Jessi melangkah menyusuri jalan seorang diri setelah berpisah dengan teman-teman. Berulang kali gadis itu menghela napas panjang karena tak menemukan bagaimana cara agar bisa kembali ke kehidupannya sendiri.
Cukup lama gadis itu melangkah, hingga kakinya berhenti sejenak untuk menatap bangunan rumah di depannya. Tempat yang seharusnya disebut rumah oleh pemilik tubuh ini, tetapi terasa asing bagi dirinya sendiri.
Dengan perasaan malas Je mulai membuka pintu yang nyatanya tak dikunci. Padahal dia sudah bersiap-siap tidur di teras jika memang mereka tak membukakan. Namun, baru selangkah gadis memasuki kediaman, suara teriakan seorang pria disertai lampu yang menyala dengan terang membuat Je terlonjak seketika.
"Dari mana saja kamu?" teriak Su Man To dengan berkacak pinggang dan Je melihat jiwa Jessi ada di samping pria itu.
"Jangan melawan, Ayah sedang marah!" Jiwa Jenni berusaha untuk memeringatkan Jessi. Akan tetapi, gadis itu seolah tak peduli akan hal tersebut.
"Club." Sebuah kalimat dari mulut Je berhasil menyulut emosi dalam diri Su Man To. Pria tersebut langsung melangkah dengan tegas ke arah putrinya dan melayangkan tangannya, mendaratkan sebuah tamparan di pipi gadis yang bahkan sudah ada sedikit goresan sebelumnya akibat berkelahi.
"Mau jadi apa kamu, hah?" Emosi dalam diri Su Man To semakin menjadi ketika mencium aroma tembakau, bercampur alkohol, dan beberapa bau lainnya yang menyatu di tubuh Je. Menandakan jika gadis itu tidak bohong dan sungguh baru saja pulang dari klub malam. "Tiap hari kerjanya bikin malu keluarga saja!"
Ju Min Ten berusaha menahan tubuh suaminya yang sedang emosi. Seolah bertindak layaknya istri baik yang melerai ayah dan anak tersebut. "Sudah, Dad. Jangan marah-marah! Kasihan, Jenni baru pulang. Lagi pula baru kali ini dia keluar malam. Mungkin hanya butuh hiburan dengan teman-temannya."
Setiap kalimat yang keluar dari mulut Min Ten memang terdengar lembut, tetapi secara tidak langsung dia menyulut emosi dalam diri Su Man To agar semakin membara karena pergaulan putrinya saat ini. "Jangan membelanya! Dia tidak pantas dikasih hati!" Pria tersebut lantas menunjuk-nunjuk putrinya dengan kasar. "Mau jadi apa kamu keluyuran sampai jam segini, hah?"
"Bukan urusanmu!" Sebuah kalimat yang keluar dari mulut Je berhasil membuat Su Man To seketika membelalakkan mata dengan kilatan tajam.
Sebuah tamparan dari Su Man To kembali mendarat di pipi bulat gadis itu karena geram akan putrinya yang kini menjadi seorang pembangkang. "Kalau kamu tidak bisa diatur lagi dan sudah merasa hebat. Pergi kamu dari sini! Aku tak butuh anak pembangkang sepertimu!" ujar pria itu tanpa berpikiran panjang.
Dalam hati Ju Min Ten tentu saja bersorak ria. Jika Jenni pergi dari rumah ini, tentu saja dia akan lebih mudah dalam menguasai harta Su Man To bersama Rose. Namun, berbeda dengan Je yang kini mengepalkan tangannya kuat-kuat.
"Pernahkah kamu memikirkan bagaimana seorang sepertiku hidup tanpa uang selama ini? Apa Anda sebagai seorang ayah pernah bertanya padaku, apa yang akan kulakukan ketika dewasa?" Dengan tangan bergetar Je menunjuk ke arah Su Man To. Dia geram akan setiap kalimat pria itu yang tak pernah tahu menahu bagaimana putrinya sendiri hidup dalam kesusahan selama ini, hingga Je berusaha membantunya dengan mencari uang malam ini. "Tidak! Sebagai ayah Anda tidak pernah menanyakan hal itu?" teriak Je dengan sangat keras.
Sebelumnya Jenni sudah menceritakan bagaimana hidupnya selama ini, hingga dia hanya ibarat sebuah cangkang kosong di keluarganya sendiri. Tak berharga dan hanya dianggap sampah.
"Kau bahkan mungkin tak ingat berapa umurku sekarang." Je bergegas melangkah pergi meninggalkan Su Man To dan Ju Min Ten yang masih mematung di tempatnya.
Dia segera mengajak jiwa Je untuk pergi ke dalam kamar secepatnya. "Katakan barang apa yang ingin kau bawa!" tanya Je mulai memasukkan beberapa barang yang tampak penting ke dalam tas.
"Jessi, apa kita sungguh akan pergi!" tanya Jenni.
Pertanyaan Jenni sukses membuat Je menghentikan aktivitasnya dan menatap tajam ke arah jiwa gadis di depannya. "Apa kau ingin aku hidup di dalam keluarga tak berperasaan seperti mereka?" Gadis itu hanya menggeleng dan mulai takut melihat tatapan tajam Je.
"Jangan harap aku mau berlama-lama hidup dalam penghinaan sepertimu!" Je kembali memasukkan beberapa peralatan sekolah ke dalam tas.
"Ta–tapi, ke mana kita akan pergi?"
"Tempat di mana manusia dihargai." Tanpa membiarkan Jenni terlalu banyak berpikir, Je segera menutup tasnya dan melangkah keluar kamar.
Sejenak dia berhenti di depan Su Man To yang masih mematung di tempatnya untuk melirik pria itu sejenak. "Aku harap Tuhan masih memberimu umur panjang, meskipun Anda terlalu banyak memakan bangkai."
Gadis itu pun segera melangkah pergi tanpa menoleh ke belakang, di mana Su Man To hanya bisa terdiam akan perubahan putri saat ini. Kalimat Je bukanlah omong kosong semata. Namun, dia jelas tahu karakter setiap penghuni rumah itu meskipun hanya tinggal beberapa hari di sana.
Tentu saja ada rasa nyeri di hati Su Man To di kala tak menyangka putrinya akan benar-benar melangkah keluar dari rumah ini dengan hati yang terluka. Tanpa terasa buliran hangat berkumpul di sudut mata pria tersebut, di kala mengingat jika kemarin adalah hari ulang tahun putrinya yang ke tujuh belas dan dengan bodohnya, dia melupakan hal itu. Namun, semua sudah terlambat karena gadis itu memutuskan pergi atas ucapan yang keluar dari mulutnya sendiri.
Lain halnya dengan Su Ma To, Min Ten bersorak ria dalam hatinya melihat kepergian Je. Dia tak menyangka jika akibatnya akan sedahsyat ini dan gadis itu juga berani meninggalkan rumahnya sendiri.
TO be Continue…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Ds Phone
kau tungu balasan nya
2025-01-09
0
X'tine
hajarrr Je... love you aah... 💚
2024-09-29
0
Ayuni Wati
mantap je.. i like you
2022-03-26
4