Diruang Poli Tifani terus memikirkan perkataan Suster Antonia. Kenapa, Rico bisa sebarkan hoax kalau ada perubahan aturan rumah sakit.
''Rico mulai sembarang, dipikir rumah sakit ini milik siapa?agar Dia bebas menyebarkan hoax.'' gumam Tifani.
Kepalanya digelengkan Tifani tidak habis pikir. Masih baik Bruce tidak langsung menyambarnya, kalau tidak bagaimana dengan titelnya?
Setelah hampir dua jam kegiatan pelayanan gratis di ruang poli. Tifani bergegas kembali ke ruangannya di rumah sakit utama.Di ruangan Tiffany, Bruce sedang menopang dagunya, sesekali menertawakan kebodohannya. Mengapa dia begitu lemah jika dia sudah bertemu Tifani? Sesekali Bruce menggertakkan giginya, mengingat Tifani kemarin tidak berada di rumah sakit.
"Kamu ada di mana? apa Ia kamu sekarang sudah bisa beli rumah sendiri?" batin Bruce.
Tangan Tifani meraih gagang pintu ruangannyanya, lalu Tifani melangkah masuk. Ketika dia melihat Bruce duduk dengan menopang dagu, Tifani tersenyum.
"Mau berangkat sekarang?'' tanya Tifani.
Bruce hanya diam, sorot matanya menatap dalam Tifani.
''Sayang?'' panggil Tiffany sekali lagi.
Namun, panggilan nya diabaikan Bruce. Tifani mulai memikirkan jurus ampuh yang biasa dirinya lakukan pada Bruce, ketika Bruce marah pada dirinya. Dengan segera Tifani membungkukkan badannya dan mencondongkan wajahnya didepan Bruce, saat Ia hendak mencium Bruce, ponselnya berdering lagi.Bruce melirik tas Tifani sambil tersenyum.
''Panggilan? diangkat dulu siapa tau penting.'' kata Bruce sambil melirik tas Tifani yang sejak tadi diletakkan di depan Bruce.
“Abaikan saja, telepon tidak penting.” Kata Tifani yang berjalan ke belakang untuk melepas jas putih dokternya.
Lalu, gantung kembali pada gantungan yang tersedia di ruang kerja Tifani.
"Hmmm." Bruce berdehem.
Tifani kembali dan duduk di kursi tepat di depan Bruce, dengan secangkir air mineral. Tifani langsung meminumnya, karena tenggorokannya yang kering. Tifani meletakkan lagi cangkir diatas meja. Matanya menatap wajah Bruce.
''Damn'it'' batin Bruce.Yang tidak ingin ditatap oleh Tifani.
Ponsel Tifani berdering berulang kali. Bruce menggelengkan kepalanya
"Siapa yang menelepon sehingga kamu tidak menjawab, hmm?" bentak Bruce. Dia bangkit dari kursinya dan berjalan menuju jendela.
''Itu panggilan iseng!'' sahut Tifani bohong.
''Panggilan iseng? sampai berulangkali?" sanggah Bruce.
Tifani terdiam, dia tidak bisa menjawab Pertanyaan Bruce lagi.Dengan perlahan Tifani mengambil ponsel miliknya yang berada didalam tas miliknya. Tifani menggeser layar ponselnya.
" Sial*an kenapa Rico menelpon?" batin Tifani, matanya melirik Bruce.
Lalu, dengan cepat ponselnya dinonaktifkan. Kemudian, ponselnya dimasukkan lagi ke dalam tasnya.
Bruce yang sejak tadi melihat Tifani, hanya menaikkan ujung bibirnya. Lalu. Bruce mulai mengalihkan pembicaraan.
"Kenapa tadi malam tidak pulang ke mansion?'' Bruce mulai bertanya.
Pria itu tidak bisa menahan amarahnya lagi. Memasukkan tangannya ke saku celananya, Bruce melangkah mondar-mandir diruang Tifani. Tifani memegang erat cangkir di tangannya, Tifani tidak bisa menjawab, dia tahu Bruce sedang marah saat ini. jika dibantah Bruce dapat melakukan hal-hal bodoh.
"Aku piket!” jawab Tifani dengan mata berkaca-kaca.
Tifani ingin menangis agar Bruce berhenti mengintimidasinya.
''Tidak? jangan berbohong!'' bentak Bruce.tanganya diangkat ke atas. Meminta Tifani tidak memotong pembicaraannya.
Mata Bruce mulai memerah. perlahan Bruce melangkah mendekati Tifani.Bruce menarik paksa Tifani agar berdiri dari kursi. Tifani segera berdiri dan meelepaskan cangkir diatas meja. Tifani mengikuti langkah Bruce dengan tangan yang dicengkeram begitu erat hingga pergelangan tangan Tifani memerah.
''Jangan berbohong semalam aku dirumah sakit ini sampai pukul 22:00. Kamu, mulai pandai berbohong? siapa yang mengajarkan hal itu kepada kamu?'' Tanya Bruce.
Bruce menghempaskan tubuh Tifani secara kasar hingga tidak ada sekat antara tubuh wanita itu, dengan dinding di belakang.Kedua tangan Bruce menyentuh dinding sebagai pengunci supaya Tifani tidak bisa kabur.
