Selasa siang.
Senin depan mulai masuk bimbel. Papa sudah mendaftarkanku dan juga sudah mendapatkan kost yang tidak terlalu jauh dari lokasi bimbel.
Hampir setiap hari aku belajar, membahas soal-soal Sekolah dan membahas soal untuk persiapan masuk perguruan tinggi.
Aku sudah siapkan pakaian dan peralatan lainnya yang nanti akan digunakan di tempat kost.
"Zanu, sekalian Mama minta tolong nanti seterika baju kantor Papa, hari ini Mama izin pulang cuma sebentar," ujar Mama.
"Baik Ma,"
"Mama balik lagi ke kantor ya, ingatkan Zuri makan siang dan jangan lupa sholat,"
Mama bergegas pergi ke kantor. Aku langsung ambil pakaian Papa dan Mama buat di seterika. Termasuk pakaianku.
Semua pakaian yang belum diseterika, kubawa ke ruang keluarga dan di tumpuk jadi satu dalam keranjang. Saat aku mulai menyeterika, tiba-tiba di depan ada yang mengetuk pintu.
"Assalammu'alaikum..,"
"Waa'alaikum salam,"
Aku buka pintu depan, ternyata itu Abang.
~*K**enapa sih dia sering ke sini? Mana Papa Mama tidak ada di rumah* lagi. Duh!~
"Zanu, apa kabar ?" sapanya di depan pintu.
"Baik Bang. Tumben jam siang ke sini, bukannya kerja? Ngobrolnya di luar saja Bang, Papa Mama lagi gak ada," jawabku.
Pintu depan aku tutup dan duduk di kursi luar. Diikuti juga sama Abang.
Kulihat mimik wajahnya cukup serius. Sepertinya ada yang mau dia bicarakan.
"Zanu, kapan kamu daftar kuliah? Ambil jurusan apa?" tanya Abang.
"Belum mendaftar Bang. Aku bimbel dulu sekitar satu bulan, setelah itu baru buka pendaftaran UMPTN nya. Ya, tetap kedokteran itulah Bang," jawabku.
"Menurut Abang kamu ambil saja jurusan hukum, kalau itu memang minat kamu. Ikuti saja kata hati. Kamu bisa jelaskan baik-baik ke Bibi tentang ini. Abang yakin bisa jadi bahan pertimbangan buat Bibi,"
"Iya Bang, nanti aku cobalah..,"
Suasana hening sejenak. Kulihat sepertinya Abang sedikit gelisah.
"Ada apa sih Bang? Tumben lho siang-siang begini ke rumah? Ada sesuatukah?" tanyaku penasaran.
"Eh, iya Zanu. Abang mau menikah," jawabnya sedikit lesu.
Deg! Aku spontan kaget.
~Bukannya kemaren dia bilang masih mau menikmati masa muda dulu. Secepat itukah ?~
"Kok bisa Bang?" tanyaku lagi.
"Kamu masih ingat kan sama pacar yang Abang bawa kemaren? Dia mau dijodohkan, kalau Abang gak segera menikahinya. Sedangkan Abang baru saja ditugaskan," jawabnya.
"Kalau Abang sayang dia, ya dinikahkan saja Bang. Toh Abang juga sudah kerja, apa lagi yang di tunggu?" tanyaku.
"Bukan begitu Zanu. Tapi.., ah sudahlah...,"
"Trus nanti kalau jadi, nikahnya di mana Bang?"
"Di tempat dia tinggal Zanu, kota M,"
"Ooo.. Jauh juga ya,"
Dia diam sejenak dan begitu pula denganku.
~Aku bingung, perasaanku harus seperti apa? Sedih atau senang?~
"Ya sudahlah Zanu, Abang kerja dulu. Jam istirahat sebentar lagi habis. Jangan lupa kamu yang rajin belajar dan bimbelnya ya, kamu harus lulus," Dia bersiap-siap ingin pergi.
"Oke, semoga lancar urusan Abang,"
"Aamiin,"
Abang jalan kaki keluar gang, mungkin menunggu jemputan temannya.
Aku masih duduk di kursi dan berpikir sejenak.
~Kenapa dia harus ke sini untuk memberitahu aku ya? Apa dia mau minta pendapatku?~
Aku melanjutkan kembali menyeterika. Sebentar lagi Papa dan Mama pulang ke rumah. Jadi, seterikaan harus cepat selesai.
*******
Papa dan Mama pulang. Kulihat Papa mengeluarkan karung dari dalam mobil. Ternyata ada durian di dalamnya, hasil kebun teman Papa.
Setelah makan malam, kita lanjut makan durian sambil mengobrol.
Aku ingat pembicaraan tadi siang bersama Abang. Tentang jurusan yang aku inginkan. Tidak ada salahnya aku mengemukakan pendapat ke Mama dan Papa.
