pemberani. Tapi, dalam kasus ini. Mereka benar-benar dinyatakan bersalah.
“Kalau sesuai prosedur, kenapa bisa menyebabkan ledakan?” Pak Anhar mulai tidak sabar menunggu jawaban valid dari siswanya ini. Dari tadi tidak ada yang mengaku salah. Semuanya berbelit-belit dan membela diri.
“Kelakuan kalian ini sudah merugikan sekolah dan kawan-kawanmu. Kalian harus mempertanggung jawabkannya.” Pak anhar sinaga mulai menunjukkan kekuasaannya sebagai guru BK, Dia juga berkoordinasi dengan wali kelas saat itu juga. Setelah pria itu selesai bicara dengan wali kelas. Tommy teman sekelompok Zahra pun angkat bicara.
“Pak, ini bukan salah kami sepenuhnya. Hal yang wajar, apabila saat praktek ada insiden. Kami juga tidak ingin kejadian ini terjadi. Lagian, kesalahan bukan pada kelompok kami.” Tommy menarik napas dalam, sebenarnya dia takut untuk berkomentar. Pak Anhar Sinaga menatap intens kelima siswanya. Masih berani mencari pembenaran.
“Ini ada ikut campur tangannya Rara, Dia yang tiba-tiba melintas di depan kami. Memasukkan sesuatu ke tabung reaksi saat dipanaskan. Dia pun berlari. Melihat gelagatnya mencurigakan. Kami pun menjauh dari meja praktek, dan benar saja ledakan pun terjadi.” Zahra pun memberanikan diri menceritakan semuanya. Pak Anhar Sinaga tidak langsung percaya. Dan Rara pun di panggil ke ruang BK.
Setelah melakukan interogasi selama tiga puluh menit, akhirnya Rarapun dinyatakan bersalah. Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dia pun dapat surat panggilan orang tua/ Wali. Begitu juga dengan Zahra. Orang tuanya harus datang. Karena akhir-akhir ini Zahra sering membuat onar di sekolah. Tentu saja Rara lah yang selalu memancing keributan dengan Zahra.
Sore harinya.
Kini Zahra sudah berada di Pasar, Dia sepulang sekolah selalu membantu neneknya berjualan di pasar. Mereka menjual Mie sop, Lontong, gorengan dan es dawet. Pasar tempat mereka berjualan buka setiap harinya.
“Nek, besok sekiar jam 10, Nenek datang ke sekolah ya?!” Zahra berbicara dengan lemah. Raut wajah sedih langsung terlihat di wajah tua itu.
“Kamu melakukan kesalahan apa lagi zahra?” Nenek menghela napas dalam. Dia mendudukkan bokongnya di kursi plastik. Zahra menatap Neneknya itu dan tersenyum tipis. Mulai mengemasi barang-barang. Karena, mereka akan pulang.
“Entahlah Nek, Rara selalu buat masalah denganku, dan aku pasti kena sialnya. Nenek datang ya?” Zahra mendekati Neneknya, menggenggam tangan keriput itu. Zahra merasa bersalah, selalu merepotkan neneknya.
“Rara, siswa pindahan yang sering kamu ceritakan itu?” Nenek kasihan juga melihat cucunya itu, Si Rara memang sering usil di sekolah. Nenek tahu dari cerita Zahra setiap harinya.
Zahra mengangguk. “Coba Ayahmu meninggal tidak meninggalkan banyak hutang. Mungkin kita tidak perlu kerja keras begini. Ibumu pun di kota hanya bekerja sebagai pembantu. Gajinya pun setiap bulan saja masih kurang untuk bayar hutang ayahmu.
Sang Nenek menitikkan air mata, teringat putranya yang kena tipu. Karena kepikiran, Putranya itu meninggal saat berkendera. Ayah Zahra melamun memikirkan banyaknya hutang saat itu.
“Maaf Nek, Zahra jadi membuat Nenek sedih. Masalah di sekolah tidak berat Nek. Wali kelas hanya ingin jumpa dengan orang tua/ wali saja koq Nek.” Zahra langsung memeluk Neneknya yang sudah sedikit bungkuk itu. Zahra pun akhirnya ikut menitikkan air mata. Kehidupan mereka sungguh sangat keras dan pahit.
Keesokan harinya, setelah habis waktu istirahat pertama. Semua siswa/i kembali masuk ke ruang kelas. Saat proses belajar mengajar dimulai. Guru piket memanggil Zahra untuk masuk ke ruang BK. Begitu juga dengan Rara. Keduanya pun keluar bersamaan, bahkan Rara menyempatkan menyikut Zahra saat hendak keluar. Zahra geram dan dengan cepat menendang bokong teman usilnya itu. Lagi-lagi mereka ditegur oleh guru piket.
Sesampainya di ruang BK, Pak Anhar Sinaga, yang sering diberi gelar jadi ular Naga oleh para siswa, kembali marah-marah. Karena Wali siswa keduanya tidak ada yang datang.
“Rara, kalau orang tuamu tidak datang hari ini. Maka kamu akan kami keluarkan dari sekolah ini. Kamu itu sudah sering dapat surat panggilan, tapi orang tuamu tak pernah datang.” Pak Anhar mulai naik pitam. Kesabarannya sudah habis menghadapi Rara yang tidak pernah kooperatif itu.
“Sabar atu pak Naga, ayah saya itu tinggalnya di Kota Medan. Jarak dari kota Medan ke sini kan jauh 350km. Kalau naik pesawatpun, dari bandara kesinikan lama juga satu jam perjalanan naik mobil. Dan tidak perlu bapak repot-repot akan keluarkan saya dari sekolah ini. Karena, saya sendiri yang akan mengajukan pindah. Sebel gua sekolah di pedesaan. Mana guru-gurunya katrok lagi.” Rara tersenyum sinis, meremehkan semua orang di ruangan itu.
Pak Anhar Sinaga sudah naik pitam, Tapi, dia mencoba untuk sabar. Dia pun menoleh kepada Zahra.
“Zahra, orang tuamu kenapa belum datang juga?” Pak Anhar bertanya dengan penuh ketegasan.
“Orang tua saya tidak disini Pak. Nenek saya yang akan menjadi wali. Saya sudah katakan, agar Nenek saya datang.” Zahra berbicara mulai tidak tenang, dia ingin masalah ini cepat selesai.
“Rara, hubungi orang tuamu sekarang.!” Titah Pak Anhar.
“Mana ponselnya, kan tidak boleh bawa ponsel ke sekolah.” Jawabnya enteng.
“Berapa No nya biar bapak telpon.”
“Gak tahu.” Jawab Rara Ketus. Pak Naga berdecak kesal. Ingin rasanya dia memasukkan Rara ke dalam botol dan melemparnya kelautan. Anak satu itu memang gak ada akhlak.
“Tunggu saja, sebentar lagi pasti datang koq.” Rara menjawab sembari memperhatikan kukunya yang lentik. kukunya itu baru diwarnai. Memang anak ini tidak punya sopan santun, semuanya dianggap remeh.
“Kalau kamu Zahra?” tanya Pak Naga.
“Aku akan jemput Nenekku ke pasar sebentar ya pak. Bolehkan Pak!” Zahra nampak memelas, Pak Naga pun memberi izin.
Di parkiran, Zahra menghela napas dalam. Setelah membaca doa berkendaraan. Dia pun memacu motor bututnya, motor peninggalan ayahnya.
Sepanjang perjalanan menuju ke pasar, perasaan Zahra tidak tenang. Begitu banyaknya masalah yang datang di sekolah, belum lagi masalah ekonomi keluarga mereka, yang semakin minus. Bulan ini, hutang ayahnya belum dibayar.
Dug..... Jantungnya berdetak kencang, karena tiba-tiba saja kucing melintas. Zahra yang terkejut itupun menghentikan motornya di badan jalan dengan tiba-tiba.
Brakkkk Bruuuggkkk....
TBC
Hai...hai Terimakasih saya ucapkan kepada readers yang mau singgah di novel ini.
Mohon dukungannya dengan like coment positif dan Vote ya say.
Aku akan up setiap hari minimal dua bab. Jika dapat like, coment dan vote yang banyak loh.😊❤️👍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 206 Episodes
Comments
🔵🍁NuNa🌹
cerita yg bikin penasaran
2023-03-27
0
Shopia Asmodeus
jejak kak thor 🤣🤣
2022-10-16
0
Sulaiman Efendy
klo si ayah tiri itu sdh mnggauli ibunya, dn juga mnggauli anak tirinya yg dinikahi siri, maka hukumnya haram dlm syariat islam, tapi jika tokoh cerita ini bkn di tokohkn beragama islam, ya sah2 aza..🙏🏻🙏🏻🙏🏻
2022-06-27
0