Hari Minggu.
Aku mulai bersiap-siap memasukkan pakaian ke dalam koper. Tidak lupa buku-buku pelajaran untuk dipelajari nanti di kost baruku.
Papa sudah berpakaian rapi. Hari ini hanya Papa yang bisa mengantarkanku. Karena Mama ada undangan pernikahan anak sahabatnya yang tidak bisa dilewatkan. Dan hanya Zuri lah yang bisa menemani Mama.
"Oke Zanu, hati-hati selama bimbel dan di tempat kost ya nak, ingat nasehat Mama selama ini. Jaga diri kamu baik-baik," ujar Mama sambil memeluk dan mencium pipiku.
"Baik Ma, Zanu sebenarnya gak bisa jauhan begini," jawabku sedih dan mulai menangis.
"Sudah, kamu sudah besar. Dan mulai sekarang kamu harus belajar mandiri. Tidak bisa bermanja-manja lagi, fokus saja sama kuliahmu nanti. Uang jajannya Mama lebihkan biar gak kekurangan uang selama di sana,"
"Iya Ma, terima kasih. Zanu akan berusaha bisa mandiri dan gak cengeng. Dadah, Zanu pergi dulu ya Ma,"
Aku memeluk Mama dan salaman. Kulihat raut wajah Mama seperti berat melepaskanku. Padahal jarak rumah ke kota besar hanya membutuhkan waktu satu setengah jam. Jadi, kapan saja Papa dan Mama bisa ketempatku.
Papa menggangkat koper ke dalam bagasi mobil. Zuri sempat memelukku sejenak, kulihat ia mulai menangis melepaskan kepergianku.
********
Mobil melaju ke arah tujuan yaitu tempat dimana aku memulai kisah hidupku jauh dari orangtua, demi cita-cita dan harapan mereka.
Sesampainya di tempat kost, aku bertemu dengan teman-teman diluar daerah. Mereka juga mengikuti bimbel sepertiku. Tapi di kost juga ada kakak senior yang sedang kuliah, dimana posisi kampusnya tidak terlalu jauh dari kost.
Papa mengantarkanku kedalam kamar kost dan kemudian pergi sebentar untuk membeli nasi bungkus.
Sedangkan aku menyempatkan diri berkenalan dengan orang-orang yang ngekost di sana. Semuanya terlihat baik dan ramah.
Setengah jam kemudian, Papa datang dan memberikan aku nasi bungkus untuk makan siang.
"Zanu, ini nasinya. Papa sudah makan tadi di tempat, tinggal kamu yang belum makan. Papa langsung pulang ya nak, ini ada uang tambahan buat kamu. Jangan keluyuran malam-malam, habis bimbel langsung pulang. Di sebelah kost ini ada restorant, kamu beli makanan di sana saja, oke Zanu?" penjelasan Papa.
"Baik Pa. Tiap sabtu jemput Zanu ya Pa," jawabku dengan perasaan sedikit sedih.
"Iya, nanti Papa jemput. Kamu harus bisa jaga diri sendiri, jangan cengeng,"
"Baik Pa,"
Aku memeluk Papa dan menyalaminya. Dengan sedikit berat hati Papa keluar dari kost lalu ia pulang. Tinggallah aku sendirian di kost ini.
********
Besoknya bimbel dimulai. Karena membludaknya jumlah peserta bimbel, maka dibagilah masing-masing per kelompok dengan jadwal dan waktu yang berbeda. Kecuali waktu malam.
Aku mendapatkan teman yang berbeda-beda disetiap harinya. Karena tidak menentunya jadwal, maka pertemanan saat bimbel hanyalah sekedar say hello saja.
Hari berganti hari, akhirnya yang kutunggu-tunggu datang juga. Hari sabtu Papa menjemputku dan membawaku pulang ke rumah. Senang rasanya bisa bertemu Papa kembali dan berkumpul dengan keluarga.
"Zanu, sini biar Papa yang bawa barang. Oiya, bagaimana bimbelnya? Ada kesulitan?" tanya Papa sambil membawa ranselku keluar dari kost.
"Alhamdulillah lancar Pa, hanya sedikit masalah tentang pergantian jadwal yang berubah-ubah. Kadang Zanu dan yang lainnya telat karena lokasi belajarnya jauh," jawabku sambil menyusul dibelakang Papa dan menuju ke mobil.
Papa menghidupkan mesin mobil dan menyetir menuju kerumah. Entah mengapa, selama perjalanan pulang, Papa lebih banyak diam. Seperti ada sesuatu yang ia sembunyikan.
********
"Pa, Mama sama Zuri kenapa gak ikut jemput?" tanyaku.
"Mama dan Zuri ada keperluan. Nanti kita menyusul mereka ke sana," jawab Papa, seperti berhati-hati saat menjawab pertanyaanku.
"Menyusul kemana ya Pa?" tanyaku penasaran.
"Hhmmm..., begini Zuri, ada berita buruk. Kamu jangan kaget ya nak," jawab Papa.
"Memangnya ada apa?"
"Angga meninggal. Dia kecelakaan kemaren jum'at siang saat menuju ke kota M," jawab Papa pelan.
Prakk!!
Aku sangat kaget mendengar ucapan Papa. Seakan tidak percaya dengan informasi Papa barusan, rasanya baru kemaren ini aku bertemu dengan Abang. Dan memang terakhir bertemu aku merasakan ada yang aneh dengan sikapnya.
~Apakah itu pertanda ?~
Tidak terasa air mataku menetes.
"Mau ngapain dia ke kota M Pa?" tanyaku sambil menahan isak tangis.
"Dia mau melamar pacarnya Zanu, keluarganya dari kampung menyusul besoknya ke kota M. Tapi takdir berkata lain," jawab Papa.
~Aku diam. Sebegitu cepat kah kamu pergi Bang? Baru saja aku merasakan cinta itu.~
Tapi yang pasti, orang yang lebih merasakan kesedihan itu adalah orang tua dan calon istrinya. Tidak terbayangkan bagaimana rasanya kehilangan orang yang dicintai. Sedangkan aku hanyalah salah satu orang yang pernah dekat dengan Abang.
Tiba-tiba aku teringat sapu tangan yang pernah diberikan Abang waktu itu dan lupa mengembalikannya.
~Aduh! Kenapa bisa lupa ya.~
"Zanu, kenapa diam saja nak?"
"Tidak ada apa-apa Pa. Zanu cuma ingat sapu tangannya Abang lupa dikembalikan," jawabku.
"Kamu simpan saja Zanu buat kenang-kenangan,"
"Iya Pa,"
Satu jam kemudian, mobil Papa langsung menuju ke pemakaman umum. Yang berada tidak terlalu jauh dari rumah kontrakan Abang. Di sana sudah terlihat banyak orang yang melayat.
Aku dan Papa turun dari mobil. Sudah terlihat Mama dan Zuri dari kejauhan, kita berjalan menyusul dari belakang.
Di sana aku melihat calon istrinya Abang yang terlihat kuyu dan lesu. Matanya sudah sembab akibat menangis seharian. Begitu juga orang tua Abang beserta keluarganya yang jauh-jauh ke sini hanya untuk menghadiri pemakaman terakhirnya. Yang seharusnya mereka menghadiri pertunangan anaknya.
Semua yang hadir, khusuk membaca do'a dan kemudian disusul menabur bunga di atas pusara Abang. Nyess! Aku merasakan sedih di hati.
~Abang, kenapa tiba-tiba kamu sudah gak ada? Aku akan selalu mengingat ucapanmu - Ikuti kata hatimu Zanu -. Semoga aku bisa lulus ya Bang dan bisa menjadi pengacara yang hebat suatu saat nanti.~
"Zanu, kenapa malah merenung. Gak boleh merenung di sini, ayo kita pulang," ujar Mama menggagetkanku.
"Eh iya, baik Ma,"
Aku dan keluargaku beranjak dari sana. Kita keluar dari pemakaman umum, Papa Mama menghampiri orang tua Abang. Untuk mengucapkan belangsungkawa dan sekalian mau pamit pulang.
"Dek, Dek, kamu yang namanya Zanu kan?" teriak seseorang dari kejauhan.
"Eh Iya, saya Zanu. Ada apa ya?" jawabku sambil membalikkan badan ke arah belakang.
"Saya teman satu kontrakannya Angga. Sebelum dia meninggal, sempat menitipkan surat ini ke saya buat Dek Zanu. Diterima ya," jawabnya sambil menyodorkan amplop berwarna pink.
"Terima kasih ya suratnya,"
"Sama-sama,"
Temannya Abang langsung pergi.
Aku melihat surat yang berada ditanganku. Kenapa sempat-sempatnya ya Abang bikin surat untukku? Aku penasaran dengan isinya.
"Ayo Zanu, cepat jalannya. Papa sudah di mobil tuh sama Zuri," ajak Mama.
"Baik Ma,"
Kita pulang. Sesampainya di rumah, aku langsung menuju ke kamar di lantai atas. Aku tidak menggubris lagi barang-barang yang aku bawa dari kost. Dengan tergesa-gesa aku membuka amplop berisi surat dari Abang. Dan isinya,
-Zanu, apa kabar? Semoga kamu sehat selalu ya. Zanu, surat ini Abang titipkan ke teman Abang yang bisa dipercaya. Saat kamu baca surat ini, mungkin Abang sudah di kota M. Abang mau melamar pacar Abang bersama keluarga dari kampung -.
- Zanu, Abang mau mengakui kalau Abang suka sama kamu, sejak pertama kali kita bertemu. Abang sebenarnya ingin mendekatimu, tapi dari ceritamu itu Abang mundur. Karena kamu lebih memikirkan untuk melanjutkan kuliah dari pada hal yang lainnya. Termasuk belum mau memikirkan laki-laki atau pacaran, bahkan menikah -.
- Zanu, Abang sudah menemukan perempuan lain dan ingin menikahinya. Do'akan ini yang terakhir dan bisa langgeng -.
- Maaf ya, mungkin isi surat ini mengganggu pikiran kamu. Kenapa Abang mengungkapkannya sekarang dan melalui surat, karena Abang tidak mau menyimpan perasaan ini dengan diam -.
- Sekarang anggap saja kita seperti kakak adek kedepannya. Abang do'akan semoga kamu dapat mencapai cita-cita itu dan mendapatkan pasangan hidup yang sayang serta mencintai kamu sepenuh hati. Sudah dulu ya Zanu. Bye -.
Tidak terasa air mataku menetes. Kulipat surat pemberian Abang dan kuselipkan didiary biruku.
~Abang, selamat jalan. Semoga amal dan ibadahnya di terima Allah SWT. Dan terima kasih sudah mau mendengar curhatku walau hanya dalam waktu yang singkat.~
~Good bye Abang.~
Hikss...
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
Isfha Hariyani Isfha Hariyani
kok abang meninggal si.lanjut
2022-05-30
2