"Ma, Zanu mau ambil jurusan Hukum saja ya. Zanu gak mau masuk kedokteran, lagi pula Zanu yakin gak akan bisa lolos," terasa jantungku berdebar-debar menunggu respon Mama.
"Lha? Gak ada salahnya mencoba Zanu. Mama yakin Zanu bisa lolos. Zanu kan nanti bimbel, terus di tambah belajar, InsyaAllah bisa," Mama bersekukuh dengan pendapatnya dan berusaha meyakinkanku terus menerus.
"Tapi Ma, Zanu gak mau. Zanu cuma minat jurusan Hukum," ucapku tegas.
"Zanu, benar apa yang Mama kamu bilang, tidak ada salahnya mencoba," Papa ikut membela Mama.
"Gak Pa, Zanu tetap ambil Hukum. PMDK gak di ambil karena alasan jauh. Zanu bisa terima alasan tersebut, tapi untuk jurusan, biarlah Zanu memilih sendiri," jawabku sedikit memaksa.
"Yah, terserah kamu saja Zanu. Semoga Zuri yang nanti bisa mewujudkan impian Mama," ujar Mama dengan nada kecewa.
"Yes! Terima kasih Ma," Aku senang mendengarnya dan kudaratkan ciuman di pipi Mama.
Akhirnya, semoga impianku menjadi pengacara bisa terwujud.
"Oiya Ma, tadi Abang ke sini. Katanya dia mau menikah," Aku mencoba mencairkan suasana, takut Mama berubah pikiran.
"Hah! Beneran? Cepat sekali ya?" Mama kaget mendengar ucapanku.
"Iya beneran Ma. Mungkin dalam waktu dekat ini,"
"Kita tunggu saja undangannya. Kalau bisa kita sekeluarga hadir,"
"Semoga,"
Durian masih tersisa beberapa buah lagi. Setiap musim durian, Papa selalu membeli durian buat Mama. Karena Papa tau, Mama doyan sekali dengan durian.
"Ma, ada cowok yang lagi mendekati Zuri. Boleh pacaran gak Ma?" tanya Zuri tiba-tiba nyeletuk.
"Kamu masih kecil, Sekolah dulu. Kakakmu saja belum mau pacaran. Nanti kalau sudah kuliah atau kerja ya silahkan. Tapi pacarannya jangan sembunyi-sembunyi dari kita," jawab Mama sambil makan durian yang entah keberapa lagi.
"Ah Mama, ini kan bukan pacaran serius-serius. Seperti berteman gitu Ma," Zuri mulai protes.
"Zuri, walau kamu anggap teman, cowoknya tuh butuh kepastian. Buat mereka antara teman dan pacaran itu beda cara perlakuannya," aku menimpali ucapan Zuri.
"Udah..udah..! Kamu jangan mikir pacaran dulu Zuri. Fokus belajar! Papa tidak mau anak-anak jadi tidak benar. Papa sama Mama lelah kerja seharian, mencari uang cuma buat Sekolah kalian dan kebutuhan keluarga kita," jawab Papa tegas.
"Baik Pa," jawab Zuri sambil menunduk.
Zuri tiba-tiba beranjak dari tempat duduknya dan langsung menuju ke lantai atas. Sepertinya dia kecewa dengan ucapan Papa.
Aku mau menyusul Zuri ke atas, tapi langsung dicegah Mama.
"Sudah Zanu, biarkan saja adikmu berpikir sejenak. Kamu bantu Mama beresin kulit durian ini dulu, hati-hati kulitnya tajam," ujar Mama.
"Oke Ma,"
Aku mulai mengumpulkan kulit durian dan bijinya satu persatu. Lalu dimasukkan dalam karung dan aku seret ke belakang, biar besok tugas Papa buang ke tempat sampah.
Setelah selesai, aku langsung ke lantai atas. Kulihat Zuri lagi rebahan dengan raut muka sedih.
"Zuri, kamu jangan sedih. Yang dikatakan Papa sama Mama itu benar. Kakak dulu juga sempat pacaran, tapi gak berapa lama Kakak mundur. Karena pacaran itu bisa membuat waktu dan pikiran kita jadi terbagi-terbagi," ujarku.
"Iya Kak, Zuri tau itu. Tapi, pengen rasanya ada orang yang perhatian sama Zuri. Biar semangat Sekolah dan belajarnya,"
"Papa Mama kurang apa coba perhatiannya sama kita. Seharusnya kamu lebih memikirkan perjuangan orang tua, daripada orang lain yang baru saja mendekati kamu, baru mengenal kamu,"
"Iya Kak,"
"Sudahlah, sekarang sudah malam. Besok kita beli sarapan sambil lari pagi,"
"Oke Kakak,"
Aku dan Zuri mulai rebahan dan tidur.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
Isfha Hariyani Isfha Hariyani
lanjut
2022-05-30
0