Setelah sholat Zuhur.
Aku melipat mukena dan sajadah dengan rapi, lalu meletakkannya di atas meja kecil dekat rak buku.
Aku bergegas turun ke bawah langsung menuju dapur. Kulihat Mama sedang menyiapkan sesuatu.
"Eh, Zanu udah pulang. Dari mana nak, kok telat pulangnya hari ini?" tanya Mama.
"Zanu melayat kerumah teman Ma. Teman Zanu meninggal kemaren sore," jawabku sedih.
"Ya Allah, Innalillahi waainnalillahi roji'un, teman Zanu yang mana?" ucap Mama kaget.
"Teman kelas satu dulu Ma, yang pernah bikin Zanu pecahin kaca di Sekolah. Mama masih ingat kan?" tanyaku.
"Oh iya, dulu kamu sering cerita ke Mama. Semoga temanmu diterima di sisi Allah SWT ya nak, kasian ortunya," jawab Mama dengan nada sedih.
"Ya sudah, sekarang kamu makan siang. Mama sudah siapin nasi sama lauk pauknya di meja makan. Adikmu Zuri sudah makan tadi,"
"Baik Ma,"
Aku berjalan menuju meja makan. Sempat sekilas aku melihat, di luar masih nangkring mobilnya Abang.
~Bearti dia masih dirumahku, pasti lagi ngobrol sama Papa di teras. Ah.., peduli amat !~
Aku mulai makan dengan lahap. Kebetulan kali ini menu lauk pauk kesukaanku yaitu jengkol udang balado.
Oiya, rumahku dekat pantai. Jadi, semua jenis ikan sangat mudah didapatkan di sini. Apalagi Papaku suka memancing di laut, jadi hampir setiap hari keluargaku makan ikan.
Selesai makan, aku berjalan menuju ke lantai dua. Rencananya mau rebahan sebentar sekalian menulis sesuatu di diary biruku.
"Zanu, temani Angga ngobrol. Papa mau keluar, ada janji mancing di sungai bersama teman," ujar Papaku tiba-tiba muncul.
~Waduh, bagaimana ini? Kenapa dia belum pulang-pulang juga? Apa dia tidak malam mingguan, kan pacarnya udah ada tuh. Huh! Merepotkan saja.~
"Baik Pa. Zanu menyusul sebentar lagi," jawabku lesu.
"Zanu, tidak boleh begitu ya.. Kalau ada yang bertamu ke rumah kita, di jamu dengan baik. Rezeki kita bakal jauh kalau menyepelekan tamu. Ingat itu pesan Papa," ujar Papa tegas.
"Oke Pa, Zanu mengerti,"
Papa langsung masuk ke kamar untuk ganti pakaian. Aku berjalan ke teras depan. Di sana aku melihat dia sedang makan cemilan yang sudah disiapkan Mama.
*******
"Eh, ada Zanu. Ayo duduk sini, temani Abang ngobrol," ujarnya tanpa beban.
~Dia kenapa jadi sok akrab gitu? Sebaiknya aku mendengarkan saja apa yang dia bicarakan.~
Aku duduk berdekatan dengannya.
~Deg! Perasaan dag dig dug itu tiba-tiba datang lagi, padahal aku sudah berusaha untuk rilex dari awal. Tapi kenyataannya tidak. Hufff....!~
"Tadi kamu ke mana?" tanyanya sambil menoleh kearahku.
"Ada teman yang meninggal Bang. Teman lama waktu masih kelas satu. Dulu, aku dekat sekali dengannya, tapi tidak pacaran. Orangnya suka mengganggu dan usil," jawabku.
Suasana hening sejenak.
"Hari ini ujian kita yang terakhir, seharusnya dia ikut. Baru saja kemaren dia sempat ngobrol denganku, Tapi.. tapi.., dia..," aku terbata-bata dan tak terasa air mataku menetes.
"Sudahlah, hapus air matamu. Nih..," ucap Abang sambil menyodorkan sapu tangan.
"Jangan sedih Zanu, cukup do'akan saja. Semua itu kembali ke takdir Tuhan. Kita gak bisa berbuat apa-apa jika Allah sudah berkehendak," ujarnya bijak.
Nyess..! Hatiku terasa sejuk, mendengar ucapannya barusan. Terasa seperti siraman rohani mengguyur dikepalaku.
"Tadi siapa yang antar kamu?" ujarnya lagi.
"Tadi mantan aku Bang," jawabku singkat.
"Kok bisa? Cakep juga tuh mantan kamu. Sepertinya tajir ya, dilihat dari jenis motor yang dia pakai, gak sembarangan orang punya yang begituan," ucapnya seperti menyelidik.
~Apaan sih, kenapa dia jadi kepo gitu ?~
"Dulu aku putusin dia sepihak, bertahan cuma satu bulan. Kita jadian tapi gak seperti pacaran. Tadi dia mengungkapkan perasaannya, kalau dia masih suka sama aku," jawabku.
~Kenapa aku jadi curhat ke Abang ?~
"Trus, kenapa kamu gak terima dia balik? Apa kamunya yang gak suka? Abang yakin, itu cowok pasti banyak yang naksir. Kok kamu malah tinggalkan," ucapnya tanpa basa basi.
~Huh! Kenapa Abang malah makin kepo ya ?~
"Aku gak mau pacaran dulu Bang, aku mau fokus Sekolah waktu itu. Lagi pula kalau kita sudah pacaran, harus menyisihkan waktu untuk berdua. Sedangkan aku gak terbiasa dengan itu. Dan syukurnya dia mau mengerti alasanku," jawabku.
"Hhmm.. Keren juga ya pemikiran kamu seperti itu. Kalau Abang, entah berapa banyak perempuan yang sudah dipacari, ha..ha..ha..," ujarnya sambil tertawa terbahak-bahak.
"Abang kan play boy! Jangan samakan dengan aku. Sekelas Abang gampanglah dapatin perempuan, modalnya mobil dan udah kerja. Ya.., pasti perempuan pada ngantri. Tapi perempuannya matre semua, ha..ha..ha..," aku tertawa mengejeknya.
"Yaa, Abang kan masih muda, baru saja dinas. Dinikmatin dululah masa-masa muda Abang. Belum kepikiran buat cari yang serius, apalagi menikah," jawabnya.
"Tapi bukan bearti seenaknya Abang mainkan perasaan perempuan dong. Nanti Abang di balik dipermainkan, baru menyesal,"
"Biarin ajalah.., toh mereka yang mau. Kan dah tau kalau Abang ini play boy, kenapa mau? ha..ha..ha..," dia ngakak lagi.
"Ya terserah Abang, aku cuma mengingatkan saja,"
"Zanu, Abang balik dulu ya.. Abang ada janji sama pacar Abang, nanti dia cemberut,"
"Perempuan yang kemaren?" tanyaku.
"Bukan. Yang baru lagi," jawabnya santai.
"Hah!! Cepat sekali gantinya Bang.., Play boy kelas kakap ini,"
"Abang balik dulu, tolong bilangin sama Bibi,"
"Oke,"
Dia bergegas masuk ke dalam mobil. Sepertinya dia terburu-buru sekali untuk menemui perempuan itu.
~Apakah perempuan itu special buat Abang? Eh, kenapa aku jadi memikirkan dia ? Ah, udahlah. Bodo amat !~
Aku masuk ke dalam dan mengunci pintu depan. Kulihat Papa sudah bersiap-siap mau keluar.
"Zanu, tolong bukain pintunya lagi," ujar Papa.
"Oke Pa..," aku bergegas membuka pintu lagi.
"Sudah pulang Angganya? Kenapa cepat sekali?" tanya Papa sambil menggotong alat pancingnya.
"Sudah Pa. Dia aja janji sama pacarnya. Kan ini malam minggu Pa," jawabku.
"Ya sudah, Papa berangkat dulu. Bilang sama Mama, semoga Papa bisa dapat banyak ikan sore ini,"
"Baik, hati-hati Pa,"
Papa berangkat pakai mobil. Sepertinya teman-teman Papa banyak yang ikut, karena biasanya Papa pakai motor setiap pergi mancing.
Aku mengunci pintu dan langsung menuju ke kamar atas. Kulihat Mama sudah ada dikamarku sedang mengobrol dengan Zuri.
"Ma, Papa tadi bilang, do'akan semoga hari ini dapat banyak ikan," ujarku menghadap Mama.
"Aamiin.. Oiya, Angga sudah pulang?" tanya Mama.
"Sudah Ma," jawabku.
"Cie..cie.., mulai dekat nih," celetuk Zuri.
"Apaan sih! Kamu masih kecil. Jangan suka menggangu kehidupan orang lain. Malu tau! Kamu ngelirik Kakak di depan dia, emang Kakak kamu ini apaan?" ujarku ketus.
Kali ini aku benar-benar marah sama Zuri. Sudah lama aku jengkel dengan sikapnya.
"Udah Zanu! Adikmu cuma becanda. Jika kamu gak suka, bukan bearti kamu harus ribut sama Zuri. Anggap saja Angga itu seperti Kakak kalian sendiri. Mama gak mau dengar atau membahas tentang ini lagi. Paham!" ucap Mama dengan nada sedikit emosi.
"Paham Ma," jawabku lirih.
Aku beranjak keluar menuju teras. Aku harus menenangkan emosiku sejenak dengan menarik nafas dalam-dalam.
~Hufffft......!~
Ada banyak cerita hari ini, sedih, bahagia dan lucu. Sedih Tito meninggal, bahagia bisa ngobrol sama Vincent dan kelucuan sore tadi bersama Abang.
Berlahan-lahan hatiku mulai tenang dan lebih santai dari sebelumnya saat mengobrol dengan Abang.
Aku teringat sesuatu! Aku merogoh kantong celana dan menariknya keluar. Sapu tangan Abang!
Kubuka sapu tangannya dan terlihat ada tertera huruf A. Itu pasti namanya Abang.
Abang orangnya cuek tapi sepertinya dia pria yang perhatian. Ah! Aku menepis pikiranku. Betul apa yang dikatakan Mama tadi, cukup anggap dia sebagai kakakku sendiri.
Malam ini malam minggu. Masih kelabu buatku. Besok, kalau Abang datang lagi ke rumah, aku akan kembalikan sapu tangan ini.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
Isfha Hariyani Isfha Hariyani
bagus ceritanya lanjut
2022-05-30
0