Akhirnya kita sampai di loket.
Akibat dari ngebutnya motor si cowok pena, rambutku jadi acak-acakan tidak karuan.
Setelah mematikan motor, kita turun. Dia menoleh ke arahku dan tertawa.
Aku merasa sedikit kesal melihat tingkahnya tapi juga terpesona melihat ia tertawa. Terlihat manis menurutku.
"Rambut kamu seperti singa," ujarnya sambil tertawa.
"Sudah ah! Jangan diketawain gitu, malu tau, dilihat banyak orang!" jawabku dengan nada marah dan jengkel.
"Abisnya kamu jadi lucu, ha..ha..ha..!" tertawanya makin keras.
Aku diam dan berjalan cepat menjauhinya. Ia sadar dan langsung mengejarku.
"Hei Zanu! Maaf, aku gak bermaksud begitu," teriaknya.
"Sudahlah! Aku mau pulang! Thanks sudah mau mengantarkan aku!" jawabku dengan ketus tanpa menoleh sedikitpun.
"Ayolah Zanu, aku kan sudah minta maaf,"
Terlihat raut wajahnya yang memelas.
"Iyaa, aku sudah maafin. Sekarang biarkan aku pulang,"
Ia masih membuntutiku dari belakang, lalu berhenti tepat kehadapanku.
"Zanu, tidak baik caranya seperti itu. Aku sudah minta maaf dan aku gak bisa dicuekin seperti ini," ujarnya dengan nada lembut.
~*Kenapa jadi begini suasananya? Akunya juga sih, s**eharusnya bersyukur ia sudah mau mengantarkanku ke loket ini*.~
"Iya Ketua, maafin aku," ujarku lembut.
"Jangan panggil aku Ketua lagi. Panggil Kakak atau Abang yang menurutmu suka atau nyaman,"
"Hmmm.. Aku panggil Kakak saja ya,"
"Ya sudah, fix panggil aku Kakak. Ayo kita ke sana dulu, Bus nya masih nunggu penumpang," ujarnya sambil menunjuk ke warung kecil dekat Bus yang masih nangkring di loket.
"Oiya, gimana motornya Kak? Kenapa ditinggalin begitu saja, entar ilang," tanyaku.
"Aman itu, ini wilayah kekuasaanku, ha..ha..ha..," jawabnya dengan expresi wajah lucu.
"Ya elah, kalau sampai hilang, entar nangis. Gak bisa pulang, ha..ha..ha..," ledekku.
"Tidak akan ada yang berani mengambil motorku. Percaya deh, gak usah kamu pikirkan itu, ayo,"
"Oke, aku percaya,"
"Nah gitu dong. Buktinya kamu aku antar ke sini dengan aman kan, gak aku apa-apain. Jadi kamu percaya saja dengan ucapanku,"
Aku hanya diam saja. Aku dan dia masuk kedalam warung. Dan kita memilih duduk saling berhadapan.
"Eh Bos! Tumben main ke sini. Mau pesan apa nih Bos?" ucap si pemilik warung.
"Iya Pak, bagaimana kabarnya? Sehat kan? Ini lagi antar teman Pak. Kita pesan teh es saja, dua," jawabnya.
"Oke Bos!"
~Sepertinya si Bapak yang punya warung tau tentang Kakak ini. Hmmm.. Sekarang dah mulai deh aku panggil Kakak, biasanya cowok pena, hi..hi..hi..~
"Zanu, kenapa kamu senyum-senyum sendiri? Ada yang lucukah?" tanyanya yang bikin aku kaget.
"Eh, ngak Kak. Gak ada apa-apa. Oiya, Kakak kenal Bapak tadi dari mana?" tanyaku balik.
"Panjang kalau diceritakan. Singkatnya, saat warung-warung kecil ini mau di gusur Walikota, aku bersama-sama teman BEM seluruh kampus di kota ini demo besar-besaran. Kebetulan aku dipercayakan sebagai ketua dari semua Ketua BEM setiap universitas. Jadi, semua yang ada di loket ini, kenal sama aku. Makanya aku tadi bilang, motor aman. Aku hebat kan Zanu?" jawabnya panjang lebar dengan gaya cool.
"Hhmmm...,"
~Keren juga ni cowok, usia segini sudah banyak yang kenal.~
"Kok cuma hhmm..?" tanyanya penasaran.
"Hebat dari mananya? Kakak saja di kenal semua senior orangnya keras dan jutekan, mereka juga pada takut tuh," jawabku sekenanya dan bersikap cuek.
"Ya harus dong! Masa sebagai Ketua aku harus melow hello kitty. Lagian sama kamu, aku gak keras kan? Bearti masih ada sisi baiknya aku," ujarnya sambil melihatku dengan gaya sedikit menggoda.
"Apaan sih! Jangan lihat-lihat aku begitu!" jawabku ketus.
"Sepertinya kamu orangnya suka jutekan. Tidak bisa diajak becanda dan cuek. Kamu jadi jelek kalau begitu terus," ujarnya lagi dengan nada lembut.
~Duh! Perasaanku jadi meleleh. Kupikir yang ia katakan benar. Tapi anehnya aku merasa nyaman bersamanya walau lagi jutek.~
Terlihat Bapak yang punya warung membawa pesanan, berjalan menghampiri meja kita.