"Katakan!" bentak Bruce.
"Aku mohon, jangan disini kita pulang ke mansion sekarang." pinta Tifani dengan terisak.
Bruce menggelengkan kepalanya. "ambil tasmu! kita ke Mansion, sekarang!" perintah Bruce.Kembali menghempaskan tubuh Tifani hingga tersungkur di bawah meja.
Tifani berdiri, tangannya mengambil tasnya dan menenteng dibahu. Lalu, Tifani mengikuti langkah Bruce. Tifani dan Bruce keluar dari ruangan dan berjalan menuju parkiran mobil.
Ting Ting...
Bruce membuka pintu mobil, Lalu dengan cepat masuk kedalam mobil. Tifani masih berdiri diluar. Bruce yang kesal karena Tifani tidak masuk ke dalam mobilnya dengan cepat membunyikan klakson mobil.
Bebb bebb...
"Masih berdiam disitu? minta di tabrak?" teriak Bruce.
Tifani yang mendengar ancaman Bruce, segera membuka pintu mobil. Lalu, masuk ke dalam mobil. Tifani memilih duduk dikursi belakang. Bruce yang kesal dengan tingkah Tifani memukul stir dengan keras.
"Kenapa suka sekali memancing amarah ku?" teriak Bruce, "pindah didepan,kau pikir aku sopir pribadimu!" sambung Bruce tak kalah kesal.
Tifani segera pindah ke kursi depan. Tangannya memasang sabuk pengaman. Bruce segera menginjak pedal gas mobil. Pria itu melaju dengan kecepatan tinggi. Didalam mobil Tifani tidak berani menatap wajah Bruce. Tidak menunggu lama mobil Bruce tiba di Mansion.
Bruce segera keluar dari mobil, lalu berjaan k arah pintu Tifani. Bruce membuka pintu mobil Tifani. Dengan kasar Bruce menarik keluar Tifani dari dalam mobil. Security yang berjaga didepan pintu masuk hanya ddiam dan menunduk.
''Pelan, tanganku sakit kalau ditarik kasar seperti itu.'' rintih Tifani.
Bruce tidak mendengarkan ucapan Tifani, Ia terus menarik tangan Tifani dengan kasar. Setelah sampai didepan pintu kamar, Bruce membuka pintu kamarnya dengan kasar, Lalu kembali menutup pintu. Setelah didalam kamar Bruce menghempaskan Tubuh Tifani dengan kasar diatas ranjang.
Tifani ketakutan dia bangun dan duduk membungkuk ,wajahnya ditutupi kedua lututnya, air matanya terus mengalir.
Tifani ketakutan Ia bangun dan duduk dengan memeluk kedua lututnya, sembari menyenderkan tubuhnya di headboard ranjang, Tifani menutup wajahnya dikedua lututnya dengan terisak.
Bruce segera melepas baju yang Ia kenakan hanya menyisakan Boxer miliknya yang melekat ditubuhnya, den gan memamerkan dada bidangnya Bruce seghera naik keatas ranjang.Bruce menarik tangan Tifani agar melepas kedua lututnya.
''Katakan, semalam kamu nginap dimana?'' tanya Bruce dengan wajah dinginnya.
Tifani masih diam, hanya air matanya yang jatuh membasahi pipinya.
''Katakan! kau tidak ingin aku berlaku kasar'kan? atau kau ingin melihat sifat kasarku yang sebenarnya?" bentak Bruce lagi.
Mendengar ancaman Bruce, Tifani menatap Bruce dengan berderrai air mata.
''Aku...'' belum selesai menjawab Bruce memotong pembicaraannya.
''sekarang jadi wanita malam? uang yang aku kasih kurang?" Bruce mencekik leher Tifani ditariknya hingga Tifani susah untuk benapas.
Tifani hanya menggeleng, tangannya menunjuk dilehernya, meminta Bruce melepas cekikannya.
''Sa...kit.'' ucap Tifani terbata-bata.
''Kamu tidak bisa dihalusin.'' ujar Bruce dengan melepas cekikan dari leher Tifani.
Bruce beranjak turun dari tempat tidur, Ditariknya laci nakasnya. Bruce mengeluarkan pistol dan meletakkan diatas nakas.
''Katakan dengan jujur, semalam kau ke mana!" tanya Bruce sekali lagi.
Tifani masih tetap menutup mulutnya. Dengan emosi yang sudah tidak tertahan lagi Bruce menarik baju Tifani hinnga sobek. Bruce melepas dengan kasar baju yang dikenakan oleh Tifani. Saat ini tubuh bagian atas Tifani hanya tersisa Br*a yang menempel dikedua gunung kenyalnya.
Betapa terkejutnya Bruce, ketika melihat bagian dada Tifani penuh dengan tanda merah. Bruce menjatuhkan tubuh Tifani diatas ranjang. Tanpa Ia sadar air matanya jatuh dari sudut netranya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 168 Episodes
Comments
lee
brucekan orang kaya,kenapa tifani masih mau selingkuh.....
2023-07-02
1
adrian
goyangan bruce kurang makanya tifani cari yg lebih enjoy
2022-07-13
2
Alvares
Bruce gaya lambat....
2022-03-13
3