BAB 4 : Pulang

Richard yang ditinggalkan Jessi seorang diri berulang kali melihat jam di pergelangan tangannya. "Ke mana perginya gadis itu?" 

Dia menunggu sambil bersandar di dinding dengan tangannya memainkan ponsel untuk bermain game. Namun, sedetik kemudian sesuatu terlintas dalam benaknya akan kejadian sebelumnya. "Jangan-jangan dia mencoba bunuh diri lagi!" 

Pria tersebut lantas memasukkan kembali ponsel ke dalam sakunya dan berlari dengan raut wajah panik. Langkah Richard tegas serta cepat karena tak ingin sesuatu yang buruk terjadi begitu saja. Dia melangkah menaiki anak tangga menuju rooftop tempat Jenni mencoba bunuh diri sebelumnya sebab merasa khawatir gadis itu akan kembali melakukan tindakan bodoh.

Dia berhenti dengan napas yang terengah-engah Richard ketika tiba di tempat itu. Namun, betapa terkejutnya pria tersebut di saat melihat Jenni sudah berdiri di tepian atap tersebut seperti bersiap akan bunuh diri.

 "Yak! Apa yang kau lakukan? Apa kau gila, hah?" Dengan raut wajah khawatir serta irama jantung yang berdegup kencang tanpa memikirkan hal lain selain menyelamatkan gadis di seberang, dia segera berlari sekuat tenaga karena khawatir. Kedua tangan Richard seketika melingkar memeluk kaki Jenni dari belakang dan langsung menariknya turun. 

Akan tetapi, tubuh gemuk Jenni tak mampu untuk ditahan oleh kekuatan pria itu. Mereka pun sama-sama terjatuh ke lantai dengan posisi Richard yang langsung tertimpa beban berat dari tubuh gadis tersebut. "Ukhuk." Dia terbatuk karena sakit di dada akibat hantaman keras wanita di atasnya.

Rasanya seperti terhantam buldoser secara tiba-tiba, hingga membuat Richard hanya bisa meringis kesakitan. "Me–nying–kir–lah! Tu–buh–mu be–rat." Dengan susah payah pria tersebut berbicara karena tubuh Jenni memanglah sangat berat.

Jessi hanya bisa mencebikkan bibir menatap Richard di bawahnya dan beranjak dari posisi sambil menepuk rok yang kotor. "Salah siapa kau datang langsung menarikku!" 

Setelah Jessi bangkit dari posisinya, Richard pun berdiri sambil menepuk dadanya yang seperti kehilangan pasokan oksigen. Sesaat kemudian, jari pria tersebut mendaratkan sebuah sentilan di dahi lebar berjerawat gadis di depannya akibat kesal dengan tingkahnya yang tak pernah berpikir panjang.

"Kalau aku tak menarikmu, kau pasti akan terjun lagi ke bawah! Kau pikir dirimu itu kucing yang punya sembilan nyawa! Bagaimana kalau kau mati?" Richard mendengus kesal melihat tingkah gadis di depannya yang kini selalu menjawab perkataannya tanpa merasa bersalah. Namun, hal itu lebih baik daripada dahulu, sosok pemalu yang hanya bisa mengucapkan kata maaf sambil menundukkan kepala. 

"Cih, kau terlalu banyak menonton drama. Lihatlah! Dengan lemak babi sebanyak ini, kau pikir aku akan mati hanya karena jatuh ke bawah?" Jessi memperlihatkan lipatan lemak di perutnya yang berlapis-lapis dengan wajah kesal. "Bodoh! Paling tubuhku hanya akan terpental beberapa kali di atas rumput itu."

Jawaban Jessi sukses membuat pria di depannya kesal hingga membelalakkan mata. "Menyebalkan! Ayo pulang!" Richard lantas menarik tangan gadis tersebut agar segera meninggalkan atap, berdebat dengannya tak akan ada habisnya kalau dilayani terus menerus.

Padahal baru hari ini mereka bisa mengobrol layaknya manusia. Biasanya hanya pria tersebut yang berbicara, tetapi Jenni selalu terdiam layaknya patung bernyawa. Namun, kini gadis itu bisa berbicara lebih mengerikan daripada Annabelle dan Chuky.

Sementara itu, Jenni yang hanya berupa jiwa tersenyum kecil melihat kelakuan keduanya. Dia tidak menyangka jika hanya dalam waktu sekejap Jessi bisa mendapatkan teman, berbeda dengan dirinya selama tujuh belas tahun ini sendirian. Gadis tersebut lantas mengikuti keduanya meninggalkan atap dan selalu mengekori ke mana pun tubuhnya pergi. 

Jessi diantar pulang oleh Richard menggunakan mobilnya, sesekali pria tersebut menatap heran gadis di sampingnya yang terlihat tidak memiliki urat malu, sambil fokus pada jalan di depannya. Dia terlihat begitu berbeda dari sebelumnya. Apa ini efek samping amnesia? batinnya.

"Apa lihat-lihat? Mau aku colok matamu?" Sorot mata gadis itu terlihat begitu tajam, hingga membuat pria di sampingnya menelan ludahnya sendiri dengan susah payah. 

"Ekhem." Sejenak pria itu berdehem untuk menetralkan kembali perasaannya, sambil kembali fokus mengemudikan mobil. "Kau yakin tidak ingin ke rumah sakit?" 

"Tidak. Bukannya sembuh aku malah bisa mati di sana nanti?" Jessi membuang muka, menatap ke arah luar kaca mobil. Hiruk pikuk keramaian kota membuatnya rindu akan tempat tinggalnya yang jauh di sana. Padahal belum genap satu hari dia berada di tubuh barunya, tetapi malah mulai merindukan ocehan sang ibu setiap pulang dari kampus.

Wanita tersebut menghirup oksigen dalam-dalam untuk menenangkan jiwanya. Rasanya masih sulit dipercaya dia bisa berada di situasi yang sangat mustahil dijabarkan secara logika. Hanya ada jalan buntu di setiap riset otak jeniusnya. Jessi hanya bisa pasrah berada di tubuh gemuk Jenni.

"Apa kau juga akan bunuh diri jika aku bawa ke rumah sakit?"  Suara Richard seketika membuat Jessi tersadar dari lamunannya di awang-awang.

Gadis itu langsung menatap tajam ke arah Richard sambil memicingkan mata, entah mengapa dia paling benci pria cerewet seperti lelaki di sampingnya itu. "Kau ini sungguh bodoh atau pura-pura bodoh sih? Jelas kau tahu aku ini miskin dan tidak punya uang. Bayangkan jika kau membawaku ke rumah sakit, lalu tidak mampu membayar administrasinya? Kau pikir mereka akan menyuruhku mencuci piring untuk mengganti biaya kesehatan itu? Mikir dong!"

Gadis tersebut berceloteh panjang lebar sambil mendengus kesal layaknya kereta uap di kepala dengan segala alasannya, sehingga membuat suasana di dalam mobil yang awalnya sepi, menjadi sangat ramai mengalahkan siaran radio karenanya.

"Cih, amnesia membuatmu menjadi gadis menyebalkan!" Richard berdecih, kemudian mengalihkan pandangannya sejenak, pria tersebut tersenyum kecil melihat perubahan Jenni yang lebih berani dalam berpendapat. Jika saja gadis ini  terus seperti itu ketika dirundung, mungkin dia tidak perlu khawatir hingga harus menjadi dokter penjaga di sekolahan hanya untuk mengawasinya.

Beberapa saat kemudian, mobil berhenti di depan disalah satu kediaman mewah, Jessi menatap lekat rumah tersebut, tetapi tak ada perasaan wah yang membiatnya terpesona dengan tempat itu. Tidak lebih mewah dari rumah mommy, batinnya.

"Inikah rumahku?" Setelah melihat kondisi rumah dari mobil. Dia bertanya terlebih dahulu kepada Richard, sambil melirik Jenni di kursi belakang. Gadis itu hanya mengangguk begitu pula dengan pria di sampingnya. 

"Ya sudah kalau begitu, aku pulang dulu. Terima kasih untuk tumpangannya." Tanpa menunggu jawaban pria di sampingnya, Jessi langsung turun dan melangkah meninggalkan kendaraan untuk masuk ke dalam kediaman, diikuti Jenni di sampingnya. 

Richard hanya bisa terdiam melihat tingkah gadis itu dengan senyum tipis di wajahnya yang manis. "Dasar gadis itu." Dia lantas kembali menyalakan mobil untuk bergerak pulang, setelah melihat Jenni sudah memasuki rumah karena tugasnya sudah selesai ketika melihatnya aman.

Sementara itu, Jessi mengedarkan pandangan ke segala penjuru untuk mengamati situasi di tempat itu. "Ini rumahmu? Kenapa sepi sekali." 

"Iya, apa rumah aslimu lebih besar dari ini? Aku mendengar kau bilang kediamanmu lebih mewah?" ujar Jenni. 

"Kau bisa mendengar batinku?" Sejenak Jessi menghentikan langkahnya karena terkejut mendengar pernyataan Jenni. Dia ingin memastikan bahwa telinganya tidak salah dengar dengan hal itu.

Namun, Jenni hanya mengangguk.

Benarkah? batin Jessi lagi.

Jenni kembali mengangguk, lalu menjelaskan apa yang dialaminya di mobil tadi . "Aku bisa mendengar suara batinmu, tapi tidak dengan orang lain."

"Baguslah, setidaknya aku tidak akan dikira orang gila karena berbicara sendirian." Jessi yang mengerti dengan maksud Jenni memilih untuk kembali melangkah memasuki kediaman. 

Langkah Jessi terlihat begitu santai karena tidak mengetahui hal apa yang sudah menanti kedatangannya, berbeda dengan Jenni yang sudah mulai bergetar. Jika saja dia berada di tubuh nya, sudah pasti gadis itu pucat pasi karena ketakutan.

"Apa yang kau tunggu?" Jessi menghentikan langkahnya untuk menoleh Jenni di belakang.

"Ti–tidak." 

"Apa kau takut masuk ke dalam rumahmu sendiri?" Gadis itu mengangguk, membuat Jessi menghela napas kasar. 

"Apa kau bodoh? Apa yang harus kau takutkan? Dirimu sekarang hanyalah sebuah jiwa tanpa raga, tidak ada satu orang pun yang melihatmu kecuali aku. Jadi, berhenti menakuti diri sendiri dan ayo masuk!" Jessi menggenggam tangan Jenni untuk pertama kali sambil melangkah membuka pintu utama rumah tersebut. "Seharusnya mereka yang takut padamu karena sekarang kau adalah setan." 

Jenni pun hanya bisa mengikuti langkah cepat Jessi. Ya mereka bisa saling bersentuhan, tetapi tidak untuk jiwanya kembali ke dalam tubuh. Tak ada yang tahu penyebabnya, sehingga keduanya hanya bisa mengikuti alur takdir terlebih dahulu. 

Baru tangan Jessi membuka pintu, suara teriakan seseorang dari dari dalam rumah sudah membuat mereka terkejut. 

"Bagus ya jam segini baru pulang! Kelayapan ke mana saja kamu?" Suara teriakan seorang wanita di belakang seketika membuat Jessi berjingkat karena terkejut mendengarnya.

To Be Continue...

Hello teman-teman, di sini aku memanggil jiwa Jessi di tubuh Jenni dengan panggilan Jessi ya.

Dan untuk orang lain tetap memanggilnya Jenni karena mereka melihat tubuh Jenni di sana.

Sementara untuk jiwa Jenni yang berkeliaran tetap akan dipanggil Jenni jadi jangan bingung.

Terpopuler

Comments

Hairani Siregar

Hairani Siregar

karna dah d siksa lahir bathin dari orok, bahkan dah jdi arwah gentayangan pun masih aja ketakutan. sedih iya, lucu jga iya.

2024-12-13

0

Sita Sit

Sita Sit

Richard ini siapa ,kok harus nyamar gitu

2024-11-05

0

Ds Phone

Ds Phone

itu setan yang sebenar

2025-01-09

0

lihat semua
Episodes
1 BAB 1 : Bencana
2 BAB 2 : Jiwa yang Tertukar
3 BAB 3 : Jessi dan Jenni
4 BAB 4 : Pulang
5 BAB 5 : Ju Min Ten Sang Ibu Tiri
6 BAB 6 : Membalas Su Man To
7 BAB 7: Rencana Hidup
8 BAB 8 : Sam Sul
9 BAB 9 : Perundung yang Dirundung
10 BAB 10: Kemenangan Je
11 Bab 11: Je Vs Bakul Sate
12 Bab 12: Tak Terima Kekalahan
13 Bab 13 : Preman Kalengan
14 Bab 14: Pergi Dari Rumah
15 Bab 15: Tempat Tinggal Baru
16 Bab 16: Bertaruh Nyawa
17 Bab 17 : Lary Zain
18 Bab 18: Waria
19 Bab 19: King–Queen
20 Bab 20: Taruhan Kesepakatan
21 Bab 21: Pertama Kali Kalah
22 Bab 22: Kecurangan Liam
23 Bab 23: Pembalasan
24 Bab 24: Sugar Baby
25 Bab 25 : Pria Gila
26 Bab 26: Mendapatkan Keadilan
27 Bab 27: Kecelakaan
28 Bab 28: Kecemburuan
29 Bab 29: Apa Dia Mati?
30 Bab 30: Liam Galau
31 Bab 31: Siapa Dia?
32 Bab 32: Liam Cemburu
33 Bab 33: Carilah Wanita Matang
34 Bab 34: Tak Sebodoh Itu
35 Bab 35: Kecurigaan
36 Bab 36: Menemukan Sesuatu
37 Bab 37: Iblis Kecil
38 Bab 38: Gadis Sialan
39 Bab 39: Beraksi Lagi
40 Bab 40: Siapa Je?
41 Bab 41: Bukan Hanya Sampah
42 Bab 42: Membasmi Hama
43 Bab 43: Tamu Tak Diundang
44 Bab 44: Bisa Kembali
45 Bab 45: Cacing Tanah
46 Bab 46: Pergi Sekarang
47 Bab 47: Tikus Kantor
48 Bab 48: Apa Kau Mengenalnya?
49 Bab 49: Deal
50 Bab 50: Wanita Iblis
51 Bab 51: Aku Pastikan Kau Menyesal!
52 Bab 52: Membuat Ricuh
53 Bab 53: Memberi Pelajaran Kecoa
54 Bab 54: Bekerja Sama
55 Bab 55: Meninggalkan Wasiat
56 Bab 56: Bukan Kucing Liar
57 Bab 57: Kau Mengenalnya?
58 Bab 58: Koma Setahun
59 Bab 59: Penghancuran Bukti
60 Bab 60: Tokoh Utama
61 Bab 61: Belum Selesai
62 Bab 62: Bergerak Sekarang
63 Bab 63: Menghabisi Sisa Lawan
64 Bab 64: Maaf
65 Bab 65: Berhak Bahagia
66 Bab 66: Wanita Sundal
67 Bab 67: Kau Milikku
68 Bab 68: Deal
69 Bab 69: Apa Maumu?
70 Bab 70: Kedatangan William
71 Bab 71: Situasi Menegangkan
72 Bab 72: Pertukaran Adil
73 Bab 73: Cinta Pertama dan Terakhir
74 Bab 74: Ketidakrelaan Seorang Ayah
75 Bab 75: Pernikahan
Episodes

Updated 75 Episodes

1
BAB 1 : Bencana
2
BAB 2 : Jiwa yang Tertukar
3
BAB 3 : Jessi dan Jenni
4
BAB 4 : Pulang
5
BAB 5 : Ju Min Ten Sang Ibu Tiri
6
BAB 6 : Membalas Su Man To
7
BAB 7: Rencana Hidup
8
BAB 8 : Sam Sul
9
BAB 9 : Perundung yang Dirundung
10
BAB 10: Kemenangan Je
11
Bab 11: Je Vs Bakul Sate
12
Bab 12: Tak Terima Kekalahan
13
Bab 13 : Preman Kalengan
14
Bab 14: Pergi Dari Rumah
15
Bab 15: Tempat Tinggal Baru
16
Bab 16: Bertaruh Nyawa
17
Bab 17 : Lary Zain
18
Bab 18: Waria
19
Bab 19: King–Queen
20
Bab 20: Taruhan Kesepakatan
21
Bab 21: Pertama Kali Kalah
22
Bab 22: Kecurangan Liam
23
Bab 23: Pembalasan
24
Bab 24: Sugar Baby
25
Bab 25 : Pria Gila
26
Bab 26: Mendapatkan Keadilan
27
Bab 27: Kecelakaan
28
Bab 28: Kecemburuan
29
Bab 29: Apa Dia Mati?
30
Bab 30: Liam Galau
31
Bab 31: Siapa Dia?
32
Bab 32: Liam Cemburu
33
Bab 33: Carilah Wanita Matang
34
Bab 34: Tak Sebodoh Itu
35
Bab 35: Kecurigaan
36
Bab 36: Menemukan Sesuatu
37
Bab 37: Iblis Kecil
38
Bab 38: Gadis Sialan
39
Bab 39: Beraksi Lagi
40
Bab 40: Siapa Je?
41
Bab 41: Bukan Hanya Sampah
42
Bab 42: Membasmi Hama
43
Bab 43: Tamu Tak Diundang
44
Bab 44: Bisa Kembali
45
Bab 45: Cacing Tanah
46
Bab 46: Pergi Sekarang
47
Bab 47: Tikus Kantor
48
Bab 48: Apa Kau Mengenalnya?
49
Bab 49: Deal
50
Bab 50: Wanita Iblis
51
Bab 51: Aku Pastikan Kau Menyesal!
52
Bab 52: Membuat Ricuh
53
Bab 53: Memberi Pelajaran Kecoa
54
Bab 54: Bekerja Sama
55
Bab 55: Meninggalkan Wasiat
56
Bab 56: Bukan Kucing Liar
57
Bab 57: Kau Mengenalnya?
58
Bab 58: Koma Setahun
59
Bab 59: Penghancuran Bukti
60
Bab 60: Tokoh Utama
61
Bab 61: Belum Selesai
62
Bab 62: Bergerak Sekarang
63
Bab 63: Menghabisi Sisa Lawan
64
Bab 64: Maaf
65
Bab 65: Berhak Bahagia
66
Bab 66: Wanita Sundal
67
Bab 67: Kau Milikku
68
Bab 68: Deal
69
Bab 69: Apa Maumu?
70
Bab 70: Kedatangan William
71
Bab 71: Situasi Menegangkan
72
Bab 72: Pertukaran Adil
73
Bab 73: Cinta Pertama dan Terakhir
74
Bab 74: Ketidakrelaan Seorang Ayah
75
Bab 75: Pernikahan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!