"Ini Bos minumannya,"
"Terima kasih Pak,"
"Sama-sama,"
Setelah meletakkan minuman, Bapaknya pergi.
Kuperhatikan Ketua ini memang orangnya baik walau banyak orang menilai ia seorang yang tegas dan keras. Menurutku ia juga sopan.
"Zanu, di minum teh esnya. Jangan kebanyakan mikir," ujarnya sambil menyedot minuman dengan pipet.
"Iya Kak," jawabku.
Kuperhatikan di luar warung sudah mulai kelihatan beberapa penumpang menaiki Bus walau belum banyak.
~Semoga aku gak telat dan kebagian Bus hari ini, biar gak kemalaman sampai rumah.~
"Zanu, selain teh es, kamu mau apa lagi? Aku belikan roti, mau? Tadi kamu sudah makan siang belum?" tanyanya tiba-tiba.
~Deg! Dia perhatian sekali. Oiya, aku lupa belum makan siang hari ini.~
"Gak usah Kak, aku bisa beli sendiri kok," tawarannya aku tolak.
"Gak apa-apa, sekalian aku mau beli sesuatu. Tunggu di sini, aku ke warung sebelah,"
"Okelah,"
Ia beranjak dari tempat duduk, menuju warung yang dimaksud.
~Ya Tuhan, kenapa aku bisa sedekat gini? Entah mengapa, pelan-pelan aku merasa menemukan sosok Abang dalam dirinya. Apakah dia reinkarnasinya Abang? Mengapa aku masih saja dihantui dengan Abang?~
Tidak lama kemudian, Ia datang sambil membawa roti.
"Ini Zanu rotinya, aku beli dua buat kamu. Dimakan sekarang, nanti kamu bisa sakit karena menahan lapar terlalu lama. Roti yang satu lagi, bisa kamu makan kalau seandainya Bus sampai malam," ujarnya langsung duduk didepanku. Ia menyodorkan roti kepadaku.
"Terima kasih Kak. Semoga saja aku bisa sampai rumah sebelum magrib,"
Aku langsung mengambil roti tersebut. Satunya buat kumakan sekarang dan satu lagi aku masukkan ke dalam tas.
Saat hendak menyuapkan roti kedalam mulut, tiba-tiba aku melihatnya menghidupkan pematik api untuk merokok.
"Kak, suka merokok ya? Gak baik lho buat kesehatan Kakak," ujarku spontan.
~Aduh! Kenapa tiba-tiba aku malah perhatian sama dia?~
"Eh iya. Kamu gak suka aku merokok? Aku matiin rokoknya," jawabnya sambil membuang rokok ke lantai.
"Maaf Kak, aku bukan bermaksud begitu," jawabku antara malu dan jadi merasa bersalah.
"Gak apa-apa Zanu. Itu cuma sebatang yang aku buang. Nanti yang dalam kotak ini aku berikan ke teman," jawabnya tenang dan tersenyum melihatku.
Rotiku sudah mulai habis dan air minum juga ikut habis. Terasa lega rasanya, perutku sudah terisi. Untungnya perutku tidak merasakan sakit.
"Yok Zanu, Bus kamu sudah mulai penuh. Bangkumu sudah aku pesankan tadi. Kamu duduk di dekat pintu masuk," ujarnya sambil berdiri.
"Oke Kak,"
Aku berjalan mengiringinya dari belakang. Kuperhatikan lagi, memang dia ini cowok keren, cakep dan ada wibawanya. Auranya itu dapat banget jadi idola kampus dan idola siapa saja, waduh..
Aku dipersilahkan masuk ke dalam Bus. Dan duduk di bangku dekat jendela.
"Oke Zanu, hati-hati selama dalam perjalanan. Kamu sudah aku titipkan sama sopir dan keneknya untuk dijaga. Kalau ada apa-apa di jalan, mereka segera memberitahukanku," ujarnya sambil berdiri tepat dipintu masuk Bus.
"Iya Kak, terima kasih ya sudah mau mengantarku ke sini dan membelikan minuman sama roti," jawabku.
"Ya sudah, aku pulang dulu," jawabnya hendak keluar pintu.
"Kak!" panggilku tiba-tiba ingat sesuatu.
"Ya Zanu?" dia menoleh.
"Nama Kakak siapa? Aku belum tau sampai sekarang," tanyaku.
"Bram!"
"Untuk nama lengkapku, kamu bisa lihat nanti di kampus. Dimana-mana kamu pasti akan ketemu namaku. Semua senior dan semua mahasiswa di kampus lain tau siapa aku, oke Zanu," jawabnya dengan percaya diri.
"Baiklah,"
"Bye Zanu,"
Aku melihatnya dari jendela saat dia melangkah pergi menuju ke motornya yang terparkir di tengah-tengah loket. Dan memang tidak hilang.
Kulihat ia melihatku dari jauh, sebelum motor itu melaju dan iapun tersenyum penuh arti.
Aku refleks memalingkan wajahku ke arah lain, seakan-akan aku takut ketahuan saat melihatnya dari jauh. Hatiku seketika berdebar.
Ah.. Hari ini aku merasa ceritaku nano-nano. Padahal hari ini baru pertama ospek. Tinggal tiga hari lagi bisa bebas ospek.
Bus melaju menuju ke tempat tinggalku. Semoga selamat sampai tujuan. Tak terasa aku tertidur.
BRAM! Nama itu mulai terukir dikepalaku.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments