Ospek hari pertama selesai.
Setelah pulang ospek, aku berjalan bersama teman-teman satu jurusan.
Kita semua memperkenalkan diri satu persatu, sambil menunggu Bus kampus di halte yang sudah disediakan.
Cuaca lagi panas, tapi karena banyaknya pohon yang rimbun, jadi terasa adem dan sejuk.
Aku bertanya kesalah satu teman perempuan. Namanya Prita.
"Prita, kamu ngekos?" tanyaku.
"Iya Zanu, di Pasar Baru," jawabnya.
"Wah, kebetulan. Kamu mau gak bantuin aku cariin kosan disekitar sana?" tanyaku lagi.
"Boleh, ditempatku banyak banget tempat kos-kosan. Kamu tinggal pilih mau tipe dan harga berapa. Ada juga yang sudah menyediakan kasur, lemari dan lainnya. Seperti kosan yang aku tempati sekarang," jawab Prita.
"Di kosan kamu ada yang kosong gak?"
"Sepertinya ada, lantai atas. Nanti kita tanyakan langsung ke Ibu kosnya. Kamu minat?"
"Oke. Kita barengan ke sana. Thanks ya Prita,"
"Sama-sama,"
Bus datang. Kita berebutan masuk dengan hati riang gembira. Sejenak ospek yang melelahkan hari ini kita lupakan. Bus melaju menuju Pasar Baru.
Pasar Baru sudah menyediakan halte khusus untuk mahasiswa.
Bagi yang tinggalnya melewati Pasar Baru, alternatif lain bisa menggunakan Bus umum dari kampus atau Angkot dari Pasar Baru.
Aku dan Prita bergegas turun. Kita berjalan kaki menuju kosannya Prita. Kebetulan, kosnya tidak terlalu jauh dari halte dan terletak di pinggir jalan.
Dari jauh sudah terlihat kos tersebut lumayan besar dan bagus. Terdiri dari dua lantai, ada taman dan garasi yang bisa muat sekitar 4 mobil. Bisa di tebak, kosan ini pasti harga sewanya mahal.
"Ayo, masuk. Tempatku di lantai bawah, bagian depan dekat ruang tamu," ujar Prita sambil membukakan pagar.
Aku mengikuti Prita dari belakang. Kuperhatikan satu persatu keadaan di sana. Semua terlihat rapi dan bersih. Sepertinya siapa saja yang tinggal di sini, di jamin bakalan betah.
Tiba-tiba muncul seorang Ibu paruh baya dari pintu garasi bagian dalam.
"Bi, sini Bi," panggil Prita.
"Ya Non?" jawab Ibu tersebut sambil bergegas jalan menuju Prita.
"Mami ada dirumahnya Bi? Ini teman Prita mau lihat kamar kos yang kosong di atas. Belum ada penghuninya kan Bi?" tanya Prita.
"Mami ada Non, lagi di dalam. Kamar atas belum ada orangnya Non," jawab Ibu dengan sopan.
"Oke Bi, terima kasih infonya. Kita langsung saja ketemu sama Mami di dalam,"
"Baik Non,"
Aku dan Prita langsung melangkahkan kaki menuju pintu samping. Saat masuk, aku melihat taman di dalam dan ada kolam renangnya. Wow!
~Apakah ini kosan anak Sultan?~
Dari kejauhan, aku melihat seorang Ibu paruh baya sedang menyiram bunga. Ibu tersebut berpakaian nyentrik tapi terlihat elegan.
Mungkin ini yang punya kos, pikirku.
Prita bergegas menghampirinya.
"Mami, lagi apa?" tanya Prita sambil mencium tangan Ibu tersebut.
"Eh, nak Prita. Udah selesai ospeknya.. Lagi nyiram bunga. Ini siapa Prita," tanya Mami tersebut langsung to the point.
"Ini temanku Mami, satu jurusan. Namanya Zanu. Kita baru kenalan hari ini. Zanu mau lihat kamar kos yang kosong Mi," jawab Prita.
"Zanu Tante, eh," aku menyodorkan tangan dan Mami menyambutnya.
"Jangan panggil Tante nak Zanu. Panggil Mami saja. Yuk kita langsung saja ke atas," ujar Mami sambil tersenyum ramah dan mempersilahkan kita ke lantai atas.
"Iya Mami," jawabku.
Mami berjalan duluan, aku dan Prita mengiringinya dari belakang. Kita naik tangga dan langsung menuju kamar yang kosong.
Mami membuka pintu dengan kunci yang sudah ada ditangannya.
Klek! Pintu terbuka.
Aku masuk ke dalam kamar. Kulihat kamarnya cukup luas seperti kamar hotel. Ada tempat tidur, lemari, meja kerja, meja kursi mungil, kulkas dan AC.
Ada kamar mandinya juga, beserta shower air dingin dan panas. Trus ada teras mungil di luar jendela yang berukuran besar sebagai sirkulasi udara. Bisa buat nongkrong atau sekedar baca-baca di temani angin yang sepoi-sepoi.
"Gimana nak Zanu, apa kamu berminat tinggal di sini?" tanya Mami sambil tersenyum.
"Kamarnya bagus banget dan lengkap Mami. Sepertinya saya bisa betah tinggal di sini. Berapa ya perbulannya Mi?" tanyaku balik.
"Semua kamar di sini lima ratus ribu perbulan. Sudah sekalian catering pagi, siang dan malam," penjelasan Mami.
Tahun 2000, sewa kosan dengan harga segitu sudah wow. Wajarlah harga sesuai kualitas yang didapatkan di tempat ini.
"Oke Mami. Nanti saya tanyakan ke orang tua di rumah. Kalau jadi, kemungkinan besok saya langsung tinggal di sini," jawabku.
"Baik, nanti Mami minta Bibi bersihin kamar ini. Untuk aturan di kos ini, nak Zanu bisa tanyakan sama Prita atau yang sudah lama tinggal di sini," ujar Mami.
"Baik Mami,"
"Yuk, kita ngobrol di bawah saja,"
Kita keluar kamar dan menuju ke lantai bawah. Kulihat Bibi sudah menyiapkan minuman dan cemilan di ruang tamu.
"Ayo di cicipi minuman sama cemilannya nak," ujar Mami mempersilahkan.
"Iya Mami..," jawabku barengan sama Prita.
Aku dan Prita duduk dan mengambil teko untuk dituangkan ke dalam gelas. Lalu kita minum dan mulai mengambil cemilan di atas meja.
"Maaf Mami, saya gak bisa lama-lama. Karena saya harus segera pulang, takutnya sampe rumah kemalaman," ujarku memulai obrolan.
"Nak Zanu tinggal di mana?" tanya Mami.
"Di Prn Mami. Perjalanan dari sini sekitar 2 jam kalau naik Bus, itu juga kalau gak macet di jalan," jawabku sambil menghabiskan minuman.
"Oo ya sudah. Nak Zanu segera pulang, ini mau sore. Salam buat orang tuanya ya.. Hati-hati di jalan," ujar Mami.
"Mari Mami. Terima kasih jamuannya,"
"Sama-sama,"
"Prita antar Zanu ke depan dulu Mami,"
Mami mengangguk. Aku dan Prita berjalan melalui pintu samping tadi, dekat taman dan kolam renang.
Sesampainya di depan, aku dan Prita berpelukan.
"Terima kasih Prita sudah bantuin Aku. Untung ada kamu. Semoga saja orang tua setuju aku tinggal di sini," ujarku.
"Iya Zanu. Senang bisa membantu. Semoga kita bisa satu kost,"
"Aamiin. Oke, aku pulang dulu ya.."
"Bye,"
*******
Aku bergegas keluar pagar dan sedikit berjalan menapaki jalan besar. Mau menunggu Angkot atau Bus yang lewat.
Waktu sudah menunjukkan jam 3 sore. Aku tidak melihat Bus di sepanjang jalan. Ada juga 2 Angkot yang sudah terisi penuh.
Aku gelisah. Takutnya malam sampai rumah. Papa Mama bisa khawatir dengan keterlambatanku kali ini.
"Zanu!! Kamu lagi ngapain di sini?"
Kudengar suara memanggil yang cukup keras dari kejauhan. Saat aku berpaling mencari suara tersebut, betapa terkejutnya aku melihat sosok tersebut.
~OMG!! Cowok pena! Kenapa dia ada di sini? Aduh! gimana nih, kira-kira dia masih marah gak ya tentang tadi pagi.~
Aku kaget, gelisah dan masih diam. Rasa panik dan takut jadi campur aduk.
"Hei!! Ditanyain, kenapa kamu malah diam? Apa kamu lagi tersesat Zanu? Teman-teman kamu udah dari tadi pulang!" ujarnya lagi sambil mematikan motornya tepat didepanku.
Dia membuka helm. Terlihat tampangnya yang aduhai. Siapa saja yang melihat pasti akan terpesona, tapi karena dia ini rada sengak dan galak, mending menghindar deh.
Tapi, sorot matanya yang tajam itu lho! Bikin aku tidak bisa berkutik. Aku sendiri yang merasakannya atau semua perempuan ya..?
Pokoknya, dia ini laki banget!
"Hei!! Kamu masih idup? Kenapa lihat aku seperti itu?" ujarnya sedikit teriak.
Aku kaget! Perasaanku setiap ketemu ini orang, bawaannya kaget terus.
"Eh iya Ketua. Aku lagi menunggu Angkot sama Bus," jawabku sambil celingak celinguk melihat keadaan sekitar.
"Jam segini Bus sudah gak beroperasi lagi. Ada juga Angkot tapi gak banyak. Memangnya kamu tinggal di mana?" tanya dia lagi.
"Aku dari Prn," jawabku singkat.
"Wuihh! Itu jauh dari sini. Kamu naik Bus atau ada yang jemput?"
~Kuperhatikan, lama-lama kenapa dia jadi perhatian sama aku? Dan suaranya pun terasa makin merdu ditelingaku. Jadi ingat Abang.~
"Naik bus Ketua,"
"Kamu jangan panggil aku Ketua, ini bukan lagi di kampus. Panggil Kakak atau Abang. Sini! Aku antar kamu ke loket Bus Prn, aku tau tempatnya," ujarnya.
Aku diam. Bagaimana mungkin aku ikut dia, sedangkan aku baru kenal walau sudah beberapa kali bertemu.
Namanya juga aku belum tau. Mentang lah ya dia Ketua BEM, semua harus memanggilnya Ketua.
Sejenak otakku mikir.
~Kalau gak ikut dia, bisa kemalaman di jalan. Belum lagi macetnya. Aduh! Bisa-bisa Bus nya gak ada lagi mangkal di loket.~
"Sudah! Kamu jangan mikir yang negatif dulu. Kamu gak aku apa-apain kok, kamu bakal aman bersamaku. Taruhannya nama baikku di BEM dan nama kampus kita," ujarnya percaya diri dan tegas.
"Benar ya.. Kakak gak apa-apain aku! Nanti aku teriak atau loncat," aku sedikit mengancam.
"Aduh! Kamu kok jadi parno gitu. Apa kamu gak takut lecet, main loncat-loncat aja. Sudah! Kita jangan berdebat di sini, ntar kamu makin telat. Ayo naik!" ucapnya sambil menghidupkan motornya kembali.
Motor yang mirip seperti punya Vincent, motor yang bisa di bawa balapan. Hanya orang-orang tertentu yang bisa beli ini (kutipan kalimat yang pernah aku dengar dari Abang waktu itu).
Aku segera naik dan nyeess...!
Jantungku mulai deg-deg kan. Aku mulai merasakan perasaan yang sama saat di dekat Abang dulu. Perasaannya yang cuek tapi perhatian.
"Kamu pegangan ke pinggang atau bahuku? Karena aku mau ngebut, biar kamu cepat sampai. Percaya deh sama aku,"
"Gak! Aku belum terbiasa pegangan gitu. Biarin aja, aku bisa kok,"
"Ya sudah, kalau nanti merasa gamang, bisa pegang bahuku saja,"
"Baik,"
Aku naik ke motornya. Dan motor melaju sedikit kencang. Selama perjalanan kita hanya diam.
Mungkin sibuk dengan pikiran kita masing-masing.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments